Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Peran Cadangan Beras Darurat di Kawasan Asia Tenggara nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v32n1.2014.73-85

Abstract

EnglishNowadays, negative impact of climate change on global food provision is apparent. As a disaster-prone region, ASEAN member countries in collaboration with Japan, Republic of Korea and the PRC have established a regional rice reserve named APTERR in 2012. Experts have split opinions regarding the benefit of regional rice reserve. Some experts argued that market is an efficient institution in distributing food, even in times of crisis. Meanwhile, other experts argue that relatively small and decentralized reserves are effective in coping with the problems of food insecurity in the region. Indonesia can view APTERR as an addition sources to the Government Rice Reserve in handling emergency needs, and in solving food insecurity issues. After a long formation process, APTERR has had appropriate mechanisms in operating a regional rice reserve. The challenge is to make APTERR becomes a more effective and efficient institution, and plays important role in maintaining stable rice price and supplies in the region. IndonesianAkhir-akhir ini dampak negatif perubahan iklim global terhadap penyediaan pangan global sudah mulai dirasakan. Sebagai kawasan produsen, yang sekaligus merupakan kawasan konsumen beras, serta sebagai kawasan yang rawan bencana, negara anggota ASEAN bekerja sama dengan Jepang, Republik Korea dan RRT secara resmi membentuk cadangan beras regional untuk keperluan darurat (APTERR) pada tahun 2012. Pembentukan cadangan beras APTERR ini diwarnai oleh perbedaan pendapat para pakar tentang manfaat cadangan beras regional. Sebagian dari pakar berpendapat bahwa pasar merupakan lembaga yang efisien dalam mendistribusikan pangan. Pada saat krisis pun pelaku pasar dapat membayar asuransi untuk mengantisipasi terjadinya gejolak pasar. Sebagian pakar lain berpendapat bahwa cadangan beras regional dalam jumlah yang relatif kecil dan terdesentralisasi akan efektif untuk penanganan kerawanan pangan dalam suatu kawasan. Keberadaan APTERR bagi Indonesia dapat dipandang sebagai suatu tambahan sumber daya bagi Cadangan Beras Pemerintah. Indonesia dapat mengakses bantuan beras APTERR untuk penanganan pasca bencana, serta untuk penanganan masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Setelah melalui proses pembentukan yang panjang, APTERR pada saat ini telah mempunyai sistem pengelolaan dan mekanisme pemanfaatan cadangan beras regional yang sesuai untuk mengantisipasi dan menangani keperluan darurat di kawasan. Tantangannya adalah bagaimana agar proses pemberian bantuan beras dapat lebih efektif dan efisien, serta ke depan agar APTERR dapat berperan dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di kawasan. Untuk itu perlu penyempurnaan mekanisme pengelolaan cadangan, peningkatan ketersediaan dana dan stok, serta peningkatan kerja sama dengan pihak swasta dan lembaga internasional untuk efisiensi distribusi bantuan beras APTERR.
Analisis usaha pembenihan udang rakyat di Jawa Barat: Studi kasus di Pangandaran, Ciamis nFN Saptana; Muchjidin Rachmat; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v11n2.1993.68-79

Abstract

IndonesianPosisi udang sebagai komoditi ekspor primadona non-migas dewasa ini mengalami kegoyahan sebagai akibat dari: (1) persaingan dengan negara eksportir lain seperti Taiwan, Thailand dan India, (2) merosotnya harga udang di pasar internasional, dan (3) resiko kegagalan tambak udang di tingkat petani yang semakin besar. Seberapa jauh keadaan tersebut berpengaruh pada usaha pembenihan udang rakyat yang akan diungkap. Hasil  analisis biaya dan keuntungan per meter kubik dari berbagai skala usaha menunjukkan usaha pembenihan udang masih menguntungkan. Skala kecil memperoleh keuntungan sebesar Rp 96.024/meter kubik, skala sedang memperoleh keuntungan sebesar Rp 113.018/ meter kubik dan skala besar memperoleh keuntungan sebesar Rp 130.480/meter kubik atas biaya total periode. Dilihat dari efisiensi pemanfaatan modal adri ketiga skala yang diteliti, menunjukkan bahwa skala kecil memperoleh nilai R/C ratio 1.70, skala sedang 1.98 dan skala besar 2.38. Hasil analisis margin menunjukkan bahwa besarnya margin tataniaga benur udang Rp 8,5/ekor, yang terdiri dari biaya tataniaga sebesar Rp 5,40/ekor (64 persen) dan keuntungan lembaga niaga sebesar Rp 3,10/ekor (36 persen) dari total margin tataniaga.
Ketahanan Pangan Indonesia di Kawasan ASEAN nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v33n1.2015.19-31

