Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Tingkat Kesadaran Keuchik Kecamatan Syiah Kuala Terhadap Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Azmil Umur; Andrian Minal Furqan
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v7i2.3971

Abstract

Qanun Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat merupakan sebuah qanun yang mengatur tentang bagaimana kehidupan adat seharusnya dijalankan agar tidak terjadi penyelewengan terhadap kultur masyarakat adat khususnya di Aceh yang sudah lama terbentuk secara turun temurun. Dalam qanun ini juga mengatur tentang pidana ringan, baik itu jenis pidananya, jenis hukumannya, dan juga bagaimana penyelesaiannya. Pemberlakuan Qanun ini banyak terjadi penyelewangan dalam masyarakat, baik itu karena main hakim sendiri, ataupun karena hukuman yang tidak sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam Qanun. Khususnya sebagai Keuchik, yang merupakan salah satu aparatur Gampong yang berkewajiban untuk menjalankan Qanun ini harusnya mempunyai pemahaman dan kesadaran hukum tentang Qanun Nomor 9 Tahun 2008. Ada tiga persoalan pokok dalam penelitian ini, pertama; Bagaimana tingkat pemahaman Keuchik Kecamatan Syiah Kuala terhadap Qanun Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat, kedua; Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa/perselisihan oleh Keuchik Gampong Rukoh, Gampong Tibang dan Gampong Pineung, ketiga; Apakah Penyelesaian Sengketa/Perselisihan oleh Keuchik Kecamatan Syiah Kuala sudah sesuai dengan Qanun Nomor 9 Tahun 2008. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research), yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara melihat tingkat pemahaman hukum dan kesadaran hukum Keuchik Kecamatan Syiah Kuala, yang kemudian dijelaskan secara sistematis mengenai data-data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan tinjauan dari rumusan masalah yang ada. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Keuchik Kecamatan Syiah Kuala memiliki pemahaman dan tingkat keasadaran hukum yang tinggi. Hal ini dilihat dari 4 indikator kesadaran hukum yang dijadikan sebagai alat ukur pada penelitian ini, yaitu pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan perilaku hukum. Berdasarkan hasil peneltian tersebut dapat dikatakan pemberlakuan Qanun Nomor 9 tahun 2008 telah berhasil, walaupun belum bisa dikatakan berhasil secara sempurna. Sehingga pemerintah perlu upaya ekstra untuk mensosialisasikan lagi secara khusus kepada Keuchik-keuchik yang ada di provinsi Aceh khususnya.
BIRTH RECORDING ACCORDING TO ARTICLE 31 QANUN ACEH BARAT DAYA NO. 13 of 2012 CONCERNING THE IMPLEMENTATION OF POPULATION ADMINISTRATION (Case Study in Gampong Gunung Samarinda, Babahrot District Regency. Aceh Barat Daya) Azmil Umur
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v10i2.8230

Abstract

Dalam pemenuhan  hak dan kewajiban penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya di bidang pendaftaran penduduk dan catatan sipil, maka diperlukan pengaturan secara komprehensif untuk menjadi pegangan dan pedoman bagi seluruh aparatur pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya sebagaimana telah diatur di dalam Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 13 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana implementasi Pasal 31 Ayat (1) Qanun Aceh Barat Daya Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam implementasi Pasal 31 Ayat (1) Qanun Aceh Barat Daya Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Gampong Gunung Samarinda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Sumber data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan tersier. teknik pengumpul data digunakan observasi, angket dan wawancara. Hasil penelitian ditemukan bahwa dalam hal pengurusan akta kelahiran masih banyak masyarakat Gampong Gunung Samarinda yang belum memiliki akta kelahiran yaitu dari 1.838 orang hanya 880 orang yang memiliki akta kelahiran dan 958 orang yang belum memiliki akta kelahiran. Kesadaran masyarakat Gampong Gunung Samarinda dalam hal pembuatan akta kelahiran masih kurang. Dengan demikian, implementasi pasal 31 Qanun Aceh Barat Daya Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Gampong Gunung Samarinda belum berjalan maksimal artinya Qanun tidak berjalan sesuai yang diharapkan  karena  masih  banyak  masyarakat yang belum memiliki akta kelahiran, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembuatan akta kelahiran yaitu  pada  umumnya  kesadaran  masyarakat untuk mengurus akta kelahiran sangat kurang dan juga faktor sulitnya birokrasi serta banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan akta kelahiran dikarenakan jarak tempuh yang jauh.  
Alasan Fasakh Karena Penyalahgunaan Narkoba Menurut Seksyen 53 Enakmen No.7 Undang-Undang Keluarga Islam Kedah Darul Aman, Malaysia Azmil Umur; Asrul Nizam Bin Mat Nod
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 1 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i1.7710

