Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Encountering the Religious Radicalism Movement Through Reconstructing the Multicultural Theology and Its Implication For Christian Leaders in Indonesia Gunaryo Sudarmanto; Dina Elisabeth Latumahina
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 5, No 01 (2020): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18784/analisa.v5i1.1023

Abstract

This research aims to create a harmonious relationship among different religions in Indonesia. This aim is reached through reconstructing a multicultural theology based on biblical understanding. The multicultural theology is a biblical principle that be constructed in balancing between Old Testament and New Testament, between general revelation and special revelation. By exposing the general revelation based on theocentric dimension, we found general principles about how to make a good relationship among people in their differences, according to God’s perspective. At the same time, multicultural theology also exposes particular revelation principles centered upon the Christocentric dimension. This research is a qualitative study with a library approach. Data is analyzed by interpretation, critical thinking, and truth and healthy consideration based on the primary source.  We found a Christian value to be a foundation to make the relationship in harmony with other people. For this purpose we are proposing a theological framework designed from Biblical principles,   covering the following: (1) Cultural   Mandate, (2)  Human Nature, (3)  Theological principles: God’s  Sovereignty,  God’s  Providence and  God’s Justice, (4) Incarnation, (5) Universal Soteriology (6) Present Theocracy, (7) Church Nature and (8) Eschatological Multiculture. Christian leaders are central people that must create a relationship with other people in harmony. Through this way, the Christian leaders can engage the religious radicalism by doing good things and togetherness in social work.  
KEMESIASAN YESUS BERDASARKAN LUKAS 4:18-19 SEBAGAI DASAR HOLISTIC MINISTRY GEREJA Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.28

Abstract

Secara global, masyarakat dunia sedang menghadapi tiga masalah besar yaitu masalah degradasi lingkungan hidup, disintegrasi sosial dan masalah kemiskinan. Yang pertama, masalah degradasi lingkungan hidup. Sumber-sumber daya dunia sedang dihabiskan lebih cepat daripada mereka dapat digantikan. Pencemaran lingkungan dan Global Warming menjadi masalah utama dunia saat ini. Yang kedua, masalah disintegrasi sosial yang telah menghancurkan tatanan masyarakat. Masalah perceraian yang sedang booming, bunuh diri, tawuran, pemakaian obat-obat terlarang yang tidak dapat dibendung lagi. Relasi sosial antar masyarakat telah diwarnai dengan diskriminasi, intimidasi, anarkhisme. Yang ketiga, masalah kemiskinan. Pada dewasa ini dunia menghadapi kenyataan bahwa lebih dari satu milyard umat manusia (seperlima penduduk dunia) hidup dalam kemiskinan yang mutlak dan jumlah bilangan ini terus bertambah. Ada kesenjangan sosial yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin. Melihat semua masalah di atas, gereja tentunya tidak boleh menutup mata atau melipat tangan dan mengatakan bahwa itu bukan urusan gereja.
THEODICY : MENGGUGAT KEADILAN ALLAH? Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 4 No. 2 (2015): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v4i2.52

