Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

WACANA SEREMONIAL PIDATO DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (Speech Ceremonial Discourse in The Javanese Tradition Wedding Ceremony) Mulyana Mulyana
Sirok Bastra Vol 6, No 2 (2018): Sirok Bastra
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.456 KB) | DOI: 10.37671/sb.v6i2.129

Abstract

Pidato dalam upacara perkawinan adat Jawa adalah bagian penting dalam keseluruhan tradisi bahasa dan budaya Jawa. Sebagai satuan wacana, struktur, dan muatan budaya dalam pidato menyimpan sejumlah permasalahan. Tujuan penelitian menjelaskan penggunaan bahasa, estetika bahasa, dan perubahan wacana pidato. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik yang dilengkapi dengan analisis wacana (discourse analysis). Bahan penelitian atau data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan lisan pidato perkawinan (PP) yang dapat didokumentasikan selama penelitian. Tuturan yang diambil sebagai data, didokumetasikan dari tuturan langsung dalam upacara perkawinan yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa di wilayah Yogyakarta. Hasil analisis menunjukkan: pertama, bahasa yang digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa antara lain adalah: bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa campuran Jawa-Indonesia (Jawindo). Dalam penyampaiannya, wacana pidato kadang-kadang mengalami gejala alih kode dan campur kode, dan mengalami perubahan atau pergantian tingkat tutur. Kedua, unsur-unsur estetika yang digunakan dalam wacana pidato perkawinan yang berhasil ditemukan antara lain adalah: tembung saroja, tembung garba, yogyaswara, keratabasa, tembung entar, paribasan, bebasan, saloka, pepindhan, pralambang, purwakanthi, panambang bunyi ha-, seselan –in-, seselan –um-, tembung kawi, dan diksi religiusitas. Ketiga, terjadinya perubahan wacana pidato perkawinan disebabkan oleh perubahan konteks yang melatarbelakanginya. Konteks dalam hal ini berkaitan dengan situasi atau suasana yang berlangsung dalam upacara tersebut.  Speech in the Javanese wedding ceremony is important part in the Javanese tradition. But, as a unit of discourse, structure, and culture content in speech have several problems. This study aims to explain language usage, language aesthetics and speech discourse changes. This study used the sosiolinguistic approach that accompanied by the discourse analysis. This study used the object and/or data of the oral story about wedding speech (PP: pidato perkawinan) that gathered and documented as long as the study was conducted. The stories taken as data were documented from the direct stories in the wedding ceremony that performed by the Javanese in the area of Yogyakarta. The analysis results performed to the data could describe and explain several problems of this study. First, the spoken language in the wedding ceremony in the Javanese people were the Javanese, the Indonesian, and the mixed language between them called Jawindo (Javanese-Indonesian). Second, the aesthethics elements used in the wedding speech discourse that we found successfully were: tembung saroja, tembung garba, yogyaswara, keratabasa, tembung entar, paribasan, bebasan, saloka, pepindhan, pralambang, purwakanthi, panambang bunyi ha-, seselan -in-, seselan -um-, tembung kawi, and religious diction. Third, the change of the wedding speech discourse was happened because of the change of the underlying context. Context in this case related to the situation and ambience during the ceremony.
DINAMIKA BUDAYA PEWAYANGAN KE ARAH DUNIA REALITA DALAM WAYANG PESISIRAN Endang Nurhayati; Mulyana Mulyana; Siti Mulyani; Hardiyanto Hardiyanto; Doni Dwi Hartanto
Diksi Vol 29, No 2: DIKSI SEPTEMBER 2021
Publisher : Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/diksi.v29i2.39762