Abstract

Fasakh merupakan suatu bentuk perceraian yang dapat dilakukan oleh pasangan suami dan isteri apabila terjadinya ketidakcocokan dalam rumah tangga. Fasakh disyariatkan dalam rangka menolak kemudharatan demi menghindari tidak tercapai tujuan perkawinan. Fasakh dapat disebabkan karena suami tidak mampu memberikan nafkah kepada isteri, terjadinya keaiban atau kecacatan, ghaib atau menghilangkan diri, berlakunya kekejaman atau penganiayaan dan dihukum penjara. kajian ini ingin menjawab pertanyaan tentang bagaimana pertimbangan Hakim terhadap kasus fasakh karena alasan narkoba dan apa ketetapan Hakim terhadap isteri yang menfasakhkan suami yang diketahui sebagai pecandu narkoba sejak sebelum akad nikah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan field research (penelitian lapangan) dan library research (penelitian pustaka). Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa Hakim Syarie di Mahkamah Syariah Kedah menetapkan putusan bagi kasus fasakh karena alasan narkoba didasarkan kepada dampak dari narkoba tersebut dan didasarkan pada alasan Seksyen 53 (h) (ii) dan (l). Hakim Syarie menggunakan konsep kemudharatan sebagai dasar dalam menetapkan putusan tersebut. Hakim Syarie tidak mempunyai ketetapan yang khusus terhadap isteri yang menfasakhkan suami yang diketahui sebagai pecandu narkoba sejak sebelum akad nikah. Isteri dapat menggunakan hal tersebut sebagai bukti yang kuat dalam argumentasi untuk membuktikan bahwa suami masih melakukan perbuatan tersebut walaupun setelah menikah.
Faktor Penyebab Meningkatnya Angka Gugat Cerai (Studi Kasus di Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh) Mohd. Kalam Daud; Azmil Umur; Nurshadrina Ismail
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 2 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i2.7698

Abstract

Kehidupan perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa cinta dan kasih sayang, dan masing-masing suami istri memainkan peran pentingnya untuk saling mengasihi. Sebesar mana keserasian, keharmonisan, khangantan, dan saling memahami di antara suami istri, sebesar itulah kehidupan perkawinan menjadi kehidupan yang bahagia, indah dan nikmat. Di antaranya tumbuh keluarga bahagia dan sempurna yang merasakan ketenangan, ketentraman, dan kehidupan yang baik, yang dirasakan suami istri. Kompilasi Hukum Islam (KHI), pernikahan merupakan akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, seta bertujuan untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sebagaimana dalam pasal No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk kelurga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) disebut dengan ikatan yang kuat. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan peneltian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuanlitatif yaitu cara penelitian tradisional, prosedur dan aturan penelitiannya disusun dengan cermat, analisis data yang berupa angka-angka, sasaran kajian atau penelitian adalah gejala-gejala yanng ecara keseluruhan, satuan individual dipilah-pilah dan digolongkan ke dalam variabel-variabel, atau satuan golongan-golongan dengan ciri-ciri tertentu, sesuai dengan kepentingan penelitian. Pada tahun 2017 penyebab tertinggi dalam katagori gugat cerai yaitu perkara akibat tidak ada keharmonisan yang berjumlah 156 atau 59,09%. Pada tahun 2018 penyebab tertinggi dalam katagori gugat cerai yaitu sama dengan katagori perkara pada tahun 2017 hanya saja mengalami peningkatan pada perkara akibat tidak ada keharmonisan berjumlah 183 atau 65,12%
Amnesti: Hak Prerogatif Presiden dalam Perspektif Fiqh Siyasah Mutiara Fahmi Razali; Azmil Umur; Sinta Kartika Putri
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v11i2.15218

