Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PEMALSUAN HASIL RAPID TEST COVID-19 Faldo Nurmanto; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v12i2.5877

Abstract

Rapid Test Covid-19 merupakan alat deteksi dini untuk mendeteksi apakah seseorang terpapar virus Covid-19 atau tidak. Terdapat pihak yang tidak bertanggungjawab yang memalsukan surat hasil rapid test covid-19 untuk diperjualbelikan hal tersebut sangat membahayakan kesehatan masyarakat dan menghalangi upaya pencegahan penularan Covid-19. permasalahannya bagaimanakah Pertimbangan hukum hakim dalam pemalsuan hasil rapid tes covid-19. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, bahan hukum diperoleh dari peraturan perundang-undangan, dan lietratur lainnya yang berikaitan dengan pelanggaran dan sanksi dari perbuatan tersebut. Pada kasus pemalsuan surat rapid test covid-19 yang sama, hakim hanya memberikan hukuman yang ringan padahal kasus pemalsuan surat rapid test Covid-19 jelas berbahaya. Perbuatan membuat surat palsu rapid test covid-19 selain dapat dikenakan pasal 268 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat juga diperberat dengan pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 93 Jo. Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Suatu putusan hakim haruslah mempertimbangkan tujuan hukum yaitu, keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum. Perbuatan membuat surat palsu rapid test Covid-19 jelas tidak mendukung upaya pemerintah dalam mencegah tersebarnya covid-19 yang dapat menyebabkan meningkatnya kasus positif Covid-19. Aparat penegak hukum dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sebaiknya harus lebih bijak.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi sanusi sanusi
Hukum Responsif Vol 8, No 2 (2017): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v8i2.4520

Abstract

PENGEMBALIAN.KERUGIAN.KEUANGAN.NEGARADALAM TINDAK PIDANA KORUPSIDr. Sanusi, SH., MH Suci Hati HandayaniProgram Studi Ilmu HukumFakultas Hukum Unswagati CirebonABSTRAKPengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi pada tataran praktek masih.mengalami sejumlah permasalahan. Diantaranya penerapan delik formil yang hanya mensyaratkan terpenuhinya unsur tanpa harus ada akibat yang benar-benar terjadi. Rumusan ini menimbulkan problem tersendiri ketika dihadapkan pada pidana pembayaran uang pengganti. Karena pembayaran uang pengganti harus.nyata dan pasti.jumlahnya, sementara korupsi.sebagai delik formil cukup dengan potensi kerugian negara sudah dapat dipidana. Kendati dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya nomor 25/PUU-XIV/2016 frasa kata dapat merugikan keuangan negara terkait.Pasal. 2 dan 3 UU.Tipikor dihapuskan, namun dalam.praktek masih menimbulkan ketidakpastian, terlebih keengganan pelaku korupsi beritikad baik untuk mengembalikan uang hasil korupsi dalam masa penyelidikan maupun penyidikan mengalami kekhawatiran karena dalam ketentuan pasal 4 UU TPK menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya.Identifikasi masalah terdiri dari (1) Bagaimana pelaksanaan pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi ? (2) Apakah pengembalian kerugian keuangan negara dapat menjadi alasan penghapusan pidana dalam tindak pidana korupsi.Penelitian.ini menggunakan pendekatan hukum.normatif (yuridis normatif). Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analisis. Jenis data.menggunakan.data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan atau studi dokumen dan teknik analisis menggunakan pendekatan kualitatif karena.tidak menggunakan.rumus-rumus tertentu dan.angka-angka.Upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi dapat ditempuh dengan mekanisme administrasi, pidana maupun perdata, serta pengembalian kerugian keuangan negarasebagaimana ketentuan pasal 4 UU TPK tidaklah dapat menjadi alasan penghapusan pidana dalam perkara tindak pidana korupsi, justru menjadi kendala bagi pelaku yang dalam masa proses penyelidikan maupun penyidikan memiliki inisiatif pengembalian.Kata Kunci : Tindak.Pidana.Korupsi, Pengembalian. Kerugian Keuangan.Negara.
Politik Uang Dan Penegakan Hukumnya Murtiningsih Kartini; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 13, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v13i1.6719