Abstract

(Title: The Dynamics of Puppet Culture Towards The World of Reality in Wayang Pesisiran). The world of puppetry is so attached to Javanese society where the changes of the times does not detract from the existence of puppets in Javanese people's lives. This study aims to describe the characteristics of coastal puppets and the dynamics of puppet culture towards the world of reality in coastal puppets using qualitative approaches. The data source used is a video of coastal puppets and interviews to Ki Kartono. Data is collected by means of listen, record, and interview. The data analysis used was the qualitative analysis of Miles Huberman (1992). Based on the results of research, coastal puppet shows always begin by introducing the mission of the show and introducing the main characters in the play to be told. The cultural dynamics of puppetry towards the world of reality in coastal puppets contain at least six dynamics, namely: a) religious; b) greetings; c) the territory of the country; d) socio-cultural; e) the growth of life (kasampurnaning dumadi); and f) employment. The dynamics that occur in the world of puppetry indicates the dynamic in Javanese puppetry in an effort to continue to maintain its existence in modern times today. Keywords: cultural dynamics, the world of reality, wayang pesisiran
THE SYMBOLIC MEANING OF JAVANESE KERIS’ PATRA ORNAMENT USING ETHNOLINGUISTIC APPROACH Ana Nugrahaini Izzati; Mulyana Mulyana
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 48, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2696.436 KB) | DOI: 10.17977/um015v48i12020p81

Abstract

The Symbolic Meaning of Javanese Keris’ Patra Ornament using Ethnolinguistic ApproachAbstract: This study aimed to describe and to know the terms and symbolic meanings of Javanese keris’ patra ornaments. The meaning is not only lexical but also cultural; meaning which is associated with the civilization prevailing in that society. This research is a descriptive study using ethnolinguistic approach. Ethnolinguistic approach is used to uncover the meaning of the term patra deder which is related to local culture. The results of this study indicated that the patra ornament of Javanese keris has certain terms in each part. The meaning contained in the patra deder of Javanese keris is related to human life. It means that religious support, behaving politely and not arrogant, respecting each other, being responsible, obeying the prevailing norms and having positive thought are substantial in human life.Keywords: Symbolic meaning, Patra of Javanese keris, Ethnolinguistic MAKNA SIMBOLIS ISTILAH ORNAMEN PATRA KERIS JAWA DENGAN PENDEKATAN ETNOLINGUISTIK Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan memahami istilah pada ornamen patra keris Jawa dan makna simbolis yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut tidak hanya makna leksikal saja, tetapi juga mengandung makna kultural yaitu makna yang dihubungkan dengan peradaban yang berlaku di masyarakat tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan etnolinguistik. Pendekatan etnolinguistik adalah menguak makna istilah pada patra deder yang dihubungan dengan kultur kebudayaan setempat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ornamen patra keris mempunyai istilah-istilah tertentu pada setiap bagiannya. Makna yang terkandung di dalam patra deder keris yaitu berhubungan dengan kehidupan manusia. Sebagai manusia harus mempunyai penopang agama dan dalam bertingkah laku harus sopan, tidak sombong, saling menghargai sesama, tanggung jawab, mentaati norma yang berlaku, dan selalu berfikir positif.Kata kunci: Makna simbolis, Patra keris Jawa, Etnolinguistik
Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Jawa Pesisiran: Kajian Wayang Pesisiran dalam Perspektif Etnolinguistik Mulyana Mulyana
Arif: Jurnal Sastra dan Kearifan Lokal Vol 1 No 2 (2022): Arif: Jurnal Sastra dan Kearifan Lokal
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.607 KB) | DOI: 10.21009/Arif.012.03

Abstract

Budaya Jawa Pesisiran (BJP) wilayah Pesisir Utara Jawa Tengah terus berdinamika dan tampak pada pertunjukan wayang kulit pesisiran. Penelitian ini bertujuan menjelaskan dinamika budaya pesisiran berdasarkan perspektif etnolinguistik. Penelitian dengan metode kualitatif naturalistik ini menggunakan sumber data dialog pertunjukan wayang video yang dimainkan Ki Wiwin Nusantara. Pendalaman latar dan konteks sosial budaya diperoleh melalui survei dari Tegal sampai Rembang. Wawancara dilakukan dengan informan terpilih, yaitu 2 (dua) dalang pesisir wilayah Lasem Rembang, Ki Kartono dan wilayah Pati, Ki Kartubi. Instrumen penelitian menggunakan catatan lapangan, panduan wawancara, dan pembacaan pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) genre wayang pesisiran bersifat variatif (tergambar dari iringan gending, tambahan wayang golek, lakon carangan, dan kelugasan bahasanya), (2) gambaran konteks sosial budaya masyarakat pesisir tecermin melalui diksi lokal dan bahasa Jawa keseharian yang cenderung vulgar dan tidak banyak tingkat tutur sebagai representasi masyarakat pesisir yang secara sosial dan kultural cenderung lugas dan apa adanya.
Dolanan Tradisional Pembentuk Karakter di Era Millennial Kharisma Pratidina; Mulyana Mulyana
CENDEKIA: Jurnal Ilmu Sosial, Bahasa dan Pendidikan Vol. 3 No. 1 (2023): Februari : Jurnal Ilmu Sosial, Bahasa dan Pendidikan
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/cendikia.v3i1.663

