Willy Yusmawan
Unknown Affiliation

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENURUNAN NILAI HANTARAN TULANG PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DENGAN KEMOTERAPI BERBASIS PLATINUM: KOMBINASI NEOADJUVANT PACLITAXEL-CISPLATIN DAN PACLITAXEL-CARBOPLATIN Cika Apriliana; Zulfikar Naftali; Willy Yusmawan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.426 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23300

Abstract

Latar belakang : Beberapa penelitian melaporkan bahwa paclitaxel-cisplatin dan paclitaxel-carboplatin, memproduksi radikal bebas yang bisa menyebabkan kerusakan sel rambut organ korti dengan akibat penurunan nilai ambang hantaran tulang pada audiogram nada murni. Tujuan : Membuktikan bahwa penurunan nilai ambang hantaran tulang audiogram nada murni pada kelompok penderita karsinoma nasofaring yang mendapatkan kemoterapi kombinasi neoadjuvant paclitaxel-cisplatin lebih besar dibandingkan kelompok yang mendapat kemoterapi kombinasi neoadjuvant paclitaxel-carbolpatin. Metode: Penelitian dengan pendekatan studi cross-sectional. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi di RSUP Dr. Kariadi Semarang dibagi dua kelompok, yaitu paclitaxel-cisplatin (kelompok 1) dan paclitaxel-carboplatin (kelompok 2). Data meliputi nilai ambang hantaran tulang audiogram nada murni kedua kelompok. Data dianalisis dengan chi-square, independent-sample t-test dan One-Way ANOVA. Hasil : Dua puluh enam subyek memenuhi kriteria inklusi, 14 subyek kelompok 1 dan 12 subyek kelompok 2. Rerata NA hantaran tulang kedua kelompok tidak berbeda bermakna (telinga kanan p=0,119 ; telinga kiri p=0,139). Penurunan NA hantaran tulang kelompok 1 lebih besar dibanding kelompok 2 dengan perbedaan selisih nilai ambang hantaran tulang bermakna ( telinga kanan p=0,00 ; telinga kiri p=0,00 ). Simpulan : Penurunan nilai ambang hantaran tulang audiogram nada murni penderita karsinoma nasofaring dengan kemoterapi kombinasi neoadjuvant paclitaxel-cisplatin terbukti lebih besar dibanding kelompok dengan kemoterapi kombinasi neoadjuvant paclitaxel-carboplatin.Kata kunci : Karsinoma nasofaring, paclitaxel-cisplatin dan paclitaxel-carboplatin, hantaran tulang.
PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI Kevin Ravido Widiono; Willy Yusmawan; Zulfikar Naftali
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.872 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18588

Abstract

Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang banyak diderita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Penanggulangan KNF saat ini masih merupakan suatu problem, hal ini dikarenakan oleh gejala dini yang tidak khas, serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat. Adapun, angka ketahanan hidup 5 tahun penderita KNF dalam beberapa penelitian cukup bervariasi.Tujuan: Mengetahui  tingkat harapan hidup 5 tahun penderita karsinoma nasofaring pada modalitas kemoterapi dan kemoradiasi.Metode: Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medik 50 penderita karsinoma nasofaring yang pernah diberikan terapi di RSUP Dr. Kariadi Semarang dalam kurun waktu 2011-2014. Metode penelitian yang digunakan adalah  historical cohort study untuk menilai harapan hidup 5 tahun. Data diolah dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan analisis data menggunakan uji Kaplan-Meier.Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna angka harapan hidup 5 tahun antara penderita yang diberi kemoradioterapi dengan penderita yang diberi kemoterapi (p=0,148). Angka ketahanan hidup 5 tahun penderita KNF yang mendapat kemoradioterapi sebesar 44% sedangkan angka ketahanan hidup 5 tahun penderita KNF yang mendapat kemoterapi sebesar 28%. Stadium KNF merupakan faktor yang mempengaruhi angka harapan hidup 5 tahun penderita KNF (p=0,036).Kesimpulan: Angka harapan hidup 5 tahun penderita KNF dengan kemoradiasi lebih tinggi daripada kemoterapi. Stadium klinis KNF merupakan faktor yang berpengaruh terhadap harapan hidup 5 tahun penderita KNF
FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL PENGGUNA CAT SEMPROT (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang) Andhita Restu Damayanti; Willy Yusmawan; Zulfikar Naftali
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (403.41 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14222

