Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA

PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG BAYI DAN BALITA KECAMATAN SINGAPARNA TAHUN 2017 Hariyani Sulistyoningsih; annisa Rahmidini; Fenty Agustini; Hapi Apriasih; erwina sumartini; Lia Yuliastuti
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 1 (2019): April 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i1.134

Abstract

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah keadaan gizi yang kurang baik bahkan buruk. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal settiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen kematian anak disebabkan oleh karena keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2011). Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berfikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini memberi petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk masih menjadi salah satu masalah di Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun 2016 jumlah kasus gizi buruk berjumlah 63 kasus, sementara tahun 2017 turun menjadi 41 kasus. Kasus ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan, akan tetapi permasalahan gizi kurang masih menjadi masalah nasional yang perlu penanganan serius. Berdasarkan data yang didapat dari profil Puskesmas Singaparna tahun 2016 didapatkan bahwa kasus gizi buruk di Kecamatan Singaparna berjumlah 5 orang. STIKes Respati sebagai satu-satunya sekolah tinggi ilmu kesehatan di Kabupaten Tasikmalaya memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap permasalahan terkait dengan kesehatan di Kabupaten Tasikmalaya melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi salah satunya dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu upaya nyata STIKes Respati adalah dengan melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan tema Pemantauan Tumbuh Kembang Balita sebagai upaya peningkatan status gizi untuk dapat membantu terwujudnya kesehatan masyarakat secara umum dan perbaikan status gizi secara khususnya.
PROGRAM LANSIA WILAYAH PUSKESMAS SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2017 Santi Susanti; Hariyani Sulistyoningsih; Fenty Agustini; Tupriliany Danefi; wuri Ratna Hidayani
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 1 (2019): April 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i1.135

Abstract

Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi perempuan secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur, kehamilan dan persalinan. Secara lebih spesifik, berbagai masalah dalam kesehatan reproduksi mulai dari perawatan kehamilan, pertolongan pada persalinan, infertilitas, penggunaan kontrasepsi, kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, pelecehan dan kekerasan pada perempuan, perkosaan, layanan dan informasi pada remaja, serta menopause pada perempuan dewasa, merupakan bagian dari upaya memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya kesadaran kesehatan reproduksi bagi individu, khususnya bagi perempuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi itu sendiri. Menurut Manuaba sampai akhir abad 21, diperkirakan antara 8%- 10% penduduk Indonesia adalah lansia dan lansia perempuan akan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa ledakan menopause pada tahun-tahun mendatang sulit sekali dibendung dan diperkirakan di tahun 2030 nanti ada sekitar 1,2 miliar perempuan yang berusia diatas 50 tahun. Sebagian besar dari mereka (sekitar 80%) tinggal di negara berkembang dan setiap tahunnya populasi perempuan menopause meningkat sekitar tiga persen. 3 Artinya kesehatan perempuan khususnya patut mendapatkan perhatian, sehingga akan meningkatkan angka harapan hidup dan tercapainya kebahagiaan serta kesejahteraan secara psikologis. Dalam rangkaian disnatalis STIKes Respati Tasikmalaya ke-15 dilaksanakan program pengabdian masyarakat pemeriksaan status kesehatan lanjut usia di wilayah kerja puskesmas Singaparna Kabupaten Tasikmalaya tahun 2017.
SOSIALISASI PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI SDN MARGAMULYA KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2018 sinta Fitriani; Fenty Agustini
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i1.148

