Awla akbar Ilma
Universitas Pamulang

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Memaknai Upacara Kematian dalam Bingkai Lokalitas Budaya Indonesia: Studi Kasus Tiga Cerpen Pilihan Kompas Awla akbar Ilma; Puri Bakthawar
SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Vol. 2 No. 1 (2020): Maret
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.354 KB) | DOI: 10.15642/suluk.2020.2.1.14-22

Abstract

Indonesian is a multicultural plural society. Therefore, almost every ethnic group in Indonesia has varied tradition and culture, especially in responding to the phenomenon of obsequies through unique ceremonies and symbols. The research aims to examine how people in several ethnic groups responded to the death event through traditional ceremonies represented by literary works, especially short stories in the 2014-2017 Kompas Selections. Samples to be used in this study are the short story "In the Body of the Tarra, in the Womb of the Tree" by Faisal Oddang in 2014, the short story "Linuwih Aroma Jarik Baru" by Anggun Prameswari in 2015, and the short story "Kasur Tanah" by Muna Masyari in 2017. Results research shows that the three short stories elevate and interpret the tradition of obsequies in Javanese, Madura, and Toraja cultures. In Javanese society, kawung batik is a symbol of man's separation from the natural world. In Madurese society, Sortana is a "gift" of human separation from the social environment. In Toraja society, the tradition of passiliran becomes a symbol of the reuniting of humans with nature as the original.
Sejarah Pemberontakan dalam Tiga Bab: Modernitas, Belasting, dan Kolonialisme dalam Sitti Nurbaya Moh Atikurrahman; Awla Akbar Ilma; Laga Adhi Dharma; Audita Rissa Affanda; Istanti Ajizah; Risyatul Firdaus
SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Vol. 3 No. 1 (2021): Maret
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.763 KB) | DOI: 10.15642/suluk.2021.3.1.1-22

Abstract

Meskipun Politik Etis menjanjikan modernitas Eropa yang mencerahkan namun ongkos dari kebijakan tersebut akhirnya juga dibebankan kepada pribumi yang notabene jarang merasakan dampak kolonialisme. Penerapan pajak perorangan (belasting) kemudian direspon masyarakat Hindia dengan pemberontakan. Dalam hal ini Perang Kamang (1908) dapat dipahami sebagai kesumat atas kebijakan simbolik pemerintah kolonial. Peristiwa pemberontakan berlatar Melayu pada peralihan abad XX tersebut tersaji dalam Sitti Nurbaya, sebuah roman yang bercorak melodrama sentimentil. Dengan memanfaatkan teori sosiologi sastra Swingewood diketahui roman modern pertama berbahasa Melayu Hindia tersebut menyajikan ketegangan antara manusia modern Samsulbahri dan manusia tradisional Datuk Meringgih. Duel mereka menandai goncangan yang tak terelakkan dalam dunia Melayu yang tengah menyongsong modernitas bikinan kolonial. Senjakala kebudayaan Melayu yang segera digantikan pranata Eropa digambarkan melalui ketegangan antargolongan dalam menempatkan adat Melayu konteks sosial-historis.
REPRESENTASI KEHIDUPAN EKSIL DALAM CERPEN “ASMARA DAN KEMATIAN DI PERBATASAN TIGA NEGARA” KARYA MARTIN ALEIDA Awla Akbar Ilma
Prosiding Seminar Nasional Sasindo Vol 1, No 1 (2020): Prosiding Seminar Nasional Sasindo Unpam Vol.1 No.1 November 2020
Publisher : fakultas sastra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/sns.v1i1.7882

Abstract

Tulisan ini bermaksud mengungkap kehidupan eksil Indonesia di Eropa dalam cerpen “Asmara dan Kematian di Perbatasan Tiga Negara” karya Martin Aleida. Adapun teori yang digunakan ialah teori pengkajian fiksi menurut Robert Stanton melalui konsep alur, relasi antar tokoh dan penggambaran latar geografi dan suasana Eropa. Data penelitian bersumber dari kata, klausa, dan kalimat-kalimat dalam cerpen baik narasi maupun dialog. Berdasarkan proses analisis diketahui bahwa cerita menggunakan alur masa kini-masa lalu-masa kini. Urutan waktu dan peristiwa demikian merepresentasikan kehidupan tragis dari para tokoh eksil. Mereka kehilangan identitas kewarganegaraan dan tercerabut dari budaya asalnya. Para tokoh pun selalu diliputi rasa cemas dan takut terutama ketika berhadapan dengan polisi dan hukum yang berlaku. Strategi bertahan hidup yang dilakukan ialah dengan berkelompok, menikah atau berpacaran, dengan sesama eksil sehingga relasi antar tokoh didasarkan pada semangat senasib sepenanggungan, rasa cinta dan prinsip kerja sama. Selain itu, latar hidupnya cenderung menghindari tempat-tempat ramai dan memilih kota-kota kecil seperti kota Aachen di Jerman serta kawasan-kawasan perbatasan negara yang berupa hutan-hutan. Impian dari para eksil ialah kembali memperoleh identitas sebagai warga negara Indonesia.
CITRA TOKOH PRIBUMI DAN BELANDA DALAM CERPEN “SELAMAT TINGGAL HINDIA” KARYA IKSANA BANU Awla Akbar Ilma
Jurnal Sasindo UNPAM Vol 10, No 1 (2022): Sasindo Unpam
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/sasindo.v10i1.1-14