Abstract

Latar belakang : Masalah rinitis masih menjadi masalah kesehatan global di Indonesia. Rinitis akibat kerja (RAK) dapat mempengaruhi produktivitas pekerja, salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi adalah pekerja pengecatan mobil terutama yang menggunakan cat semprot.Tujuan : Mengetahui faktor-faktor risiko yang terkait dengan rinitis akibat kerja (RAK) yang disebabkan oleh pajanan cat semprot pada pekerja bengkel pengecatan mobil.Metode : Penelitian ini dilakukan pada 49 pekerja bengkel pengecatan mobil pengguna cat semprot di kota Semarang yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rinitis akibat kerja. Penelitian ini menggunakan desain belah lintang. Data diolah dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan analisis data melalui tiga tahap yaitu analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi square dan uji Fisher’s exact, dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.Hasil : Dari analisis chi square dan Fisher’s exact, tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian rinitis akibat kerja (nilai p = 0,058), tidak ada hubungan antara lama paparan dengan kejadian rinitis akibat kerja (nilai p = 0,342), ada hubungan antara kepemilikan ruang khusus pengecatan dengan kejadian rinitis akibat kerja (nilai p = 0,000), ada hubungan antara penggunaan masker dengan kejadian rinitis akibat kerja (nilai p = 0,019). Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik pada kepemilikan ruang khusus pengecatan dengan nilai p = 0,004 dan odds ratio 9,626.Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel yang diteliti terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kejadian RAK, yaitu variabel kepemilikan ruang khusus pengecatan dan penggunaan masker. Variabel kepemilikan ruang khusus pengecatan merupakan variabel yang paling berpengaruh.
PERBANDINGAN RESPON KLINIS PENDERITA KARSINOMA NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI CISPLATIN NEOADJUVANT DENGAN CONCURRENT Ulfa Trimonika; Willy Yusmawan; Dwi Marliyawati
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.707 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20702

Abstract

Latar Belakang : Salah satu modalitas kemoterapi pada karsinoma nasofaring stadium lanjut adalah kombinasi kemoterapi dan radiasi. Kombinasi kemoterapi dapat diberikan secara adjuvant, neoadjuvant dan concurrent. Pilihan kemoterapi concurrent mengalami kendala akibat keterbatasan alat dan waktu tunggu yang lama. Oleh karena itu pemberian kemoterapi neoadjuvant menjadi pilihan terapi. Cisplatin digunakan sebagai salah satu regimen kemoterapi. Penilaian keberhasilan terapi dapat dinilai dari respon klinis.Tujuan : Mengetahui perbedaan respon klinis penderita karsinoma nasofaring yang mendapat kemoterapi cisplatin neoadjuvant dengan kemoterapi concurrent.Metode : Penelitian observasional komparatif yang dikaji menggunakan data rekam medik di RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 2012-2016. Sampel dibagi menjadi kelompok yang mendapat kemoterapi neoadjuvant dan kemoterapi concurrent. Penilaian respon klinis yaitu respon positif : Complete Response (CR) dan Partial Response (PR); respon negatif : Stable Disease (SD) dan Progressive Disease (PD). Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.Hasil : Didapatkan 46 sampel, 23 mendapat kemoterapi cisplatin neoadjuvant  dan 23 mendapat kemoterapi cisplatin concurrent. Terdapat perbedaan bermakna pada respon klinis antara penderita KNF yang diberi kemoterapi concurrent dengan penderita yang diberi kemoterapi neoadjuvant (p= 0,049). Respon klinis positif pada kemoterapi concurrent sebesar 47,8% dan respon negatif 2,2% sedangkan pada kemoterapi neoadjuvant respon positif sebesar 34,8% dan respon negatif 15,2% (RR 1,375 dan 95% CI 1,035 – 1,827).Simpulan : Respon terapi penderita KNF yang mendapat kemoterapi concurrent lebih baik dari pada kemoterapi neoadjuvant. 
FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP SENSORINEURAL HEARING LOSS (SNHL) PADA PENDERITA SPEECH DELAY : STUDI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG Debby Fatmala Rahayuningrum; Zulfikar Naftali; Willy Yusmawan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.604 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14261

