Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penerapan Otomasi Perpustakaan Sekolah di Malang Raya Moh Safii; Setiawan Setiawan; Sokhibul Ansor; Dwi Novita Ernaningsih; Lidya Amalia Rahmania; Cicik Tri Jayanti
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/aks.v5i1.3880

Abstract

Berdasarkan data Kementrian pendidikan dan kebudayaan, sebanyak 34.19 persen sekolah di Indonesia dari 34 provinsi, belum memiliki perpustakaan. Padahal sesuai amanat UU No 43 Tahun 2007 hendaknya lembaga pendidikan termasuk sekolah ditunjang dengan perpustakaan. Perpustakaan tentu harus mengiringi perkembangan jaman dan mampu untuk memberikan layanan berbasis teknologi. Berdasar hal tersebut dan fakta bahwa tidak semua perpustakaan sekolah berjalan sesuai standar perpustakaan apalagi memanfaatkan otomasi perpustakaan. Maka pengabdian dalam bentuk pelatihan ini menjadi solusi dari gambaran permasalahan diatas. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini ialah ceramah, pelatihan dan pendampingan. Diikuti oleh 34 peserta dari pengelola perpustakaan Se Malang Raya yang terdiri dari Sekolah Swasta, Sekolah Negeri, Pondok Pesantren. Saat pelatihan aplikasi otomasi perpustakaan 100% terinstall pada laptop peserta dan dapat digunakan. Sehingga pengelolaan perpustakaan yang manual sudah terbantukan dengan otomasi perpustakaan dan meninggalkan proses manual/paperbased service ke arah perpustakaan digital. Kendala yang dihadapi peserta ketika monitoring dan evaluasi ialah dukungan teknis penyediaan hardware yang belum dipenuhi oleh pihak sekolah. Saran dan tindak lanjut dari kegiatan ini ialah ditingkatkannya pada tahap lebih lanjut yaitu inovasi layanan dan akreditasi perpustakaan.Kata kunci: otomasi perpustakaan; perpustakaan digital; perpustakaan sekolahImplementation of School Library Automation in Malang RayaABSTRACT  Based on data from the Ministry of education and culture, as many as 34.19 percents of schools in Indonesia from 34 provinces, do not yet have a library. Yet according to the mandate of Law No. 43 of 2007 educational institutions including schools should be supported by libraries. Libraries certainly have to accompany the development of the era and be able to provide technology-based services. Based on this and the fact that not all school libraries run according to library standards let alone utilize library automation. Then this service in the form of training is the solution to the picture above problems. The methods used in this service are lectures, training and mentoring. Participated in 34 participants from the library manager of Se Malang Raya consisting of Private Schools, Public Schools, Islamic Boarding Schools. During training, the library automation application is 100% installed on the participant's laptop and can be used. So that manual library management is helped by library automation and leaves the manual / paper-based service process in the direction of digital libraries. The obstacle faced by participants when monitoring and evaluation is technical support for providing the hardware that has not been met by the school. Suggestions and follow-up from this activity are to be improved at a further stage, namely service innovation and library accreditation.Keywords: library automation; digital library; school library
VARIASI PERUBAHAN FONOLOGIS NAMA BUAH-BUAHAN DALAM BAHASA JAWA DIALEK LUMAJANG, DIALEK MALANG, DAN DIALEK KEDIRI Cicik Tri Jayanti; Diah Arizona; M. Khilmi Fuadi; Rosalia Ayuning Wulansari; Sumiyanti R. Yaku Danga; Syifaul Jannah
BASINDO : jurnal kajian bahasa, sastra Indonesia, dan pembelajarannya Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Jurusan Sastra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nama buah-buahan tidak termasuk ke dalam daftar 200 kosakata dasar swadesh. Kendati demikian, perbedaan nama buah-buahan di tingkat dialek pada daerah yang berbeda merepresentasikan adanya tingkat kedekatan antardaerah tersebut. Secara umum, penelitian ini berangkat pada pertanyaan tentang fakta pembeda terkait perbedaan nama buah-buahan yang ada di tiga daerah, yakni Lumajang, Malang, dan Kediri.Untuk selanjutnya, terdapat dua tujuan khusus, yakni mendeskripsikan (1) perubahan fonologis nama buah-buahan dalam bahasa Jawa dialek Lumajang, dialek Malang, dan dialek Kediri dan (2) persentase perbedaan fonologis nama buah-buahan dalam bahasa Jawa dialek Lumajang, dialek Malang, dan dialek Kediri dengan menerapkan analisis dialektometri segitiga.Pendekatan metodologis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan pengumpulan data yang dipakai adalah metode lapangan langsung agar data yang dihimpun benar-benar mengambarkan fakta bahasa terkini yang ada. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode dialektometri segitiga. Metode ini memakai bilangan hasil sebagai dasar pemilahannya.Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa perubahan bunyi dalam bahasa Jawa. Perubahan tersebut meliputi Aferesis, Anaptisis dan vowel raising, Vowel Lowering, Epentesis, Protesis, Apokop,  Epentesis, dan Sinkop. Kesejumlah data yang terhimpun menunjukkan dua kategori hasil, yakni (1) rumusan kurang dari 20%  yang sama artinya dengan asal bahasa yang sama dan perbedaan hanya ada di tingkat dialek dan (2) kategori 21–30% mengacu adanya    perbedaan wicara,  yaitu pada dialek Malang dan dialek Kediri, dan antara dialek Kediri dan dialek Lumajang)Kata kunci: bahasa Jawa, dialek, dialektometri, perubahan fonologis
WACANA FIKSIMINI BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTUR, KETERPADUAN, PERMAINAN BAHASA, DAN FUNGSI Cicik Tri Jayanti
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 44, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.467 KB)