Abstract

Penelitian  ini  bertujuan  memahami  citra  tokoh  pribumi  dan  tokoh Belanda dalam cerpen “Selamat Tinggal Hindia” karya Iksana Banu. Berdasarkan  teori  pascakolonialisme  dan  metode  pembacaan  dekat diketahui  bahwa  cerpen  ini  merepresentasikan  situasi  transisi  sesaat setelah  Indonesia  merdeka  melalui  sudut  pandang  tokoh  Martinus, seorang  wartawan  Belanda.  Melalui  sudut  pandang  ini,  tokoh Indonesia  digambarkan  dalam  dua  citra  antara  lain:  a).  Pribumi antagonis  yang  bodoh  dan  tidak  rasional  dengan  bertindak  kejam kepada siapapun, baik kolonial maupun sesama pribumi,  b) Pribumi yang  patuh  dan  mengabdi  kepada  para  tokoh-tokoh  Belanda. Sementara  tokoh  Belanda  diwakili  oleh  dua  kelompok,  yaitu  tokoh Belanda yang bekerja sebagai wartawan dan keturunan Belanda yang lahir serta tinggal di  Indonesia,  yang bahkan tidak mengenal negara Belanda sebagai negeri asal usulnya. Kedua kelompok ini meskipun ditampilkan  humanis,  namun  ternyata  masih  terpengaruh  pandangan kolonial  dengan  merasa  lebih  beradab  dan  superior  dari  tokoh Indonesia.  Cerpen  juga  tampak  memotret  betapa  kompleks  dan heterogennya  identitas  masyarakat  yang  tinggal  di  Indonesia  setelah kemerdekaan.  Meskipun  demikian,  tokoh-tokoh  Belanda  tetap diposisikan sebagai superior dan tokoh Indonesia sebagai inferior.Kata Kunci: pascakemerdekaan, superior, inferior, colonial
METODE PENELITIAN SASTRA LOKAL: SEBUAH RUMUSAN AWAL Awla Akbar Ilma; Puri Bakthawar
Jurnal Sasindo UNPAM Vol 7, No 2 (2019): SASINDO UNPAM
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.717 KB) | DOI: 10.32493/sasindo.v7i2.24-36

Abstract

Abstrak Munculnya karya sastra lokal di Indonesia akhir-akhir ini secara massif penting untuk direspon. Hal pertama yang perlu dilakukan ialah merumuskan metode penelitian yang sesuai dengan pendekatan dan permasalahan yang dominan muncul dalam karya sastra lokal. Permasalahan tersebut antara lain, narasi budaya lokal dan kearifan lokal yang ditampilkan di dalam karya sastra, serta relasi antara narasi budaya lokal dengan masyarakat, pengarang, dan pembaca. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis meyakini bahwa pendekatan klasik M.H Abrams, yang terdiri dari pendekatan objektif, mimetik, ekspresif, dan pragmatik relevan untuk menjawab dan menjelaskan permasalahan. Sementara metode penelitian yang digunakan ialah metode deskripsi analisis dengan langkah kerja sesuai asumsi dari masing-masing 4 pendekatan tersebut. Hal yang penting dalam penelitian sastra lokal ialah penelusuran data melalui sumber pustaka dan wawancara. Data wawancara penting untuk membangun pemahaman mengenai konteks budaya dari masyarakat yang digambarkan oleh karya. Sementara analisis yang penting dilakukan ialah mendeteksi sikap dari karya sastra dalam memandang budayanya sendiri dan budaya lain dalam interaksi budaya. Analisis ini merupakan langkah awal dalam mendeteksi munculnya sikap-sikap negatif dalam tumbuh kembangnya budaya lokal, yakni sikap konservatif dan persaingan budaya yang tidak sehat.