Abstract

Latar Belakang : Speech delay merupakan salah satu masalah tumbuh kembang anak. Salah satu penyebab speech delay yang paling sering terjadi adalah sensorineural hearing loss. Faktor risiko yang dapat memengaruhi sensorineural hearing loss bervariasi, mulai dari prenatal sampai faktor risiko setelah anak lahir.Tujuan : Menganalisis faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap sensorineural hearing loss pada penderita speech delay.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kasus kontrol. Subjek penelitian adalah 62 penderita speech delay, terdiri atas 31 penderita speech delay yang terdiagnosis SNHL sebagai kelompok kasus dan 31 penderita speech delay yang tidak terdiagnosis SNHL sebagai kelompok kontrol. Uji statistik analisis inferensial dilakukan menggunakan uji chi-square dan uji Fisher’s exact. Uji statistik analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik.Hasil : Berat lahir rendah merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap SNHL pada penderita speech delay (OR=27,259 CI=1,749-440,491; p=0,018). Riwayat prenatal, prematuritas, asfiksia neonatorum, ikterus neonatorum, dan riwayat postnatal tidak berpengaruh terhadap SNHL pada penderita speech delay.Kesimpulan : Berat lahir rendah merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap SNHL pada penderita speech delay.
PERBEDAAN SKOR RSI PENDERITA LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX YANG MENDAPAT OMEPRZOLE DAN LANSOPRAZOLE Sri Endah Eka Putri; Willy Yusmawan; Kanti Yunika
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.206 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i1.19393

Abstract

Latar Belakang : Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah hasil aliran balik isi lambung ke laring faring yang menyebabkan cedera mukosa laring dan faring. Reflux Symptom Index (RSI) digunakan sebagai diagnosis dan evaluasi terapi LPR. Omeprazole dan lansoprazole adalah Proton Pump Inhibitor (PPI) yang paling sering digunakan sebagai terapi initial LPR. Secara farmakokinetik lansoprazole memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi dan interaksi dengan obat lain sedikit.Tujuan : Mengetahui perbedaan efektifitas omeprazole dibanding lansoprazole terhadap skor RSI penderita LPRMetode : Penelitian observasional komparatif menggunakan data rekam medis di poliklinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2013-2017. Terdapat 47 sampel penelitian yang telah mendapat terapi selama 3 bulan dan dikelompokkan menjadi kelompok yaitu omeprazole dan lansoprazole. Evaluasi LPR setelah terapi dinilai dengan skor Reflux Symptom Index (RSI). Analisis hasil data dengan uji Independent T test, Mann Whitney dan Wilcoxon.Hasil : Rerata skor RSI sebelum terapi antara kedua kelompok dengan p=0,033. Sedangkan rerata skor RSI sesudah terapi antara kedua kelompok dengan p=0,056 (p>0,05). Uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan efektifitas yang bermakna antara kelompok omeprazole dan lansoprazole terhadap skor RSI sesudah terapi. Selisih rerata sebelum dan sesudah terapi kelompok omeprazole -7,30 ± 5,52 sedangkan lansoprazole -8,67 ± 5,86. Terdapat perbaikan yang bermakna pada seluruh gejala RSI pada kelompok lansoprazole. Simpulan : Tidak  terdapat perbedaan efektifitas yang bermakna antara kedua kelompok dan perbaikan masing masing gejala RSI pada lansoprazole lebih baik dibanding omeprazole
Respon neoadjuvant chemotherapy platinum based pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP Dr. Kariadi Semarang Dwi Marliyawati; Dwi Antono; Willy Yusmawan
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 43, No 2 (2013): Volume 43, No. 2 July - December 2013
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.476 KB) | DOI: 10.32637/orli.v43i2.67

