Claim Missing Document
Check
Articles

Human Right, PSK And Justice In Law Octarina, Nynda Fatmawati; Nizaruddin Wajdi, Muh. Barid
VRIJSPRAAK : International Journal of Law Vol 1 No 1 (2017): September 2017
Publisher : FDI (Forum Dosen Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Human rights is an international issue and a highly prominent source of conversation in the current decade. This requires serious attention for its enormous dimensions of its influence in international and national life. The state of Indonesia as a state of law (rechtstaat) also needs to be understood higher attention to human rights. Therefore, that in reform era, a big agenda requires a change of life order in nation and state. One of the most notable changes is the protection of citizen rights related to Human Rights itself. Journalist as journalistic perpetrator can be categorized as a witness or victim if the condition fulfills the requirement as witness or victim as mentioned in Law of Witness and Victim Protection, Criminal Code. Victim means journalist is suffering from physical, mental, and/or economic loss caused by criminal act and as a witness if the reporter hears on his own behalf and personally experiences a criminal act. As a witness and victim, journalist is also entitled to the protection of the law granted by the state as in Witness and Victim Protection Act. These rights ensure safety and security of witnesses and victims to assist smoothness in a criminal proceeding process.
Urgensi Penemuan Vaksin Covid-19 sebagai Hak Milik Publik Octarina, Nynda Fatmawati; Kongres, Evi; Mardika, Mardika
Pandecta Research Law Journal Vol 16, No 1 (2021): June
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v16i1.28997

Abstract

Penemuan Vaksin COVID-19 tidak terlepas dari keuntungan (benefits), baik berupa hak ekonomi maupun hak moral yang diperoleh inventor atau penemunya, dan itu berkaitan dengan permohonan atau pendaftaran paten. Artikel ini membahas mengenai konsekuensi paten beserta hak eksklusifnya yang dianggap sebagai hambatan dalam memenuhi kebutuhan Vaksin COVID-19 bagi semua orang. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis-normatif, yang mencoba memecahkan permasalahan dengan menggunakan berbagai instrumen hukum melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan pentingnya dilakukan analisis mengenai adanya perbenturan antara kepentingan individu dan kepentingan publik dalam usaha penemuan Vaksin COVID-19. Pada akhirnya, penemuan Vaksin COVID-19 memang seyogyanya menjadi hak milik publik demi kepentingan kesehatan masyarakat global, maka pemerintah ataupun negara-negara dunia diharapkan menentukan apa dan bagaimana kebijakan yang sebaiknya dilakukan untuk mempercepat akses Vaksin COVID-19 secara adil dan merata, namun tetap mengakui keberadaan hak paten di dalamnya.The discovery of the COVID-19 Vaccine cannot be separated from the benefits, both in the form of economic rights and moral rights obtained by the inventor, and that related to patent application or registration. This article discusses the consequences of the patents and their exclusive rights which are considered obstacles in fulfilling the need for a COVID-19 Vaccine for everyone. The study uses juridical-normative research, which tries to solve problems using various legal instruments through a statute approach and conceptual approach. The result shows the importance of conducting an analysis of the conflict of interest between individual (private) interests and public interests in the discovery of the COVID-19 Vaccine should indeed belong to the public. In the last, the discovery of the COVID-19 Vaccine should indeed become public domain in the interests of global public health, so the government or world countries are expected to determine what and how policies should be implemented to accelerate access to the COVID-19 Vaccine fairly and equitably, but still recognize the patent rights in it.
Aspek Hukum Jurnalistik Tentang Penayangan Video Viral di Media Sosial Nynda Fatmawati Octarina; Anisatul Ulfa
Celebes Cyber Crime Journal Vol 1 No 1 (2019): Celebes Cyber Crime Journal
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL DIKTI) IX Sulawesi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.665 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat legalitas mengenai aturan jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik yaitu mencari,mengolah hingga menyiarkan berita di media sosial ditinjau dari Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang meneliti semua aturan-aturan hukum terkait isu hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai seorang jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik di media sosial harus mencantumkan sumber informasi yang disajikan, karena berkaitan dengan validitas informasi yang disampaikan. Meski dalam Undang-Undang ITE tidak dijelaskan mengenai pedoman berjunalistik di media sosial tetapi jurnalis mempunyai 2 aturan khusus yaitu Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan tentang Standar Program Siaran. Peraturan KPI tersebut telah mencakup perekaman tersembunyi, sumber informasi, dan hak narasumber sehingga para jurnalis wajib mematuhi peraturan tersebut baik saat melakukan kegiatan jurnalistik di media konvensional maupun di media sosiall.
PELAKSANAAN VERZET TERHADAP EKSEKUSI DALAM PERKARA PERDATA Nynda Fatmawati Octarina; Irma Yustiana
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.143 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i1.12784

