Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Karakteristik Petani dan Pemasaran Gula Aren di Banten Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v27n1.2009.53-60

Abstract

EnglishThe Arenga pinnata palm trees do not only produce sap but also multipurpose products, such as edible fruits, building materials, fibers, and wax. Palm sugar agribusiness development copes with both technical and non technical constraint, e.g. low-skilled farmers, low yield, and less value added. To improve farmer’s capacity there are some steps to take, namely: (a) technical and management training, (b) provision of improved seed and processing unit equipments, (c) institutional and marketing empowerment, and (d) implementing better aren farming system. Furthermore, to increase farmer’s bargaining position it is essential to strengthen farmers’ groups through collective marketing system with farmers’ groups association, as well as farmers’ skill enhancement.IndonesianAren, Arenga pinnata merupakan tanaman serbaguna yang tidak hanya menghasilkan nira tetapi juga buah aren, bahan bangunan, ijuk dan sapu. Pengembangan agribisnis gula aren di Banten masih menghadapi hambatan teknis dan non teknis, seperti rendahnya keterampilan petani, rendahnya hasil produksi dan nilai tambah. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah operasional yaitu : (a)  pelatihan teknis dan manajemen, (b) penyediaan bibit, sarana dan prasarana pengolahan, (c) penguatan kelembagaan dan pemasaran, dan (d) penerapan budidaya aren secara  sistematis. Untuk meningkatkan posisi tawar petani dapat ditempuh melalui pemberdayaan kelompok tani aren dengan mewujudkan sistem pemasaran secara kolektif dengan koperasi atau Gabungan Kelompok tani (Gapoktan), disertai dengan peningkatan keterampilan petani.
Aspek penyaluran sapronak, pemasaran hasil dan pola kerjasama dalam PIR Perunggasan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Adang Agustian; Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v12n2.1994.38-49

Abstract

IndonesianPola kerjasama perunggasan yang diwadahi dalam konsep PIR masih menghadapi berbagai permasalahan mulai dari pengadaan bahan baku hingga pemasaran hasil maupun dalam sistem kelembagaan kerjasamanya. Hasil kajian mendapatkan bahwa (1) alur penyerahan pakan dari pabrik/industri setelah melalui agen/distributor umumnya langsung ke Poultry Shop (sebagai Inti), sedangkan penyaluran DOC dari Breeders sampai ke Poultry Shop dapat secara langsung atau melalui agen/distributor lainnya, (2) Poultry Shop/Inti masih merupakan tujuan penting dalam memasarkan hasil dari peternak, (3) Kenaikan harga pakan(petelur/pedaging) secara umum masih diatas kenaikan harga produk unggas itu sendiri, (4) Pola kerjasama antara Inti dan Plasma secara dominan terjadi secara kesepakatan. Upaya memperbaiki sistem kelembagaan yang ada dan tengah berjalan dalam konsep PIR unggas seyogyanya masih perlu dibenahi sehingga para peternak kecil dapat berkembang secara wajar.
Deskripsi perkembangan Lembaga Perkreditan di Pedesaan Jawa Timur Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v10n2-1.1993.46-55

Abstract

IndonesianDeregulasi bank telah berhasil meningkatkan jumlah lembaga perbankan, namun peningkatan jumlah lembaga tersebut belum mampu meningkatkan proporsi kredit pada sektor pertanian. Jumlah kredit untuk sektor pertanian relatif tetap yaitu sekitar 8 persen dari seluruh kredit yang tersalur. Disisi lain perkembangan pinjaman, simpanan masyarakat serta nisbah pinjaman terhadap masyarakat pada BRI Udes, LDKP dan bank pasar dalam kurun waktu terakhir menunjukkan adanya gejala bahwa arus dana dari pedesaan lebih besar daripada kredit yang mengalir ke pedesaan. Sementara itu dilihat dari segi penyebaran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) belum sepenuhnya menyentuh pedesaan, demikian pula dari aspek pengumpulan serta penyaluran melalui kredit tampak pernan BPR masih relatif kecil bila dibandingkan dengan lembaga perkreditan lainnya.
Deskripsi tingkat upah buruh tidak terdidik di pedesaan, Indonesia Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v11n2.1993.47-59