Abstract

Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut seorang anak rentan terhadap masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah pada dasarnya cukup kompleks dan bervariasi. Peserta didik pada tingkat Sekolah Dasar (SD) misalnya, masalah kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, sehingga isu yang lebih menonjol adalah perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cara menggosok gigi yang benar, mencuci tangan pakai sabun, dan kebersihan diri lainnya (Depkes RI : 2004) Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga setiap orang dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan di masyarakat. Pada tatanan sekolah terdapat 8 indikator untuk perilaku hidup bersih dan sehat yaitu : jajan di kantin sekolah, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban sehat, mengikuti kegiatan olahraga dan aktivitas fisik di sekolah, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, serta membuang sampah pada tempatnya (Depkes RI, 04. Pada era globalisasi ini banyak tantangan bagi peserta didik yang dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya. Tidak sedikit anak yang menunjukkan perilaku tidak sehat, seperti lebih suka mengkonsumsi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, garam, rendah serat, meningkatkan resiko hipertensi, diabetes, obesitas dan sebagainya. Siswa sebelum makan tidak mencuci tangan terlebih dahulu, sehingga memungkinkan masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Hal ini mengacu pada pemikiran Hamiyah dan Jauhar (2015) bahwa perilaku tidak sehat ini juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, seperti kurang bersihnya rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakatnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermiyanti (2016:14) bahwa Sekolah Dasar Bersih Sehat (SDBS) adalah Sekolah Dasar yang warganya secara terus-menerus membudayakan PHBS, dan memiliki lingkungan sekolah yang bersih, indah, sejuk, segar, rapih, tertib, dan aman. Menurut Panduan Pengembangan Model Sekolah Sehat di Indonesia (2009: 4), manfaat yang didapat dari program Sekolah Sehat antara lain: 1) bagi masyarakat yaitu sebagai tempat menghasilkan siswa yang mempunyai budaya hidup sehat dan aktif, 2) bagi pemerintah yaitu sebagai tempat pembelajaran yang dapat dijadikan percontohan bagi sekolah-sekolah lain karena diharapkan sekolah tersebut dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas, dan 3) bagi swasta atau dunia kerja yaitu dapat memberi peluang pada swasta untuk berperan dalam pengembangan Sekolah Sehat.( Proverawati dan E. Rahmawati : 2011) Kemendiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2009: 9) menjelaskan bahwa standar Sekolah Sehat meliputi: 1) Standar fisik sekolah yang meliputi: Bangunan sekolah yang memenuhi pembakuan standar minimal Depdiknas, sekolah memiliki akreditasi dari pemerintah, minimal B, sekolah yang memenuhi persyaratan kesehatan (fisik, mental, lingkungan), sekolah yang memiliki pagar, sekolah yang memiliki ruang terbuka yang memadai untuk pembelajaran pedidikan jasmani, dan sekolah memiliki sertifikat hak milik (SHM). 2) Standar sarana prasarana meliputi: memiliki sarana prasarana untuk pendidikan kesehatan yang memadai, memiliki sarana prasarana untuk pendidikan jasmani, memiliki sarana prasarana penunjang kegiatan UKS, 3) Standar ketenagaan yang meliputi: memiliki guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, memiliki guru pembina UKS, memiliki kader kesehatan sekolah (dokterkecil, kader kesehatan remaja), 4) Standar peserta didik yang meliputi: memiliki derajat kesehatan yang optimal, tumbuh kembang secara optimal, dan memiliki tingkat kebugaran jasmani yang optimal. Program Sekolah Sehat perlu disosialisasikan dan dilakukan dengan baik melalui pelayanan kesehatan yang didukung secara mantap dan memadai oleh sektor terkait lainnya, seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Hamiyah dan Jauhar (2015:267) yang menyatakan bahwa sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran harus menjadi ”Sekolah Sehat”, yaitu sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolahnya. Upaya ini dilakukan karena sekolah memiliki lingkungan kehidupan yang mencerminkan hidup sehat. Mengupayakan pelayanan kesehatan yang optimal, sehingga terjamin berlangsungnya proses pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang mendukung tercapainya kemampuan peserta didik untuk berperilaku hidup sehat. Pendapat diatas sejalan dengan penelitian Irwandi (2016:492- 495) bahwa program sekolah berupa operasi semut, Sabtu bersih, upacara bendera, senam pagi, doa bersama, aubade dan UKS, merupakan kegiatan yang efektif untuk menumbuhkembangkan perilaku hidup sehat, yang melibatkan peran kepala sekolah, guru dan personil sekolah. (Hijjang, P : 2009) SD Negeri Margamulya merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di wilayah Kecamatan Singaparna. Sekolah dengan jumlah siswa 225 orang. Kondisi lingkungan di sekolah tersebut adalah sebagai berikut : Sumber air bersih yang digunakan bersumber dari PDAM, akan tetapi kecukupan jumlah air tidak mencukupi kebutuhan pengguna. Jamban yang dimiliki di SDN Margamulya adalah 6 buah jamban untuk siswa tidak sesuai rasio dan tidak ada pemisahan antara jamban siswa laki laki dan perempuan. Selain itu terdapat 2 jamban untuk guru. Saluran pembuangan air limbah di sekolah tersebut langsung ke selokan belakang sekolah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru sekolah menyatakan bahwa di SDN Margamulya terdapat 1 buah ruang UKS akan tetapi program UKS tidak berjalan maksimal. Sekolah ini tidak memiliki kantin. Anak anak jajan diluar sekolah pada PJAS. Menurut guru belum ada aturan terkait jajan di sekolah tersebut. (Supriyani : 2017)
PEMBERDAYAAN KADER DALAM UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DAN KANKER PAYUDARA, DI DESA CIKUNIR 2018 widya maya ningrum; Fenty Agustini; Lilis Lisnawati
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i1.154