Abstract

EnglishInclusion of Indonesia in the ASEAN Single Market can be seen as opportunities and challenges for the national food resiliency. Results of the study shows that Indonesia was sufficient in food availability, moderate in food accessibility, low in food utilization, and relatively unstable in food price. To improve its food resiliency in the region, it is advisable for Indonesia to carry out some strategic steps as follows: (1) improving food self-resiliency, (2) developing local foods, (3) improving market access, and (4) improving cooperation in food security. The needed support policies were: (1) continuing efforts to increase sustainable food production, (2) developing local food industries, (3) promoting local food products, (4) improving infrastructures, logistics system, supply chain, as well as institutions and market information systems, (5) standardization of food quality and safety, (6) establishing collaboration in regional food security, and (7) managing regional food trade to achieve food resiliency. IndonesianMenjelang diberlakukannya pasar tunggal ASEAN akhir tahun 2015, Indonesia perlu untuk meningkatkan daya tahan perekonomiannya. Salah satu faktor yang menentukan daya tahan perekonomian nasional adalah ketahanan pangan nasional. Masuknya Indonesia di dalam pasar tunggal ASEAN dapat dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan untuk meningkatkan ketahanan pangan yang mandiri. Hasil kajian pustaka dan data sekunder menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai tingkat ketersediaan pangan yang cukup baik, kondisi akses pangan ekonomi yang sedang, tingkat pemanfaatan pangan yang kurang baik, serta tingkat harga pangan yang tinggi dan kurang stabil dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN pada umumnya. Agar Indonesia mendapatkan manfaat positif dari masuknya ke dalam pasar tunggal ASEAN, disarankan untuk melaksanakan langkah-langkah strategis sebagai berikut: (1) meningkatkan kemandirian pangan nasional, (2) mengembangkan pangan lokal, (3) meningkatkan akses pasar, dan (4) meningkatkan kerja sama dalam penanganan masalah pangan. Guna melaksanakan langkah-langkah strategis tersebut diperlukan dukungan kebijakan sebagai berikut: (1) melanjutkan upaya peningkatan produksi pangan pokok secara berkelanjutan, (2) mengembangkan industri pangan lokal dari hulu ke hilir, (3) meningkatkan promosi produk pangan lokal di pasar domestik dan pasar internasional, (4) meningkatkan infrastruktur, sistem logistik, rantai pasok, serta meningkatkan kelembagaan dan sistem informasi pasar, (5) menerapkan standardisasi kualitas dan keamanan pangan, (6) meningkatkan kerja sama dalam penanganan masalah pangan di kawasan, dan (7) memanfaatkan perdagangan pangan kawasan untuk penanganan masalah pangan manakala produksi pangan nasional tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Pola Pemilikan lahan dan produktivitas tenaga kerja pada berbagai daerah dengan kondisi pengairan yang berbeda Budi Santoso; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v1n2.1983.48-62

Abstract

IndonesianPola distribusi pemilikan lahan mencerminkan pola pemerataan salah satu faktor produksi pertanian yang vital. Untuk lahan dengan kondisi irigasi yang baik akan semakin kompleks permasalahannya karena nilai lahan akan semakin tinggi. Sedangkan produktivitas lahan dan tenaga kerja diperkirakan akan berbeda pula pada kondisi irigasi yang berbeda. Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan keadaan pola pemilikan lahan serta produktivitas lahan dan tenaga kerja pada berbagai daerah dengan kondisi pengairan yang berbeda. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa daerah yang keadaan irigasinya relatif lebih baik ada kecenderungan mempunyai pola penyebaran pemilikan lahan yang lebih timpang; tetapi tidak selalu menyebabkan pola penyebaran pendapatan di masyarakat juga lebih timpang. Beberapa faktor seperti sistem hubungan kerja kedokan/ceblokan (di Banyuwangi) dan letak geografi yang dekat dengan kota (di Blitar) diduga banyak mempengaruhi pola penyebaran pendapatan di masyarakat. Sedangkan daerah yang keadaan irigasinya relatif lebih baik, ada kecenderungan produktivitas marginal tenaga kerjanya lebih tinggi. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa sumbangan relatif tenaga kerja atas lahan sawah pada produksi padi cenderung semakin besar pada daerah yang kondisi irigasinya relatif lebih baik. Mengenai produktivitas marginal sumberdaya lahan cenderung lebih rendah pada daerah yang keadaan irigasinya relatif lebih baik.
Perkembangan investasi dan kaitannya dengan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja di Sub sektor Perikanan nFN Saptana; nFN Hermanto; Victor T. Manurung; Mat Syukur
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v12n1.1994.1-13