Abstract

This study is aimed to describe the characteristics of mini fiction by explaining the structure and coherence between elements, forms of language, and discourse functions in Indonesian mini fiction. It is a qualitative study by using mini fiction discouse as research objects. The research data were in the form of tweets by the users who retweeted any tweets from @fiksimini account. Thus, the data collected in the research were written and collected by transcribing the data. The results of the study showed that (1) the structure of mini fiction discourse consists of three elements, topic, title and content; (2) the language play in the discourse was presented through the reader’s understanding of the texts and some distortion of the language varieties; and (3) the mini fiction discourse has four functions, such as emotive, retorical, cognitive and poetic speech function.   Permalink/DOI: dx.doi.org/10.17977/um015v44i22016p175 
Tingkatan Makna Verba Prostitusi dalam Wacana Iklan Prostitusi Modern Cicik Tri Jayanti
JoLLA: Journal of Language, Literature, and Arts Vol. 1 No. 4 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.551 KB) | DOI: 10.17977/um064v1i42021p437-449

Abstract

Abstract: The meaning of prostitution is generally attached to sexual services around paid intercourse. However, the meaning of prostitution has expanded based on data about modern prostitution advertisements through Twitter social media. This research is a qualitative descriptive study that uses modern prostitution advertising discourse as data sourced from social media Twitter. Data collection was carried out from February 2 to March 15, 2021. After the data is collected, five steps are carried out, namely: (1) recording the verb prostitution, (2) writing down the abbreviation for the verb prostitution, (3) providing meaning, (4) finding the differentiating factor in the field of meaning, and (5) giving the level of the verb prostitution. Through matrix data analysis, 44 prostitution verbs have been graded based on eight different meaning factors, namely (1) Incall, (2) outcall, (3) Talking, (4) Laughing, (5) Relaxing, (6) Caring, (7) Ditemenin curhat, (8) Curhat, (9) Talk cutiepie, (10) Bacain dongeng sebelum tidur, (11) Deeptalk, (12) Healing, (13) Touching, (14) Nokiss, (15) Nosex, (16) Mutualisme, (17) Mutualan, (18) Pacar Kontrak, (19) GFE, (20) Professional cuddler, (21) Cuddle only, (22) hug, (23) Cuddle, (24) Pelukan, (25) Cuddling, (26) Cuddlecare, (27) Deephug, (28) Cudlle care, (29) Cc, (30) Sekadar dusel, (31) Sleeping, (32) Kissing, (33) FK, (34) foreplay, (35) HJ, (36) BJ, (37) Lc, (38) Love care, (39) LC berfantasi, (40) VCS, (41) SL, (42) HS, (43) Morning sex, dan (44) LT. The level of meaning is based on the order from the lightest meaning to the one with the most complex level of prostitution. Keywords: prostitution verbs, differentiators of meaning, levels of meaning, advertising discourse, modern prostitution advertisements. Abstrak: Makna prostitusi pada umumnya dilekatkan dengan layanan seksual seputar hubungan badan yang berbayar. Akan tetapi, makna prostitusi ternyata meluas berdasarkan data wacana iklan prostitusi modern melalui media sosial twitter. