Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

MEMPOSISIKAN PENGELOLA WARISAN BUDAYA DALAM PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SITUS BENTENG TABANIO DI KALIMANTAN SELATAN Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Naditira Widya Vol 5 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v5i2.78

Abstract

Abstrak. Benteng Tabanio telah diteliti secara intensif selama 1994 sampai dengan 1999 oleh Balai ArkeologiBanjarmasin. Namun, sampai dengan saat ini pengelolaan situs ini tidak jelas. Sebenarnya pengelolaan yang tidakjelas ini tidak hanya terjadi pada Situs Benteng Tabanio. Selama 10 tahun belakangan ini ketidakjelasan pelestariandan pemanfaatan sebuah situs arkeologi di Indonesia hingga saat ini memang menjadi suatu polemik yang tidak adahabis-habisnya. Tulisan ini membahas tentang permasalahan pengelolaan yang muncul dilandasi oleh perbedaankepentingan antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pengelola warisan budaya, upaya mengelola konflik, danlangkah-langkah pemanfaatan warisan budaya yang memberikan manfaat kepada masyarakat. Pada akhirnya,diharapkan adanya perubahan dinamika sikap pengelola warisan budaya dalam mengantisipasi perkembanganorientasi kepentingan masyarakat.
PELESTARIAN KAWASAN PECINAN SINGKAWANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Naditira Widya Vol 7 No 1 (2013): April 2013
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.201 KB) | DOI: 10.24832/nw.v7i1.93

Abstract

Abstrak. Indonesia adalah negara yang lambat-laun memudar sejarah eksistensinya. Kehilangan tersebut diakibatkanoleh banyaknya bukti fisik sejarah Indonesia yang dihancurkan demi sejumlah faktor. Di antara faktor-faktor tersebutyang sering dijadikan alasan penghancuran selama empat dekade belakangan ini adalah pembangunan masyarakatyang sejahtera. Salah satu bukti fisik yang sedikit demi sedikit diabaikan kelestariannya adalah kawasan Pecinan diKota Singkawang. Tulisan ini membahas komunitas Cina di Singkawang dalam perkembangan sejarah Indonesiadan strategi pelestarian kawasan Pecinannya. Studi tersebut dilakukan menggunakan metode deskriptif-analitisdengan penalaran induktif. Hasil studi menunjukkan bahwa komunitas Cina telah berkontribusi dalam perkembanganperekonomian di kawasan Singkawang. Dengan demikian, penciptaan kawasan Pecinan dapat diajukan sebagaisalah satu strategi pelestarian sekaligus pemanfaatan cagar budaya Kota Singkawang.
JOGLO GUDANG SEBUAH BUKTI EKSISTENSI CINA DI KALIMANTAN SELATAN Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Naditira Widya Vol 8 No 2 (2014): Oktober 2014
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v8i2.107

Abstract

Awal kedatangan masyarakat Tionghoa di Banjarmasin karena aktivitas perdagangan. Jalur transportasi yang digunakanadalah sungai. Oleh karena itu, pemukiman cenderung terkonsentrasi di wilayah daerah aliran sungai besar, yaitu di daerah Veteran,Gedangan, dan RK Ilir yang berada di sepanjang Sungai Martapura, Banjarmasin. Joglo gudang adalah salah satu budaya yangmuncul dalam masyarakat Tionghoa di Kalimantan Selatan. Artikel ini akan membicarakan sejarah pemakaian arsitektur joglo gudangtersebut dan alasan dipilihnya bentuk joglo gudang sebagai bentuk tempat tinggal mereka. Metode yang digunakan adalah metodedeskriptif-analitis. Kombinasi unsur lokal genius dari masyarakat Tionghoa dalam mendirikan usaha perumahan dan sikap adaptif untukmenyesuaikan diri dengan lingkungan di Kalimantan yang berair dan menghasilkan bentuk baru arsitektur tradisional masyarakatBanjar, disebut joglo gudang.
PERAN PEMUKIMAN PADA ABAD KE-14 HINGGA ABAD KE-20 MASEHI PADA DAS PAWAN, KALIMANTAN BARAT DENGAN PENERAPAN MODEL DENDRITIK (SETTLEMENTS IN THE PAWAN RIVER BASIN FROM THE 14 th TO 20 th CENTURIES, WEST KALIMANTAN, VIEWED FROM DENDRITIC MODELS) Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Naditira Widya Vol 12 No 1 (2018): NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2018
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8915.093 KB) | DOI: 10.24832/nw.v12i1.250