Abstract

Melihat kondisi-kondisi di atas, sangatlah penting bagi Gereja-gereja Tuhan dan hamba-hamba Tuhan di Indonesia memikirkan secara serius untuk memberikan pemahaman yang benar kepada setiap orang Kristen mengenai cara dan sikap yang benar ketika menghadapi masalah. Martyn Lloyd dalam bukunya Ketika Iman Diadili, mengatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan dan kebingungan sekitar theodicy, harus ada pendekatan yang benar karena sebagian besar masalah dan kebingungan dalam kehidupan orang Kristen adalah cara pendekatan yang tidak benar. Yang dimaksud dengan pendekatan yang benar adalah cara berpikir rohani bukan rasional. Cara berpikir yang sesuai dengan cara Tuhan melalui firmanNya dan bukan cara manusia yang dianggap logis yang sesuai dengan rasio atau otaknya. Misalnya: manusia sering ingin mendapatkan jawaban yang gamblang dan cepat terhadap masalah tertentu,namun Alkitab tidak selalu mengajarkan manusia tentang satu cara. Manusia juga sering panik dan cepat mengambil kesimpulan salah bila hal-hal yang tidak diharapkan terjadi atau jika menurutnya Allah memperlakukannya dengan cara yang ‘aneh.’ Dalam setiap keadaan, kita harus mengetahui cara bertindak yang tepat. Berpikir secara rohani juga artinya bahwa orang Kristen harus melihat keadilan Allah dari perspektif-Nya sendiri karena KedaulatanNya dan bukan dari perspektif manusiawinya yang bagaimanapun sangat terbatas. Jika orang Kristen mempunyai perspektif yang benar tentang keadilan Allah seperti yang dinyatakan dalam firman-Nya, mereka mampu menghadapi kesulitan apapun yang Allah izinkan tanpa meragukan keadilan dan kasih-Nya. Yang pasti adalah: Hati Allah sungguh-sungguh remuk ketika umat-Nya sedang mengalami penderitaan yang dalam karena kita sangat berharga bagi-Nya (Yes 43:4; Mzm 8:5). Dia mengasihi kita dengan kasih yang tak terbatas. Dia ada di sana, di tempat kita di siksa, dipenjara, di rumah kita yang terbakar atau hanyut atau yang tinggal puing-puing, atau di antara keluarga kita yang hilang. Bagaimana kita dapat memahami Allah dengan keadaan seperti ini? Tidak lain, harus berpegang dan percaya akan sifat-sifat-Nya yang tidak berubah bahkan ketika Dia tidak dapat dipahami. Sebagai orang beriman, kita perlu mempercayai ada waktunya Allah, bahkan ketika segala sesuatunya terlihat begitu terlambat. Masalah bisa datang silih berganti baik terhadap pribadi maupun kelompok, persekutuan atau gereja, anggota atau masyarakat dan lain-lain. Tetapi Allah tidak pernah mengingkari firman dan janji-Nya sendiri. Pada waktu dan cara-Nya-lah, Dia pasti menunjukkan keadilan-Nya bagi orang yang terus berharap kepada-Nya. Oleh karena itu : Let’s God to be God ! Amin !
Evaluasi Kinerja Dosen dalam Melaksanakan Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Tinggi Alkitab Jember Dengan Metode 360 Derajat Nelly Nelly; Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 9 No. 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v9i2.130

Abstract

Dosen merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Dalam Tridharma Perguruan Tinggi, dosen harus melakukan dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan dua belas SKS dan paling banyak enam belas SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademik. Pelaksanaan tugas utama dosen ini perlu dievaluasi dan dilaporkan secara periodik sebagai bentuk akuntabilitas kinerja dosen kepada para pemangku kepentingan. Penilaian kinerja dosen dipandang perlu dalam kaitannya dengan tercapainya Tridharma Perguruan Tinggi. Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Untuk mengetahui kinerja dosen dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi di STA Jember maka penelitian ini menggunakan penelitian evaluasi, secara khusus evaluasi kinerja. Dalam penelitian evaluasi kinerja ini, model yang digunakan adalah evaluasi kinerja 360 derajat. Secara umum model evaluasi ini bertujuan untuk mengukur apakah kinerja dosen sesuai dengan standar atau kriteria kinerja yang sudah ditentukan. Penilaian kinerja dosen tersebut dilakukan oleh multi penilai atau penilaian dilakukan oleh beberapa orang. Data yang didapat dianalisis dan dicari hubungannya, dibandingkan, kemudian menemukan pola dasar dari data aslinya. Berdasarkan rekapan persentase rata-rata skor ketercapaian dari 17 orang dosen menunjukkan kinerja dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran adalah baik. The lecturer is one of the essential components in the education system in higher education. In the Tridharma of Higher Education, lecturers must carry out a workload of at least twelve credits and a maximum of sixteen credits in each semester according to their academic qualifications. The implementation of this lecturer's main task needs to be evaluated and reported periodically as a form of accountability for lecturer performance to stakeholders. Performance appraisal is deemed necessary in its assessment by achieving the Tridharma of Higher Education. Company assessments are carried out systematically to see the results of employee work and organizational performance. To see the performance of lecturers in the Tridharma of Higher Education at Jember Bible College to evaluate and evaluate performance. In this performance evaluation research, the model used is a 360-degree performance evaluation. In general, this evaluation model aims to measure whether the lecturer's performance is in accordance with the specified performance standards or criteria. The performance appraisal is carried out by multiple appraisers or the service is carried out by several people. The data obtained were analyzed and searched, compared, then found the basic pattern of the data built. Based on the recapitulation of the average proportion of achievement of 17 people who show good performance in carrying out education and completing it.
MODEL JEMAAT RUMAH BERDASARKAN SURAT FILIPI SEBAGAI STRATEGI MISI UNTUK MENUJU JEMAAT GKE SAMPIT YANG MISIONER Eltarani; Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 10 No. 1 (2021): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v10i1.132