Abstract

 Suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dilaksanakan dengan sukarela oleh pihak yang kalah. Pelaksanaan secara sukarela tersebut tidak menimbulkan masalah. Namun apabila seseorang enggan memenuhi isi putusan tersebut maka eksekusi dapat dipaksakan dengan bantuan kekuatan umum (execution force). Jika sebelumnya tidak dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai dengan menyita sekian banyak barang-barang bergerak, dan apabila diperkirakan belum cukup, juga dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran sejumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksana putusan tersebut. Putusan hakim yang juga dapat dieksekusi adalah salinan atau grosse akta hipotik dan akta notariil, yang berisi kewajiban membayar sejumlah uang dan memakai irah-irah ”Demi Keadilan Ketuhanan Yang Maha Esa” maka eksekusi dapat diartikan sebagai upaya paksa untuk merealisasikan hak, Pada prinsispnya eksekusi merupakan tindakan paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebelum putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi. Eksekusi baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa, terhitung sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan pihak tergugat (yang kalah) tidak mau menaati dan memenuhi putusan secara sukarela. perubahan putusan ini dilakukan atas kebijaksanaan ketua. pengadilan negeri yang memimpin eksekusi tersebut, jadi tidak dalam sidang terbuka. Diatas juga telah disinggung adanya pengertian ”uang paksa”, yang dalam bahasa Belanda disebut dwangsom atau astreinte. Dalam petitum dimohonkan agar tergugat dihukum untuk melakukan perbuatan, biasanya juga diminta agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah uang tertentu. Uang paksa ini merupakan suatu akal agar yang dihukum bersedia untuk melakukan suatu perbuatan, takut karena adanya uang paksa yang tinggi, lalu ia tidak berani melakukan kewajibannya.Kata-Kunci: Verzet, Eksekusi Dalam Perkara Perdata. A judge's decision which has definite legal force can be carried out voluntarily by the losing party. Such voluntary implementation does not pose a problem. However, if someone is reluctant to comply with the contents of the decision, then the execution can be enforced with the help of general power (execution force). If previously there was no confiscation of collateral, then the execution begins by confiscation of a large number of movable property, and if it is estimated that this is not sufficient, it is also carried out on the immovable property of the defeated party so that it is sufficient to fulfill the payment of the amount of money that must be paid according to the decision along with costs incurred in connection with implementing the decision. The judge's decision that can also be executed is a copy or grosse of the mortgage deed and notarial deed, which contains the obligation to pay a certain amount of money and use rah-irah "For the sake of the Justice of the Almighty God" then execution can be interpreted as a forced effort to realize rights. forced action taken by the court with the help of public power, in order to implement a court decision that has obtained permanent legal force. Before the decision has not yet obtained permanent legal force, execution efforts and actions have not yet functioned. The new execution functions as a legal and coercive legal action, starting from the date the decision has permanent legal force, and the defendant (the losing party) does not want to obey and fulfill the decision voluntarily. Changes to this decision are made at the discretion of the chairman. the district court that presided over the execution, so it was not in an open trial. The above also mentioned the meaning of "forced money", which in Dutch is called dwangsom or astreinte. In the petition it is requested that the defendant be punished for committing an act, usually it is also requested that the defendant be punished to pay a certain amount of money. This forced money is a reason so that the convicted person is willing to do an act, afraid because of the high forced money, then he does not dare to carry out his obligations.Keywords: Verzet, Execution in Civil Cases.
Tinjauan terhadap UU ITE untuk Penerapan Rekam Medis Berbasis Online pada Penduduk Muslim di Indonesia Nynda Fatmawati Octarina; Muh. Barid Nizaruddin Wajdi; M. Ikhsan Setiawan; Agus Sukoco; Tubagus Purworusmiardi; Nuning Kurniasih
AT-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah Vol 5 No 2 (2017): At-Tahdzib
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam At-Tahdzib Ngoro Jombang Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.435 KB)