Abstract

This article examines the granting of amnesty to perpetrators of political crimes by the President of the Republic of Indonesia. This authority is regulated in the Basic Law of the Republic of Indonesia, 1945, Article 14 paragraph (2), and Emergency Law Number 11, 1954, Article 1 on Amnesty and Abolition. Both of these rules do not specifically describe the limitations or types of criminal acts that amnesty may be granted to. The amnesty granted by the President to Baiq Nuril, a victim of sexual harassment involved in cases of infringement of the Information and Electronic Transactions Act, was carried out on the basis of humanity and justice. This policy has influenced the historical changes in amnesty law aimed at non-political cases. The study aims to examine the authority of the President of Indonesia in granting amnesty, reviewed from a fiqh siyasah perspective. Data is obtained through library studies and analyzed using a normative or doctrinal approach. The results of the study show that the granting of amnesty by the president is a prerogative of the president, as stipulated in the Basic Law of the Republic of Indonesia 1945. But in fiqh siyasah, the essence of amnesty is forgiveness. Forgiveness is the prerogative of the head of state, aimed at creating greater crimes, and does not violate the provisions of the law that have been established. The President's policy of granting amnesty in non-political cases is in accordance with the provisions of the fiqh siyasah, because the concept of amnesty in the law and the notion of forgiveness in the fiqh siyasah are equally based on the interests of the state and the crime of the community. Historical facts show that the Prophet Muhammad and the caliphs after him gave forgiveness to rebels, war criminals, and non-political criminals.
Metode Ijtihad antara Ahlussunnah dan Syiah Azmil Umur
Ijtihad Vol. 8 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (12.308 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2509

Abstract

Ijtihad
PERAN MUKIM DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA TAPAL BATAS TANAH DI KEMUKIMAN SILANG CADEK KEC. BAITUSSALAM KAB. ACEH BESAR MENURUT KONSEP SYURA Lia Sahfitri Saraan; Dedy Sumardi; Azmil Umur
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 2 (2023): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aceh sebagai daerah istimewa melalui Qanun Nomor 8 tahun 2009 tentang Pemerintahan Mukim, terkait dengan peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek. Mukim sebagai penyelesai sengketa di dalam masyarakat dan sebagai tokoh utama dalam pembuat keputusan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi, sehingga pengambilan keputusan nantinya menjadi pemecahan masalah yang dihadapi, dapat diselesaikan dengan tegas dan memberikan setiap jawaban atas permasalahan dan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tak terkecuali pemerintahan mukim yang ada kemukiman Silang Cadek. Imeum mukim juga harus mampu menyelesaikan setiap persoalan dan permasalahan yang muncul di wilayahnya dapat diselesaikan dengan baik. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek kecamatan baitussalam kabupaten Aceh Besar, dan bagaimana tinjauan konsep syura terhadap peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini, peran imeum mukim Silang Cadek dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah antara gampong Baet dan gampong Blangkrueng masih belum maksimal, dimana tidak adanya langkah-langkah kongkrit atau penuntasan dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam hukum islam syura adalah salah satu cara menyelesaikan masalah atau sengketa, di dalam penyelesaian sengketa ini mukim menyelesaikannya dengan konsep syura (musyawarah), namun penyelesaian sengketa tersebut belum berakhir damai sampai sekarang, dikarenakan adanya ego masing-masing gampong dan tidak adanya keputusan yang ditetapkan oleh imeum mukim. Ditinjau dari konsep syura seorang pemimpin berhak membuat keputusan dan menetapkan suatu penyelesaian yang sudah di musyawarahkan. Sebagai pemimpin dalam konsep syura harus mempunyai suatu kemampuan yang melekat pada dirinya untuk melakukan kewajibannya sebagai fungsi kepemimpinan penentu arah tujuan, menyelesaikan tugas, pimpinan juga harus memiliki sikap tegas dalam mengambil keputusan.