Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga

Pandangan Ulama Dayah terhadap Warisan Patah Titi Ditinjau Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar) Armiadi Armiadi; Edi Yuhermansyah; Arifa Santi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 2 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i2.7697

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi dari sebuah problematika warisan patah titi atau secara formal disebut dengan ahli waris pengganti. Di mana masyarakat yang masih menggunakan sistem patah titi untuk anak-anak yang ditinggal oleh orang tua sebagai ahli waris dari harta orang tuanya yang pada dasarnya masih hidup. Hal ini sebagian masyarakat Aceh memutuskan bahwa anak-anak tersebut dari orang tua yang meninggal terlebih dahulu dari pewaris tidak mendapatkan harta warisan dikarenakan anak tersebut tidak ada pembagian yang rinci di dalam Al-Quran sehingga anak tersebut terhalang mendaptkan warisan dari kakek-kakeknya. Hanya saja ada sebagian masyarakt Aceh yang memberikan sedikit dari harta tersebut sebagai hadiah untuk anak yang terhalang mendaptkan warisan tersebut. Hal ini dikarenakan banyak perspektif masyarakt yang masih memegang fikih lama dan masih berpegang dengan fikih lama tersebut.  Secara teori Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa bagian ahli waris seorang cucu yang ayahnya meninggal dunia tetap mendapat harta warisan. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti permasalahn tersebut apakah sistem patah titi yang di pegang oleh masyarakat Aceh masih digunakan secara keseluruhan atau tidak. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan kualitatif dan dianalisis menggunakan analisis deskriftif. Berdasarkan penelitian yang di telah dilakukan dapat dikatakan bahwa ada sebagaian masyarakat yang menjalankan sistem kewarisan sesuai dengan Hukum Islam dan juga menggunakan sistem perundangan yang berlaku namun ada juga yang mennggunakan Hukum Islam tidak dibarengi dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia dengan kata lain masih menggunakan sistem warisan path titi yaitu cucu tidak mendapatkan harta warisan dari kakeknya dikarenakan orang tuanya lebih duluan meninggal dari pada pewaris ata kakeknya tersebut. Menyangkut dengan pandangan ulama dayah tersendiri ada beberapa pendapat yang berbeda dari ulama-ulama dayah tersendiri dengan alasan-alasan tersendiri. Akan tetapi alasan tersebut dikaitkan dengan Hukum Islam dan juga mengacu kepada kitab-kitab fikih klasik maupun modern. 
Peran Hakam (Juru Damai) dalam Mengatasi Perceraian (Studi Di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang, Malaysia) Armiadi Armiadi; Muhamad Al-Fattah Bin Abu Bakar
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5563

Abstract

Hakam merupakan suatu istilah perwakilan untuk urusan suami istri atau sering disebut juru damai yang diutus pada saat terjadi perselisihan rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang peran dan upaya hakam (juru damai), kendala-kendala serta efektifitas dibentuknya hakam sebagai juru damai dalam upaya mengurangi angka perceraian di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang Malaysia. Dalam menyusun artikel ini, penulis menggunakan metode kajian lapangan (field research) dengan menggunakan beberapa teknik yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Data-data yang terkumpul tersebut bersumberkan kepada data primer yaitu data-data yang peneliti peroleh dari lapangan dan data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku, ensiklopedia, dan karya tulisan ilmiah yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam kajian ini, penulis mendapati bahwa peran hakam (juru damai) adalah mendamaikan atau menjadi penengah antara pasangan suami istri yang sedang bersengketa, dengan cara meneliti dan mencari titik akar permasalahan dengan harapan dapat didamaikan. Hakam (juru damai) berupaya untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab perselisihan atas kebijaksanaan mereka untuk mendapatkan jalan terbaik dalam proses perdamaian. Penulis juga mendapati bahwa adanya kendala-kendala yang timbul dari proses perdamaian tersebut, antaranya adalah tidak ada kerjasama dari para pihak, tidak ada insentif yang diberikan kepada hakam (juru damai), sulit untuk menemukan perwakilan dari pihak yang bersengketa jika pihak yang disengketakan tidak memiliki keluarga, hakam (juru damai) yang saling bertukar atas perintah Mahkamah dan sampai saat ini Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang belum menerbitkan suatu kaidah-kaidah khusus tentang kriteria hakam (juru damai). Adapun peran hakam (juru damai) di dalam mengatasi perceraian di Jabatan Kehakiman Syari’ah Pulau Pinang Malaysia masih kurang efektif karena statistik perceraian yang telah dikeluarkan ternyata masih mengalami angka peningkatan.
Persepsi Pekerja Wanita sebagai Pedagang dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi Kasus Di Pasar Aceh Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh) Armiadi Armiadi; Sartika Indah Sari
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 2 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i2.7629

Abstract

Berdagang merupakan usaha yang banyak ditemukan dalam konteks kehidupan masyarakat. Profesi berdagang tentu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Biasanya, peran yang biasa digeluti dalam profesi berdagang ini adalah laki-laki. Namun demikian, pekerja wanita juga sangat banyak dijumpai salah satunya di Pasar Aceh. Dalam konteks hukum, pekerja wanita sebagai pedagang dilakukan dengan syarat, yaitu harus adanya izin dari wali atau suami. Permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimana persepsi pekerja wanita Pasar Aceh tentang hukum wanita bekerja sebagai pedagang dan jenis perdagangan apa saja yang mereka geluti, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pekerja wanita sebagai pedagang di Pasar Aceh Kecamatan Baturrahman Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus (case study). Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis melalui cara analisis-normatif.Temuan penelitian menunjukkan bahwa menurut pekerja wanita di Pasar Aceh Kecamatan Baturrahman Kota Banda Aceh, hukum wanita bekerja sebagai pedagang dibolehkan dengan syarat harus mendapat izin suami dan wali bagi yang belum menikah. Adapun jenis perdagangan apa saja yang mereka geluti di antaranya menjual kebutuhan rumah tangga seperti peci, sandal, usaha jahit baju dan kain, kosmetik, baju dan jilbab anak-anak, alat memasak dan pedagang es campur. Menurut hukum Islam, pekerja wanita sebagai pedagang dibolehkan. Dilihat dari sisi normatif, terdapat beberapa ketentuan ayat Alquran yang menyeru agar manusia berusaha dan mendapatkan hasil dari usahanya, seperti ketentuan al-Nisā’ ayat 29 dan ayat 32, surat al-Aḥzāb ayat 33. Dalam HR. Bukhari dan HR. Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah mempekerjakan perempuan sebagai tenaga medis atau perawat sahabat yang terluka pada saat peperangan. Dari sisi historis, isteri Rasulullah saw yaitu Khadijah merupakan pedagang dan saudagar kaya yang menunjukkan bahwa wanita juga bekerja pada masa Rasulullah. Dari sisi logis, perempuan yang bekerja sebagai pedagang merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ekonomi yang menurun mengharuskan perempuan untuk bekerja.