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif yang menjadikan wacana iklan prostitusi modern sebagai data yang bersumber dari media sosial twitter. Pengambilan data dilakukan sejak 2 Februari hingga 15 Maret 2021. Setelah data dihimpun, dilaksanakan lima Langkah, yakni: (1) mencatat verba prostitusi, (2) menuliskan kepanjangan dari singkatan verba prostitusi, (3) memberikan pemaknaan, (4) menemukan faktor pembeda medan makna, dan (5) memberi tingkatan verba prostitusi. Melalui analisis data matrix, diperoleh 44 verba prostitusi yang telah digradasi berdasarkan delapan faktor pembeda makna, yakni (1) saluran, (2) lisan, (3) sentuhan, (4) interaksi, (5) pelukan, (6) rebahan, (7) bibir, dan (8) seksual. Adapun 44 verba prostitusi meliputi (1) Incall, (2) outcall, (3) Talking, (4) Laughing, (5) Relaxing, (6) Caring, (7) Ditemenin curhat, (8) Curhat, (9) Talk cutiepie, (10) Bacain dongeng sebelum tidur, (11) Deeptalk, (12) Healing, (13) Touching, (14) Nokiss, (15) Nosex, (16) Mutualisme, (17) Mutualan, (18) Pacar Kontrak, (19) GFE, (20) Professional cuddler, (21) Cuddle only, (22) hug, (23) Cuddle, (24) Pelukan, (25) Cuddling, (26) Cuddlecare, (27) Deephug, (28) Cudlle care, (29) Cc, (30) Sekadar dusel, (31) Sleeping, (32) Kissing, (33) FK, (34) foreplay, (35) HJ, (36) BJ, (37) Lc, (38) Love care, (39) LC berfantasi, (40) VCS, (41) SL, (42) HS, (43) Morning sex, dan (44) LT. Sementara kedelapan faktor pembeda makna mencakup (1) saluran, (2) lisan, (3) sentuhan, (4) interaksi, (5) pelukan, (6) rebahan, (7) bibir, dan (8) seksual. Tingkatan makna tersebut berdasarkan urutan dari makna yang paling ringan hingga yang memiliki tingkat prostitusi paling kompleks. Kata kunci: verba prostitusi, pembeda makna, tingkatan makna, wacana iklan, iklan prostitusi modern
Pengembangan Prototipe Aplikasi Tech Culture JaPA (Java Phonetic Alphabet) sebagai Media Digitalisasi Pelafalan Fonem Bahasa Jawa Berbasis Android Cicik Tri Jayanti; Dwi Sulistyorini; Febri Taufiqurrahman; Afifah Fitri Wahyuningtyas; Rayhan Rizky Fadhillah; Reynaldi Januar Hudayanto; Sindy Firnanda
Jurnal Pendidikan Humaniora Vol 11, No 3: SEPTEMBER 2023 (Online First)
Publisher : Pascasarjana UM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan aplikasi tech culture pelafalan fonem bahasa Jawa berbasis android untuk pembelajaran bahasa Jawa pada tataran bunyi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian research and design (R&D) model Borg & Gall yang disederhanakan. Adapun tahapan penelitian meliputi tahap prapengembangan, pengembangan, dan pascapengembangan. Data dalam penelitian ini berupa fonem vokal, konsonan, dan kluster bahasa Jawa serta realisasinya dalam kata bahasa Jawa. Sumber data penelitian berupa literatur terkait fonologi bahasa Jawa serta narasumber ahli fonologi dan ahli bahasa. Hasil dari penelitian ini adalah prototipe aplikasi JaPA (Java Phonetic Alphabet). Berdasarkan hasil validasi oleh ahli fonologi bahasa Jawa, ahli bahasa, praktisi bahasa dan budaya Jawa, dan uji kelompok kecil, prototipe aplikasi JaPA (Java Phonetic Alphabet) valid untuk digunakan, utamanya sebagai media pembelajaran bahasa Jawa.aplikasi tech culture, bahasa Jawa, pelafalan fonem