Abstract

IndonesianInvestasi pihak swasta pada subsektor perikanan rakyat dapat dikatakan berkembang, terutama oleh swasta nasional. Namun, disisi lain selama periode 1985 hingga 1990 terlihat bahwa realisasi investasi lebih rendah dari pada rencana. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap subsektor perikanan masih rendah terhadap investasi. Perkembangan investasi tidak hanya terlihat dari besarnya investasi dan laju pertumbuhannya, melainkan juga dari segi keragaman jenis usaha yang dikembangkan. Akhir-akhir ini jenis usaha dalam subsektor perikanan yang dikembangkan oleh swasta semakin banyak ragamnya. Namun perkembangan investasi oleh pihak swasta pada sub sektor ini tidak diikuti secara proporsional oleh perkembangan nilai ekspor yang mereka hasilkan. Selama periode 1986 - 1990 peranan pihak swasta pada sub sektor perikanan dalam penyerapan tenaga kerja relatif kecil. Secara umum rasio tenaga kerja dengan investasi pada subsektor ini lebih kecil dibandingkan dengan rasio tersebut pada subsektor lain dalam lingkungan sektor pertanian. Tampaknya teknologi yang digunakan oleh pihak swasta dalam subsektor perikanan lebih bersifat padat modal dibandingkan dengan teknologi yang digunakan oleh subsektor lainnya. Selain itu, ada indikasi bahwa teknologi yang digunakan oleh pihak swasta asing dalam usaha perikanan lebih bersifat padat modal dibandingkan dengan teknologi yang digunakan oleh swasta nasional. Oleh sebab itu jika kita ingin mengembangkan ekspor produksi perikanan sekaligus meningkatkan kesempatan kerja, maka investasi swasta nasional lebih tepat dikembangkan daripada investasi swasta asing.
Keragaan Investasi di Subsektor Perkebunan Muchjidin Rachmat; nFN Saptana; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v13n1.1995.1-21

Abstract

IndonesianPembangunan di subsektor perkebunan tidak terlepas dari peran investasi, baik yang bersumber dari pemerintah maupun swasta domestik maupun asing. Pemerintah telah merangsang investasi swasta melalui berbagai kebijaksanaan pemerintah khususnya dalam hal kemudahan investasi. Selama periode tahun 1968-1990, perkembangan nilai investasi di subsektor perkebunan yang disetujui oleh pemerintah meningkat dengan laju 17.8 persen pertahun untuk PMDN dan 9.0 persen pertahun untuk PMA. Kenaikan cukup besar terjadi pada PMDN sebagai akibat berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah. Kegiatan investasi perkebunan menyebar di seluruh propinsi, terbesar berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Penyebaran investasi di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan berperannya subsektor perkebunan bagi penyebaran pembangunan. Komoditi yang diminati sebagian besar adalah cokalt, karet, dan kelapa sawit, baik di bidang budidaya dan atau pengolahannya. Permasalahan umum yang dijumpai dalam menarik minat investasi di perkebunan adalah persaingan dengan sektor lain sejalan dengan sifat investasi di sektor pertanian umumnya memerlukan modal besar, ketergantungan terhadap faktor alam, memerlukan jangka waktu panjang, seringkali berlokasi di daerah terpencil (bukaan baru) serta harga produk pertanian yang tergantung kepada harga pasar dunia. Namun demikian investasi di perkebunan masih prospektif dilihat dari segi pasar dan didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam serta situasi negara yang stabil. Usaha untuk menarik minat investasi di perkebunan diperlukan penyebarluasan tentang informasi, baik informasi prospek pasar dan potensi daerah serta kemudahan dalam kegiatan investasi.
Pengembangan Cadangan Pangan Nasional dalam Rangka Kemandirian Pangan nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v31n1.2013.1-13