Abstract

Permainan merupakan unsur budaya yang tidak lepas dari dunia anak-anak. Permainan atau sering disebut dolanan merupakan unsur budaya yang universal, dimana masyarakat itu tinggal ada permainan. Secara garis besar permainan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu modern dan tradisional. Kedua kelompok itu memiliki ciri khas masing-masing. Dalam tulisan ini lebih menyorot pada dolanan tradisional, karena pada dolanan tradisional memiliki nilai-nilai khusus pembangun karakter khususmya di zaman Millenial. Zaman millennial sering disebut juga generasi X, dimana generasi ini adalah tahun kelahiran 1980an hingga 2000an yang mulai dijejali oleh teknologi-teknologi baru. Jadi dolanan tradisional mampu membentuk karakter kepribadian bagi anak di era sekarang.
ANALISIS WACANA KRITIS MODEL TEUN A. VAN DIJK DALAM LIRIK LAGU "MANGKU PUREL" CIPTAAN NURBAYAN Joko Arif Nur Fauzi; Mulyana Mulyana
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 19 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wacana termasuk dalam unsur kebahasaan yang paling kompleks. Wacana yaitu unsur dari bahasa yang lebih memiliki sifat pragmatis dan pemakaian serta pemahaman wacana di dalam sebuah komunikasi memerlukan berbagai macam alat. Teun A. Van Dijk merupakan salah satu tokoh linguistik serta tokoh analisis wacana kritis yang model teorinya banyak digunakan analis wacana di seluruh dunia. Lagu “mangku purel” merupakan salah satu karya musik bergaya dangdut ciptaan Nurbayan yang berkembang di masyarakat Indonesia. Lirik lagu “mangku purel” ini berisikan sindiran sosial terhadap pekerjaan seorang laki-laki yang suka bermain perempuan di tempat karaoke. Penelitian ini berfokus pada model teori Teun A. Van Dijk dan menganalisis struktur makro, menganalisis superstruktur, serta menganalisis konteks sosial yang terdapat pada lagu “mangku purel” ciptaan Nurbayan. Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, Lirik Lagu, Mangku Purel.
Krisis Sosial Dalam Novel Nasibe Guru Haryoko Kajian Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Adinda Alfiranda Zahroh; Mulyana Mulyana
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 19 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/job.v19n1.p302-317

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis wacana kritis dari novel Nasibe Guru Haryoko. Dalam penelitian ini dicermati dalam segala aspek mikrostruktural, mesostruktural, dan makrostruktural yang dikembangkan untuk mengolah teks dalam novel. Penelitian ini menggunakan objek penelitian yaitu novel berbahasa Jawa dengan judul Nasibe Guru Haryoko yang ditulis oleh seorang penulis Bernama Tulus Setiyadi. Penelitian ini menggunakan model analisis wacana kritis Norman Fairclough. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang digunakan sebagai dasar berpikir. Hasil penelitian menenjukkan bahwa dalam novel Nasibe Guru Haryoko melakukan pemilihan diksi, penggunaan kalimat sebab-akibat penggunan kalimat luas sebab akibat atau disebut sebagai dimensi teks bahasa sebagai alat linguistik yang didalamnya terdapat ideologi, yang kedua adalah dimensi kewacanaan dimana menginterpretasikan teks dan konteks. Ketiga adalah dimensi praktik sosial budaya atau mesostruktural dimana dalam wacana ditentukan oleh adanya proses sosial. Kata Kunci : Sosial, Fairclough, Novel, Krisis