Abstract

IndonesianPengkajian tingkat upah buruh tidak terdidik di pedesaan dipandang sangat penting sebagai upaya mempelajari kondisi kesejahterraan masyarakat pedesaan. Upah buruh tidak terdidik yang dimaksud khususnya upah buruh tani (cangkul, tanam dan bajak) dan buruh non-pertanian (tukang dan kenek). Selama periode 1984 - 1991 tingkat upah (riil) di pedesaan dapat dikatakan menignkat, meskipun dengan pergerakan yang sangat lambat. Sementara itu dibeberapa propinsi contoh tingkat upah cenderung mengalami stagnasi. Secara umum tingkat upah pada musim kemarau untuk seluruh aktivitas relatif lebih tinggi dibanding musim penghujan. Hal ini terkait dengan banyaknya tenaga kerja buruh yang mencari kerja di perkotaan saat musim kemarau, disamping itu pada lokasi-lokasi tertentu waktu pengolahan lahan musim kemarau waktunya bersamaan dengan panen musim penghujan.
Prospek konsumsi cengkeh di Indonesia Bambang Sayaka; Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v8n1-2.1990.35-43

Abstract

IndonesianProspek cengkeh agaknya semakin tidak menentu sebagai akibat menurunnya harga cengkeh yang berkepanjangan serta tata niaga yang kurang sehat dalam mempertahankan harga dasar. Untuk memacu produktivitas cengkeh, salahsatu kebijakan yang cukup penting adalah masalah harga saprodi maupun harga cengkeh. Hal ini dapat ditempuh dengan menaikkan dana penyangga pemerintah dari Rp 62 milyar menjadi Rp 614 milyar serta menyempurnakan Keppres 8/80 tentang tataniaga cengkeh. Besarnya dana penyangga ini didasarkan pada hasil produksi serta harga per kg yang layak diterima petani. Untuk mengimbangi konsumen yang semakin monopsoni sebaiknya petani membentuk asosiasi agar posisi penawarannya menjadi lebih kuat atau membentuk badan penyangga cengkeh.
Implementasi Sosialisasi Insentif Ekonomi dalam Pelaksanaan Program Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Amar Kadar Zakaria; Benny Rachman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v31n2.2013.137-149

Abstract

EnglishTo maintain the existence and capacity of agricultural production, the Government Regulation No. 1/2011 (PP No.1/2011) was issued to regulate the Establishment and Conversion of Sustainable Food-Crop Agricultural Land. This regulation is a mandate of the Law No. 41/2009 (UU No. 41/2009) on sustainable food-crop agricultural land protection (PLP2B). Implementation of PLP2B need support of regional plan (RTRW), economic incentive, and institutional aspect. PLP2B implementation depends on support and participation of farmers such as consolidated land especially on irrigated lowland areas. The study aims: (i) to review the policy and implementation of PLP2B and the influencing factors; (2) to review economic incentive instrument; and (3) to review institutional aspect. This Act implementation is not well disseminated at regency’s level. Farmers’ response to this Act is good enough. IndonesianDalam upaya menjaga eksistensi dan kapasitas produksi pertanian, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. PP tersebut, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Untuk menunjang implementasi PLP2B perlu dukungan konkrit yang dalam operasionalnya berupa penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), insentif ekonomi dan aspek kelembagaan. Implementasi PLP2B sangat tergantung dari dukungan dan partisipasi masyarakat petani dan dalam pelaksanaan PLP2B konsolidasi lahan/usaha perlu diarahkan ke wilayah lahan sawah irigasi. Berdasarkan hal tersebut, telaahan ini bertujuan untuk: (1) membahas kebijakan dan implementasi Undang Undang PLP2B serta faktor-faktor yang mempengaruhinya; (2) mengkaji instrumen insentif ekonomi yang dibutuhkan dalam PLP2B; dan (3) mengkaji kelembagaan yang kondusif. Pelaksanaan program PLP2B belum sepenuhnya tersosialisasikan di tingkat kabupaten. Respon petani terhadap program PLP2B sangat baik.
Comparative advantage and sensitivity analysis of dairy farms by development patterns in West Java Benny Rachman
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 3, No 1 (1998)
Publisher : Indonesian Center for Animal Research and Development (ICARD)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.925 KB) | DOI: 10.14334/jitv.v3i1.86