Abstract

As the largest Muslim country in the world, Indonesia must have a complete analysis documents of medical records on online-based. especially for the Muslim population in Indonesia. Currently, Indonesia does not have laws specifically regulate the electronic medical records. Therefore, violation of the protection of personal data in electronic medical records may refers to any one part of the private right as set forth in the elucidation of 26th article 1st verse of UU ITE.
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Notaris yang Membuat Keterangan Palsu dalam Akta Otentik Subiyantana Subiyantana; Nynda Fatmawati Octarina
JURNAL RECHTENS Vol. 9 No. 2 (2020): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/rechtens.v9i2.786

Abstract

Abstrak  Seorang notaris terkadang tanpa diketahuinya ada keterangan palsu yang disampaikan para pihak, yang kemudian menjadi dasar pembuatan akta autentik. Perlu dikaji dan dianalisis pertanggungjawaban pidana notaris atas akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu serta mengkaji dan menganalisis akibat hukum yang timbul terhadap akta notaris yang didasarkan pada keterangan palsu.Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap akta yang dibuat olehnya berdasarkan apa yang dilihat, disaksikan, dan dialaminya dalam suatu perbuatan hukum jika secara sengaja atau lalai, notaris membuat akta palsu sehingga merugikan pihak lain. Pertanggungjawaban secara pidana, seorang notaris harus memenuhi unsur-unsur: melakukan tindak pidana; memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab; dengan kesengajaan atau kealpaan; dan tidak ada alasan pemaaf. Terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan keterangan palsu tidak dengan sendirinya mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum. Para pihak yang dirugikan dengan keberadaan akta seperti itu harus mengajukan gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan akta tersebut. Pertanggungjawaban pidana notaris perlu diatur dalam UUJN yang akan datang.  Kata Kunci:Notaris, Pidana, Perbuatan Melawan Hukum   Abstract  A notary sometimes without knowing there is a false statement submitted by the parties, which then becomes the basis for making an authentic deed. It is necessary to study and analyze the criminal liability of notaries for deeds made based on false information as well as to study and analyze the legal consequences arising from notary deeds based on false information. The notary can be held liable for criminal responsibility for the deed made by him based on what he has seen, witnessed and experienced in a legal act if intentionally or negligently, the notary makes a fake deed so that it harms other parties. For criminal responsibility, a notary must fulfill the following elements: committing a criminal act; have the ability to be responsible; intentionally or negligently; and there are no excuses. A notarial deed based on false information does not automatically result in the deed being null and void. The parties who are aggrieved by the existence of such a deed must file a civil suit to the court to cancel the deed. The criminal liability of notaries needs to be regulated in the upcoming UUJN.  Keywords : Notary, Criminal, Act against the law    
Kedudukan Hukum Pidana Atas Pengambilan Kendaraan Paksa Debitur oleh Debt Collector Lembaga Pembiayaan Imaculata Sherly Mayasari; Nynda Fatmawati Octarina
JURNAL RECHTENS Vol. 9 No. 2 (2020): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/rechtens.v9i2.788