Abstract

Pemukiman pada Daerah Aliran Sungai Pawan tumbuh dan berkembang di sepanjang aliran sungai, tumbuh dan berkembang dari hulu hingga hilir sungai. Pemukiman ini dibangun pada beberapa tataran, dari yang sederhana sampai kompleks, dan bahkan ada yang berkembang menjadi skala urban. Permasalahan yang muncul berdasarkan perbedaan skala pemukiman tersebut adalah bagaimana peran pemukiman DAS Pawan sekitar 100-700 tahun yang lalu. Penelitian ini menggunakan penalaran deduktif dengan data kualitatif, dan lebih jauh menerapkan teori dendritik sebagai model untuk mengetahui peran pemukiman pada DAS Pawan. Dapat disimpulkan bahwa teori dendritik berlaku pada pemukiman DAS Pawan, dan menunjukkan bahwa setiap pemukiman memiliki peran dalam sistem pertukaran  barang dan politik. Ancient settlements in the Pawan River Basin of West Kalimantan grew and flourished along the river banks, progressing from upstream to downstream. These settlements were constructed on several scales, from simple to complex, and even sometimes on an urban scale. Based on such variety of settlement scale arises a question regarding the role of settlements in the Pawan River Basin approximately 0.1-0.7 kya. This study uses deductive reasoning with qualitative data, and further applies a dendritic theory to the roles of the settlements in the Pawan watershed, dating from the 14 th century onwards. It can be concluded that the dendritic theory applies to the Pawan DAS settlement, and shows that each settlement has a role in the system of exchange of goods and politics.
PELESTARIAN TINGGALAN ARKEOLOGI DI TANJUNGREDEB: KONTESTASI ANTARA PRAKTIK DAN REGULASI Wasita; Hartatik; Nugorho Nur Susanto; Ida Bagus Putu Prajna Yogi; Restu Budi Sulistiyo; Fitri Wulandari; Diyah W. Restiyati
Naditira Widya Vol. 14 No. 1 (2020): Naditira Widya Volume 14 Nomor 1 April Tahun 2020
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Partisipasi dalam kegiatan pelestarian tinggalan arkeologi bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk masyarakat. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah partisipasi yang tepat dan tidak akan menimbulkan masalah baru. Penelitian di Tanjungredeb ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan pelestarian, pandangan setiap pemangku kepentingan tinggalan arkeologi, dan dampaknya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Analisisnya dilakukan dengan cara menyusun dan mengklasifikasikan data untuk menemukan pola atau tema, agar dapat dipahami maknanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada upaya pelestarian tinggalan arkeologi di lokasi penelitian yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, sebagian praktik pelestarian itu tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pihak yang berkepentingan dengan tinggalan arkeologi harus segera turun tangan untuk menginformasikan cara pelestarian yang benar. Selain itu, dianggap perlu mengubah cara pandang pelestarian yang belum tepat agar dapat mencegah timbulnya masalah baru di masa depan.Participating in an archaeological heritage preservation can be done by anyone, including the community. However, the most important aspect is appropriate participation that will not cause new problems. The study in Tanjungredeb aimed to find out how the preservation operates, to understand the perspective of each archeological stakeholder, and the impact. This research used a descriptive-analytic method with a qualitative approach. Data collection was done by observations, interviews, and document studies. The analysis was conducted by compiling and classifying data to find patterns or themes; thus, their meaning can be understood. Results of the study indicate that there were efforts to preserve archeological remains in the study areas by governments and the communities. However, some preservation practises do not comply with the Law of the Republic of Indonesia number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. Therefore, it can be concluded that the parties concerned with archeological remains must immediately mediate to inform the correct method of preservation. Also, it is necessary to change imprecise perspectives of preservation to prevent new problematic matters in the future.
PERAN PEMUKIMAN PADA ABAD KE-14 HINGGA ABAD KE-20 MASEHI PADA DAS PAWAN, KALIMANTAN BARAT DENGAN PENERAPAN MODEL DENDRITIK Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Naditira Widya Vol. 12 No. 1 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 1 April Tahun 2018
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemukiman pada Daerah Aliran Sungai Pawan tumbuh dan berkembang di sepanjang aliran sungai, tumbuh danberkembang dari hulu hingga hilir sungai. Pemukiman ini dibangun pada beberapa tataran, dari yang sederhana sampaikompleks, dan bahkan ada yang berkembang menjadi skala urban. Permasalahan yang muncul berdasarkan perbedaan skala pemukiman tersebut adalah bagaimana peran pemukiman DAS Pawan sekitar 100-700 tahun yang lalu. Penelitian ini menggunakan penalaran deduktif dengan data kualitatif, dan lebih jauh menerapkan teori dendritik sebagai model untuk mengetahui peran pemukiman pada DAS Pawan. Dapat disimpulkan bahwa teori dendritik berlaku pada pemukiman DAS Pawan, dan menunjukkan bahwa setiap pemukiman memiliki peran dalam sistem pertukaran barang dan politik. Ancient settlements in the Pawan River Basin of West Kalimantan grew and flourished along the river banks, progressing from upstream to downstream. These settlements were constructed on several scales, from simple to complex, and even sometimes on an urban scale. Based on such variety of settlement scale arises a question regarding the role of settlements in the Pawan River Basin approximately 0.1-0.7 kya. This study uses deductive reasoning with qualitative data, and further applies a dendritic theory to the roles of the settlements in the Pawan watershed, dating from the 14th centuryonwards. It can be concluded that the dendritic theory applies to the Pawan DAS settlement, and shows that each settlementhas a role in the system of exchange of goods and politics.