Abstract

The study is aimed at analyzing feasibility of the dairy farm on several development scheme. Domestic resource cost (DRC) analysis is used to understand problems in dairy farms. The study was carried out during August to December 1994 in Bandung and Bogor regencies of West Java . The result of this study indicates that the milk production produced by credit pattern, recommendation pattern and farm group pattern namely, 3,800 liter/ut/year, 4,422 liter/ut/year and 4,270 liter/ut/year, respectively, and also the international market price is Rp. 375/liter tend to be efficient. This phenomena is characterized by coefficient of DRC <1 .0 . Nevertheless, in term of dairy farm development should be based on several aspects such as, economics of scale and scheme of dairy farm. Moreover, farm group pattern (PPK) is more relatively efficient than the others.   Keyword : Domestic resource cost (DRC), credit pattern, recommendation pattern, group pattern
DINAMIKA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI BENNY RACHMAN; KETUT KARIYASA
SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 2, No. 1 Februari 2002
Publisher : Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan PB.Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia. Telp: (0361) 223544 Email: soca@unud.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.362 KB)

Abstract

The increasing demand of water for economic activities trigger a consequence of higherpressure of irrigation water needs. On the other side, Water User’s Association (P3A), anorganization managing irrigation water from tertiary and quarter channel up to the rice field,finds it difficult to manage water resource in perspective of quantity, times and place. In linewith that, institutional adjustment in both government institution and institution at farm levelshould be carried out in order to improve efficiency of water management. Furthermore, tosupport local autonomy and the empowerment of Water Users Assosiation to undertake largerresponsibility in irrigation management as a strategic approach to improve efficiency ofirrigation system management at the local level. The involvement of farmers in managingirrigation water distribution should be promoted up to the upper level, i.e. through thedevelopment of P3A federation based on hidrological spread i.e. irrigation area.
DINAMIKA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI BENNY RACHMAN; KETUT KARIYASA
SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 3, No. 1 Februari 2003
Publisher : Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan PB.Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia. Telp: (0361) 223544 Email: soca@unud.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.362 KB)

Abstract

The increasing demand of water for economic activities trigger a consequence of higherpressure of irrigation water needs. On the other side, Water User’s Association (P3A), anorganization managing irrigation water from tertiary and quarter channel up to the rice field,finds it difficult to manage water resource in perspective of quantity, times and place. In linewith that, institutional adjustment in both government institution and institution at farm levelshould be carried out in order to improve efficiency of water management. Furthermore, tosupport local autonomy and the empowerment of Water Users Assosiation to undertake largerresponsibility in irrigation management as a strategic approach to improve efficiency ofirrigation system management at the local level. The involvement of farmers in managingirrigation water distribution should be promoted up to the upper level, i.e. through thedevelopment of P3A federation based on hidrological spread i.e. irrigation area.
DINAMIKA HARGA DAN PERDAGANGAN KOMODITAS JAGUNG BENNY RACHMAN
SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 3, No. 1 Februari 2003
Publisher : Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan PB.Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia. Telp: (0361) 223544 Email: soca@unud.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.894 KB)

Abstract

Corn price in Indonesia is quite related to corn price in the world market, exchange rate, andtrade policy. These aspects give some impact on domestic price stabilization policy. In linewith those issues, the objectives of this study are: (1) to analyze domestic and internationalcorn price prospective, (2) trade situation of corn commodity, and (3) to asses pricetransmission elasticity. Results of this study reply that corn price in the international markettend to decrease gradually. Growth of domestic corn price is affected by internationaleconomic condition i.e. international price and exchange rate. This case indicated by perfectlyprice transmission. Furthermore, to anticipate lower corn price in the international market andto support domestic producers, government should have implemented import tariffperiodically. In addition to support price policy, government should also consider theimprovement institutional aspects, such as marketing structure, farmers’ empowerment, andprice stabilization.