Abstract

Latar belakang: Kemoradiasi meningkatkan survival rate pada karsinoma nasofaring (KNF) stadium lanjut. Waktu tunggu radioterapi lebih dari 2 bulan dan keterbatasan alat radiasi mengakibatkan neoadjuvant chemotherapy (NAC) platinum-based menjadi pilihan. Tujuan: Untuk mengetahui respon NAC platinum-based pada KNF. Metode: Penelitian cohort retrospective menggunakan rekam medis di RSUP Dr Kariadi Semarang 2007-2012. Sampel dibagi 2 kelompok: NAC 3 siklus dan lebih dari 3 siklus. Hubungan jumlah siklus dengan respon terapi pada tumor primer nasofaring dan kelenjar limfe leher diuji dengan chi square. Penilaian respon terdiri dari respon positif (complete response (CR), partial response (PR)), respon negatif (stable disease (SD) dan progressive disease (PD)).Hasil: Dari 97 sampel, 46 mendapat 3 siklus dan 51 lebih dari 3 siklus. Respon positif kelenjar limfe leher pada kelompok 3 siklus sebesar 67,4% (CR 30,5% dan PR 36,9%) dan tumor primer sebesar 50% (CR 11,9% dan PR 38,1%), sedangkan respon positif kelenjar limfe leher pada kelompok lebih dari3 siklus sebesar 78,4% (CR 56,8% dan PR 21,6%) dan tumor primer sebesar 62,5% (CR 23,9% dan PR 38,6%). Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah siklus dengan respon tumor primer (p=0,021). Penderita yang tidak mengalami penundaan terapi berpengaruh 4,6 kali lebih besar menyebabkan respon positif dibandingkan dengan yang mengalami penundaan. Jumlah siklus lebih dari 3 berpengaruh 2,8 kali lebih besar menyebabkan respon positif dibandingkan 3 siklus. Kesimpulan: Pemberian NAC platinum-based lebih dari 3 siklus mempunyai respon lebih baik daripada 3 siklus. Faktor penundaan berpengaruh lebih besar terhadap respon dibandingkan jumlah siklus. Kata kunci: Neoadjuvant chemotherapy platinum-based, respon terapi, karsinoma nasofaring.
PERBANDINGAN KEJADIAN LEUKOPENIA DAN TROMBOSITOPENIA PADA PENDERTIA KARSINOMA NASOFARING YANG MENDAPATKAN KEMOTERAPI PACLITAXEL CISPLATIN DAN CISPLATIN 5-FLUOROURACIL (5-FU) Nadya Tara Audina; Willy Yusmawan; Zulfikar Naftali; Suprihati Suprihati
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (352.228 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25355

Abstract

Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah nasofaring. Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Salah satu kombinasi obat kemoterapi adalah paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-fluorouracil. Efek samping dari kemoterapi timbul karena obat-obatan kemoterapi. Efek samping kemoterapi berbasis cisplatin dan melihat efek samping hematopoetik berdasarkan hemoglobin, leukosit dan trombosit. Efek samping tersebut mulai terjadi setelah seri pertama dan signifikan setelah seri-seri berikutnya. Sistem hematopoetik pascakemoterapi cisplatin-paclitaxel pada penderita kanker kepala dan leher menunjukkan penurunan yang signifikan setelah seri I, II dan III. Efek supresi sumsum tulang akibat paclitaxel terjadi 6 – 12 hari. Tujuan : Mengetahui perbandingan kejadian leukopenia dan trombositopenia pada penderita karsinoma nasofaring yang mendapatkan kemoterapi paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-fluororacil (5-FU). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dikaji dari rekam medis sebagai data sekunder poli THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2013-2017. Terdapat 97 sampel kelompok yaitu paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-FU. Analisis hasil data dengan uji Chi Square dan uji Fisher. Hasil : kejadian leukopenia pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi paclitaxel cisplatin sebanyak 37 (80,4%). Kejadian leukopenia pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi cisplatin 5-fluorouracil (5-FU) sebanyak 9 (19,6%). Kejadian trombositopenia pada penderita KNF yang mendapatkan kemoterapi paclitaxel cisplatin sebanyak 9 (69,2%) sedangkan kejadian trombositopenia pada penderita KNF yang mendapatkan kemoterapi cisplatin 5-fluorouracil (5-FU) sebanyak 4 (30,8%). Simpulan : Kejadian leukopenia dan trombositopenia ditemukan lebih banyak pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi paclitaxel cisplatin dibandingkan dengan cisplatin 5-fluorouracil (-FU).Kata Kunci    : Karsinoma Nasofaring, Kemoterapi, paclitaxel cisplatin, cisplatin 5-fluorouracil (5-FU)