Abstract

Abstrak  Penggunaan Debt Collector pada perusahaan pembiayaan konsumen tidak dilarang asal dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan tidak melanggar norma serta aturan yang ada. Akan tetapi pada prakteknya, para debt collector sering tidak beretika ketika menarik kendaraan milik debitur yang menunggak. Karena tugas mereka hanyalah menagih hutang bukan untuk menakuti, menyiksa apalagi berbuat yg sampai menghilangkan nyawa orang lain. Oleh karena itu, masyarakat agar mematuhi kontrak yang sudah dibuat kepada satu perusahaan pembiayaan konsumen dan pada debt collector agar tidak bertindak melanggar hukum dalam melaksanakan tugas-tugasnya.  Kata Kunci :  Debt Collector, Lembaga Pembiayaan, Penarikan Sepeda Motor   Abstract  The use of a Debt Collector in consumer finance companies is not prohibited as long as it is carried out in accordance with prescribed procedures and does not violate existing norms and regulations. However, in practice, debt collectors are often unethical when pulling vehicles belonging to delinquent debtors. Because their job is just a debt debt, not to fear, let alone taxes that have taken the lives of others. Therefore, the public must comply with the contracts that have been made with a consumer finance company and to a debt collector so as not to violate the law in carrying out their duties.  Keywords : Debt Collector, Financing Institution, Motorcycle Withdrawal
Aspek Hukum Pengikatan Jual Beli Tanah Petok D Menurut Kuhperdata Alur Anzarwati Sekoningtias; Nynda Fatmawati Octarina
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 5 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i5.22471

Abstract

The sale and purchase of land rights has been regulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Fulfillment of all requirements related to the implementation of buying and selling before a notary, a legal breakthrough was found and until now it is still carried out in the practice of buying and selling land, namely by making a binding deed of sale and purchase agreement (PPJB). This research is a type of normative legal research, namely research in which researchers examine document studies using various secondary data such as legislation on court decisions and legal theory. Based on the results of the study that the characteristics of the land sale and purchase agreement with the status of petok D follow the general provisions of the agreement law as regulated in Article 1457 of the Civil Code. It's just that the object of sale and purchase of land has the status of Petok D, then the procedure for the agreement is applied using provisions that are more specific in nature, namely guided by Government Regulation Number 24 of 1997 concerning land registration.Keywords: Sale and Purchase of Land Petok D, Sale and Purchase Binding Agreement. Abstrak Jual beli hak atas tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pemenuhan terhadap semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli dihadapan notaris, maka ditemukan suatu terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam praktek jual beli tanah yaitu dengan dibuatnya akta pengikatan perjanjian jual beli (PPJB). Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yakni penelitian dimana didalamnya peneliti mengkaji studi dokumen yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti perundang-undangan keputusan pengadilan dan teori hukum. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Karakteristik perjanjian jual beli tanah yang berstatus petok D mengikuti ketentuan umum hukum perjanjian sebagaimana yang telah diatur didalam Pasal 1457 KUHPerdata. Hanya saja obyek jual beli tanah berstatus petok D maka diberlakukan tata cara perjanjian dengan menggunakan ketentuan yang sifatnya lebih khusus yaitu berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.Kata Kunci : Jual beli tanah petok D, Perjanjian Pengikatan jual beli
Tinjauan Yuridis Putusan Constitutional Review Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Mantan Narapidana Untuk Menjadi Pejabat Publik Yang Dipilih Nanang Nur Wahyudi; Nynda Fatmawati Octarina
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 5 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i5.22472