Abstract

Politik uang selalu mewarnai dalam pesta demokrasi di Indonesia.Ada yang dilakukan penegakan hukum, ada juga yang tidak. Politik uang sudah mencederai demokrasi, menimbulkan adanya ketidak adilan dalam pemilu. Konstestasi antar peserta pemilu bukan berdasarkan kredibilitas dan kemampuan memimpin, tetapi berdasarkan modal atau keuangan.Mereka yang bermodal atau punya uang banyak kemungkinan menjadi pemenanglebih besar, dibandingkan dengan mereka yang menawarkan visi, misi maupun program kerja.
Penegakan Hukum Money Politic Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Kuningan sanusi sanusi; Elang Muhammad Yogi
Hukum Responsif Vol 7, No 1 (2016): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v7i1.4532

Abstract

Money politics adalah bentuk pelanggaran dari pemilihan umum, yang mencederai demokrasi di Indonesia. Pelaku politik uang dapat di kenakan sanksi pidana. Bentuk-bentuk money politics dapat berupa pembagian sembako maupun uang tunai kepada masyarakat kecil sebagai imbalan nya masyarakat harus memilih pelaku dalam pemilihan umumBila dilihat dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 301 yang menjelaskan bahwa setiap pelaksanaan kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000,00. Dan Undang-undang ini diterapkan dalam perkara putusan.Nomor.152/Pid.Sus/Pemilu/2014/PT.BDG, dimana kasus tersebut seorang bernama CARSAD BIN WARTO telah melakukan kejahatan money politics.Hasil penelitian dan pembahasan menurut dimensi normatif dalam kasus ini bahwa kasus money politics ini menggunakan UU No.8 Tahun 2012 sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan pidana terhadap perkara.putusan.Nomor 158/Pid.Sus/Pemilu/2014/PT.BDG mengenai kasus money politics. Saran dari hasil penelitian ini agar aparat penegak hukum memberikan pemahaman mengenai bahaya adanya pelanggaran money politics yang merusak nilai-nilai keadilan dalam pelaksanaan pemilihan umum.Kata Kunci : Money Politics, Tindak Pidana Pemilu dan Penegakan Hukum
Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi di BAPAS Klas I Kota Cirebon) sanusi sanusi
Hukum Responsif Vol 8, No 1 (2016): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v8i1.4496

Abstract

PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA (Studi di BAPAS Klas I Kota Cirebon) Oleh :Sanusi & Ratu Ineke. MABSTRACTPresence of children in the surrounding environment must be considered progress, often a child to act even lead to deviations crime. Thus making the child was forced to convicted even so, the needs of children comes first. In order to assist the child to become accepted by the community needed Correctional Center to monitor the child's development. Because BAPAS have an important role in the juvenile justice process. Officers Society (PK) facilitate the task assigned to assist investigators and prosecutors in matters brat conflict with the law by creating a social study (Litmas) and play a role in the guidance program.Based.on.the.above, the authors identified the.problem, how to program and criteria Parole child criminals and how the constraints in the implementation of conditional release program in the face by Bapas. The.purpose of.this thesis to determine the.extent to.which the provisions of.the Parole program implementation.can be realized when coaching at Bapas. Method research approach used is more emphasis on the juridical aspect-empirical.The research results show that, the program and the criteria applied by the Parole Bapas Cirebon are in accordance with the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 21 Year 2013 About Conditions and Procedures for granting remission, Assimilation, Visiting Family Leave, Parole, Leave Towards free, and leave Conditional.Especially on Parole program.In Bapas there are three (3) phases of the program guidance ie, early stage, advanced stage and final stage. In the early stages of guidance and advanced stages of some procedures are not executed, and also the lack of provision of time required to report for the client. The constraints faced Bapas in terms of facilities and lack of human resources, led to the implementation of supervision becomes less than optimal. The author recommends that the Ministry of Justice and.Human.Rights pay more attention to the deficiencies found in Cirebon Bapas well as provide more detailed rules on the program guidance.Keywords: Child Crime, Parole, and Program Guidance..
IMPLIKASI AMBANG BATAS PARLIAMENTARY THRESHOLD TERHADAP KURSI PARLEMEN MUHAMMAD SAEFUL; SANUSI SANUSI
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5020