Abstract

Kanker adalah terjadinya pertumbuhan sel tidak terkontrol sehingga ditemukan sel tubuh yang abnormal (sel kanker). Menurut Globacan, pada tahun 2008 kanker yang paling sering terjadi pada wanita adalah kanker payudara dan kanker serviks. Setiap tahun kanker payudara mencapai 1.1 juta perempuan dan jumlah ini merupakan 10% dari kasus baru seluruh kanker. Dengan angka kematian sebesar 410.000 setiap tahun dan menjadikan lebih dari 1,6% sebagai penyebab kematian perempuan di seluruh dunia. Kanker serviks menempati urutan yang kedua setelah kanker payudara. Kejadian kanker serviks 15 per 100.000 wanita dan 7,8 persen nya mengalami kematian. (Globocan, 2012). Kanker serviks masih menjadi permasalahan kesehatan dengan kejadian kematian tertinggi. Keterlambatan dalam mendiagnosis menyebabkan kanker sudah pada stadium lanjut, dan hal ini merupakan salah satu penyebab tidak tertanganinya kanker serviks. Sebanyak 99,7 % penyebab kanker serviks adalah Human Paviloma Virus Onkogenik , dan yang menjadi faktor risikonya adalah Menikah Muda (kurang dari 20 tahun ), Mitra seksual multiple, Infeksi Menular Seksual, Merokok , Defisiensi Vit A./Vit C/VitE (Kemenkes, 2016). Sebanyak 50 - 80% wanita aktif seksual mengalami infeksi HPV dalam hidupnya tanpa disadarinya, tetapi 90% hilang dengan daya tahan tubuh. Untuk itu sebenarnya kanker serviks dapat dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap kanker serviks adalah pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer dilakukan pada perempuan yang sehat yang belum terkena suatu penyakit. Contoh pencegahan primer untuk kanker serviks adalah dengan melakukan promosi dan edukasi atau kampanye kanker serviks dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kanker serviks serta Vaksinasi HPV untuk mencegah perempuan dari kanker serviks. Pencegahan sekunder adalah dengan cara melakukan deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan pap smear dan atau iva test. (National Cancer Institute, 2017) Tidak seperti kanker serviks yang dapat diketahui etiologi dan perjalanan penyakitnya secara jelas, etiologi dan perjalanan penyakit kanker payudara terutama berhubungan dengan keadaan hormonal (estrogen dominan) dan genetik. Untuk mengatasi masalah pada kanker payudara, maka dikebangkan tatacara deteksi dini dan diagnosis serta penatalaksnaaan yang “cost effective” dengan “evidence based best practies wuth limited resources”. Hal dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker payudara adalah dengan cara melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) yang dilakukan rutin setelah menstruasi, selanjutnya setahun sekali dianjurkan untuk SADANIS (periksa Payudara Klinis) yang dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten. Selain itu deteksi dini bisa dilakukan dengan cara Mammografi, USG, dll.(Kemenkes, 2016) Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencegahan kanker payudara dan kanker serviks sebagai salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan deteksi dini di wilayah Desa Cikunir. Berdasarkan Laporan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2017 didapatkan data cakupan deteksi kanker payudara dan kanker serviks di Desa Cikunir sebesar 0, 00 %. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan serviks sangatlah rendah. Sejalan dengan hasil survey yang dilakukan pada 20 wanita usia subur, sebagian besar pengetahuan wus tentang kanker payudara dan kanker serviks sangatlah kurang, dan semua WUS yang dilakukan survey belum pernah melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan kanekr serviks.( Laporan PKN, 2018) Agar pengetahuan perempuan tentang kanker payudara dan kanker serviks dan perilaku deteksi dini meningkat yang berdampak kepada tercapainya cakupan deteksi dini kanker payudaradan kanker serviks maka perlu dilakukan suatu program pemberdayaan masyarakat dengan membentuk Komuitas Kader Peduli Kanker (KKPK). KKPK ini dibentuk dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepedulian masyarakat khususnya perempuan terhadap pentingnya pencegahan kanker payudara dan kanker serviks. Dengan KKPK diharapkan pengetahuan masyarakat akan kanker payudara dan serviks meningkat yang berdampak kepada peningkatan kepedulian untuk melakukan deteksi pencegahan kanker payudara dan kanker serviks. Untuk lebih jelasnya dalam laporan ini akan dijelaskan kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka Pemberdayaan Kader Dalam Upaya Peningkatan Cakupan Deteksi Dini Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Di Desa Cikunir 2018.