Abstract

EnglishFood reserve is essential in stabilizing domestic food supplies. According to the Law No. 18/2012 on Food, national food reserve system should meet two principles, namely: (1) the reserve should be mainly built upon the national food production, and (2) the reserve is a multi-layer reserve system. Since there are diversified local food sources, the national food reserve system can be functioned as sources of diversified food supplies for the society. Indonesia needs to build a robust and resilience national food reserve due to increases in threat of global food crisis, volatility of global food supplies and prices, risks of natural disasters, and relatively large numbers of food insecure people. Indonesia adopts the stock based on the utilization ratio method in determining the Government Rice Reserve. It is advisable to harmonize quantities and kinds of food reserves managed by Central Government, Local Governments, private sector, and community. IndonesianCadangan pangan merupakan sumber pangan penting untuk menjaga stabilitas pasokan pangan pada saat di luar musim panen dan di daerah defisit pangan. Menurut Undang Undang No 18/2012 Tentang Pangan, ada dua prinsip dalam pembentukan cadangan pangan nasional yang harus dipenuhi, yaitu: (1) bahwa cadangan pangan diutamakan bersumber dari produksi dalam negeri, dan (2) bahwa cadangan pangan nasional merupakan suatu sistem cadangan berlapis. Karena ketersediaan sumber pangan lokal yang beragam, maka cadangan pangan nasional dapat menjadi sumber bagi penyediaan pangan yang beragam bagi masyarakat. Kebutuhan akan cadangan pangan nasional yang kokoh dan mandiri semakin meningkat, karena meningkatnya ancaman krisis pangan global, meningkatnya gejolak pasokan dan harga pangan dunia, meningkatnya ancaman bencana alam, serta masih banyaknya jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di Indonesia. Pemeritah Indonesia menentukan jumlah cadangan pangannya berdasarkan rasio antara stok dengan konsumsi pangan yang disesuaikan dengan ketersediaan dana Pemerintah. Untuk mengelola cadangan pangan nasional yang efektif dan efisien, perlu harmonisasi jumlah dan jenis cadangan pangan Pemerintah, Pemerintah Daerah,  swasta dan masyarakat.
Pola Pemilikan dan Pengusahaan Lahan di Jawa Timur nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v3n2.1984.12-18

Abstract

There is no abstract available from the publish and or printed article
Perspektif pengembangan agribisnis udang tambak Indonesia: Studi kasus di Propinsi Jawa Barat nFN Saptana; Muchjidin Rachmat; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v12n2.1994.11-23

Abstract

IndonesianKomoditas udang merupakan salahsatu komoditas pertanian penting yang ditunjukkan oleh meningkatnya ekspor udang Indonesia di pasar internasional dari tahun ke tahun. Namun dewasa ini, dari penelitian di lapang menunjukkan bahwa udang yang dikelola secara ekstensif dan intensif menghadapi berbagai kendala yang berat, dan praktis banyak yang berjatuhan karena kegagalan dan kekurangan modal. Hasil analisis usaha tambak per hektar pada berbagai cara pengusahaan di Jawa Barat dengan R/C ratio menunjukkan bahwa usaha tambak intensif tidak layak diusahakan dengan nilai R/C ratio 0,97, usaha tambak semi intensif dan tradisional layak diusahakan dengan nilai R/C 1,60 dan 1,80. Dari hasil analisis margin pemasaran, besarnya marjin pemasaran Rp 5.680/kg (36,22 persen), yang terdiri dari biaya pemasaran 90 persen dan keuntungan pelaku tataniaga 10 persen. Sementara itu pangsa pasar yang diterima petani mencapai 63,7 persen dari harga jual ekportir. Tulisan ini ingin mengungkap keragaan dan permasalahan usaha tambak udang dan pemasarannya. Disamping itu juga akan diungkap perkembangan ekspor dan harga udang, serta kendala Indonesia dalam memasok pasar udang internasional.