Abstract

Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tersebut bisa berkontestasi kembali pada pemilu yang akan datang, namun beda hal nya jika partai politik tersebut tidak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tidak bisa mengikuti pemilu yang akan datang. Adanya ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ini guna untuk meyederhanakan partai politik yang akan duduk di parlemen serta meminimalisir dalam kontestasi pemilu yang akan datang. Rumusan masalah penelitian ini antara lain, Bagaimanakah implikasi dari Parliamentary Threshold terhadap partai politik peserta pemilu tahun 2019 dan Bagaimana membatasi partai politik menjadi lebih sedikit atau sederhana dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum, perundang-undangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan. Implikasi terhadap peserta partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% tidak bisa mengikuti untuk pemilu yang akan datang, serta untuk anggota dewan yang lolos di daerah tetapi partainya tidak lolos ambang batas parlemen tetap menjalankan tugasnya sebagai legislator. Terkait penyederhanaan partai politik dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) agar menaikan presentase ambang batas (parliamentary threshold) serta untuk persyaratan pembentukan partai politik baru harus di perketat kembali dan partai politik yang tidak lolos ambang batar parlemen (parliamentary threshold) untuk penggabungan dengan partai politik yang lolos ambang batas parlemen. Bahwa DPR dan Pemerintah perlu untuk mengkaji ulang terkait besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ideal dengan cara meningkatkan besaran angka ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan persyaratan untuk pembentukan partai politik yang baru agar lebih ditekankan kembali.
Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi di BAPAS klas i Kota Cirebon sanusi sanusi
Hukum Responsif Vol 6, No 3 (2015): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v6i3.4518

Abstract

PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA (Studi di BAPAS Klas I Kota Cirebon) Oleh :Sanusi & Ratu Ineke. MABSTRACTPresence of children in the surrounding environment must be considered progress, often a child to act even lead to deviations crime. Thus making the child was forced to convicted even so, the needs of children comes first. In order to assist the child to become accepted by the community needed Correctional Center to monitor the child's development. Because BAPAS have an important role in the juvenile justice process. Officers Society (PK) facilitate the task assigned to assist investigators and prosecutors in matters brat conflict with the law by creating a social study (Litmas) and play a role in the guidance program.Based.on.the.above, the authors identified the.problem, how to program and criteria Parole child criminals and how the constraints in the implementation of conditional release program in the face by Bapas. The.purpose of.this thesis to determine the.extent to.which the provisions of.the Parole program implementation.can be realized when coaching at Bapas. Method research approach used is more emphasis on the juridical aspect-empirical.The research results show that, the program and the criteria applied by the Parole Bapas Cirebon are in accordance with the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 21 Year 2013 About Conditions and Procedures for granting remission, Assimilation, Visiting Family Leave, Parole, Leave Towards free, and leave Conditional.Especially on Parole program.In Bapas there are three (3) phases of the program guidance ie, early stage, advanced stage and final stage. In the early stages of guidance and advanced stages of some procedures are not executed, and also the lack of provision of time required to report for the client. The constraints faced Bapas in terms of facilities and lack of human resources, led to the implementation of supervision becomes less than optimal. The author recommends that the Ministry of Justice and.Human.Rights pay more attention to the deficiencies found in Cirebon Bapas well as provide more detailed rules on the program guidance.Keywords: Child Crime, Parole, and Program Guidance..
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENJUALAN ROKOK ILEGAL Dicky Eka Wahyu Permana; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v12i1.5026