Abstract

Political rights are protected by law, both internationally and nationally. Internationally, political rights are regulated by the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) and the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Political rights are also protected by our constitution and several other laws and regulations, especially Law No. 39 of 1999 concerning Human Rights. There is a provision which is a requirement to run for election which clearly limits and even negates a person's right to participate in exercising their human rights. This is clearly a violation of a person's human rights, which in this case the political rights of an ex-convict, especially in cases of corruption. If we look at the provisions of the 1945 Constitution, an ex-convict is also a citizen who has the same political rights as other citizens. The right to judicial review of regulations that are contrary to the 1945 Constitution, the authority of the right to examine lies with the Constitutional Court (MK). The Constitutional Court's decision provides legal certainty that a former convict in a corruption case is still allowed to run for regional head elections because ex-convicts still have political rights as citizens. To be able to run for regional head elections, ex-convicts after passing through a period of 5 (five) years have finished serving their sentence and have returned to community life as other people's lives. Respect the political rights of ex-convicts of corruption cases as an acknowledgment of human rights in the Republic of Indonesia which are constitutional rights regulated in the 1945 Constitution.Keywords: Prisoners, Judicial Review, Rights, Constitutional Court Decisions Abstrak:Hak Politik dilindungi hukum, baik secara internasional maupun nsional. secara internasional, hak politik diatur Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Hak politik juga dilindungi konsitusi kita dan beberapa peraturan Perundang-Undangan lainnya, serutama Undang-Undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Adanya ketentuan yang merupakan syarat untuk mencalonkan diri pada pemilihan yang jelas membatasi bahkan meniadakan hak seseorang untuk ikut serta dalam menggunakan hak azasinya. Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak azasi seseorang, yang dalam hal ini hak politik yang dimiliki oleh seorang mantan narapidana khususnya pada kasus korupsi. Apabila kita mencermati ketentuan UUD 1945, maka seorang mantan narapidana juga sebagai warga negara yang memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya. Hak Uji materiel terhadap peraturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka kewenangan hak menguji ada pada Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Mahkamah Konstitusi memberi kepastian hukum bahwa seorang mantan Narapidana kasus korupsi masih diperbolehkan untuk mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah karena mantan narapidana masih memiliki hak politik sebagai warga negara. Untuk dapat mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah, maka mantan narapidana setelah melewati masa 5 (lima) tahun selesai menjalani masa hukuman dan telah kembali kepada kehidupan masyarakat sebagaimana kehidupan masyarakat lainnya. Menghormati hak politik mantan narapidana kasus korupsi sebagai pengakuan terhadap hak azasi manusia dalam negara Republik Indonesia yang merupakan hak konstitusional yang diatur dalam UUD Tahun 1945.Kata Kunci: Narapidana, Judisial Review, Hak, Putusan Mahkamah Konstitusi
Analisa kepastian hukum terhadap kepemilikan unit rumah susun yang belum memperoleh sertifikat hak milik Meike Binsneyder; Nynda Fatmawati Octarina
Jurnal Cakrawala Hukum Vol 13, No 1 (2022): April 2022
Publisher : University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/idjch.v13i1.5623

Abstract

Along with the increasing need for residents to find jobs that provide better income in the city, this has had an impact on increasing the need for housing. On the one hand, the availability of affordable land and housing is a problem for the urban population explosion. For this reason, the effort to build flats is a priority for housing procurement, considering the large number of residents who need a place to live. With consideration of affordable prices, the construction of flats for middle-class residents while still paying attention to the standardization of decent, healthy, and comfortable housing. Law No. 20 of 2011 concerning Flats (UU Rumah Susun) in Article 24 explains that the construction of flats must comply with technical and administrative provisions and UUPK concerning the rights of residents buying flats to obtain a certificate which must be fulfilled according to the agreed agreement. The problem that occurs is that in fact, the flats are commercial in nature, both in the form of flats and apartments in several areas, many of which the owners have not yet obtained a certificate of ownership of the flats. With regard to this fact, after the flats are sold and bought by the public, the buyer is entitled to the part that has been sold, and the developer cannot own it.How to cite item: Binsneyder, M., Octarina, N. (2022). Analisa kepastian hukum terhadap kepemilikan unit rumah susun yang belum memperoleh sertifikat hak milik. Jurnal Cakrawala Hukum, 13(1), 38-48. DOI:https://doi.org/10.26905/idjch.v13i1.5623.