Abstract

Peredaran rokok mempunyai sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan. peredarannya perlu diawasi. rokok yang beredar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. di pasaran banyak terdapat rokok ilegal yang tidak sesuai dengan undang-undang cukai. Rumusan masalah penelitian ini antara lain, bagaimanakah kualifikasi rokok ilegal dan bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku penjualan rokok illegal. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebut juga dengan metode penelitian doktrinal dengan spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat preskriptif, Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang kemudian data dianaliasis secara kualitatif. Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di wilayah Indonesia baik itu yang berasal dari produk dalam negeri maupun impor yang tidak mengikuti peraturan yang berlaku di wilayah hukum Indonesia, ciri-ciri rokok ilegal diantaranya tidak dilekati pita cukai, pita cukai palsu dan pita cukai bekas,dan penegakan hukum terhadap pelaku penjualan rokok ilegal adalah dengan memberikan sanksi administratif dan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang No 39 tahun 2007 perubahan atas Undang-Undang No 11 tahun 1995 tentang cukai, Seharusnya pemerintah lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal dan juga melakukan operasi pasar terkait peredaran rokok ilegal serta regulasi dalam hal ini pemberian sanksi yang dijatuhkan hakim untuk pelaku penjualan rokok ilegal harus lebih berat agar bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
REKONTRUKSI HUKUM HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PILKADA (STUDI KASUS SENGKETA PILWALKOT CIREBON) Ibnu Artadi; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i2.4516

Abstract

Permohonan gugatan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dimungkinkan oleh pihak yang merasa tidak puas, terutama bagi mereka yang mempunyai selisih hasil perolehannya dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih. Proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi berjalan sampai dengan adanya putusan penetapan Walikota dan Wakil Walikota terpilih. Namun sebelum adanya putusan tersebut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengeluarkan putusan sela seperti memerintahkan untuk pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Atas putusan sela tersebut apakah yang menjadi konstruksi hukum hakim dan bagaimanakah idealnya putusan hakim MK memutus.perkara sengketa perselisihan pilkada. Penelitian dengan pendekatan yuridis normatif atau doktrinal, dengan paradigma kontruktivisme. Bahan.hukum yang diteliti perundang-undangan khususnya UU Pilkada, UU tentang MK, serta peraturan lainnya yang berhubungan.dengan.objek.penelitian. Berdasarkan penelitian putusan Mahkamah Konstitusi hanya mengutamakan keadilan prosedural, keadilan substansial terabaikan. Walaupun PSU sebagai putusan yang dikategorikan sebagai keadilan yang substantif, namun putusan tersebut hanya mencari aman bagi MK dan tidak memperhitungkan efek dari adanya PSU. Proses penyelesaian sengketa perselisihan hasil pemilihan dalam hal konstruksi hukum hakim memutus suatu perkara di Mahkamah Konstitusi, seharusnya memperhitungkan keadilan yang substansial misalnya pembukaan kotak suara bukan keingginan dari petugas PPS dan hasil tidak mengalami perubahan atau kecurangan.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TIDAK NETRALNYA APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA CIREBON TAHUN 2018 Sanusi Sanusi; Hadi Utomo
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i1.3271

Abstract

Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah tentunya diharuskan bersikap netral tidak boleh memihak salah satu pasangan calon, walaupun diketahui bahwa ASN juga mempunyai hak politik yaitu hak untuk memilih. Dalam prakteknya masih juga ditemui adanya keberpihakan ASN dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon 2018. Keberpihakan ASN ini, ada yang secara tertutup ada juga yang secara terang-terangan atau terbuka. Mendukung pasangan calon secara terbuka tidak diperbolehkan dan sudah melanggar aturan. Pelanggaran tersebut harus diberikan sanksi sebagai penegakan hukum dalam pemilihan kepala daerah. Bagaimana Ketidaknetralan Aparatur Sipil Negeri (ASN) pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon tahun 2018 dan Bagaimana penegakkan Hukum kepada ASN yang tidak netral dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon tahun 2018 menjadi permasalahan. Sedangkan Metode penelitian yang digunakan metode penelitian kualitatif untuk mendapatkan fakta mengenai permasalahan netralitas ASN di Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon Tahun 2018. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara pada instansi terkait, yaitu Panwaslu dan BKD Kota Cirebon dalam pendekatan empiris atau sosiologis. Hasil penelitian memperlihatkan ketidaknetralan ASN yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada paslon dengan mengunggah dukungannya di medsos sehingga dilaporkan ke Panwaslu. Panwaslu merekomendasikan ke BKPPD untuk memberikan Sanksi. BKPPD memberikan sanksi sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.