Abstract

Gereja ada karena misi. Sebagai gereja yang diutus, ia tidak melaksanakan misinya sendiri tetapi gereja berfungsi sebagai pelaksana misi Allah. Pernyataan ini menyiratkan bahwa gereja tidak dapat menyangkal tugas misionernya. Oleh karena itu, kesadaran dan pelaksanaan tugas misionaris harus menjadi prioritasnya. Dalam menjalankan tugas misioner ia tidak mementingkan dirinya sendiri tetapi ia ada untuk orang lain. Untuk menjadi jemaat misioner diperlukan pola pembinaan dan pelayanan yang strategis guna mempersiapkan anggota gereja agar mampu menjalankan misi Allah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang Model Jemaat Rumah Berdasarkan Surat Paulus untuk Menuju Jemaat Gereja Kalimantan Evangelis Sampit yang Misioner. Tujuan penulisan disertasi ini adalah untuk menemukan model Jemaat Rumah dalam konteks Jemaat GKE Sampit sebagai strategi misi. Jemaat Rumah sebagai model pelayanan dengan persekutuan sosial yang dapat berfungsi sebagai pola yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan pelayanan secara pribadi serta mempersiapkan anggota gereja untuk melaksanakan tugas misioner. Jemaat Rumah juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk membina mereka, tidak hanya untuk terlibat dalam pelayanan, tetapi terutama untuk memampukan mereka mengaktualisasikan imannya dalam kehidupan sehari-hari dan berfungsi sebagai gereja di dunia.
MODEL LIQUID CHURCH BAGI PENINGKATAN PELAYANAN PASTORAL GEREJA-GEREJA ANGGOTA PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA SETEMPAT (PGIS) DI KOTA BATU Franky Franky; Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 11 No. 1 (2022): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v11i1.145

Abstract

Di tengah konteks zaman yang terus mengalami perubahan, gereja sebaiknya terbuka dalam menghadapi kepelbagaian dan perubahan. Dalam melayani (pastoral), gereja harus menghayati dan menjalani kehidupannya dalam proses pembaharuan terus menerus serta menjadi cair (liquid). Apabila memerhatikan dinamika pelayanan pastoral pada saat ini, maka gereja tidak lepas dari permasalahan dalam menyikapi perubahan. Misalnya: adanya anggapan bahwa keterbukaan terhadap sesuatu di luar gereja akan mengancam eksistensi gereja pada masa kini. Akibatnya, gereja tidak mau dievaluasi, menerima kritik dan saran karena menganggap pendekatan pelayanan tradisional adalah cara/ metode terbaik dalam menerapkan pelayanan pastoral. Dalam artikel ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yakni menggali pemahaman dan pengalaman subyektif dari para informan dengan memerhatikan konteks pelayanan pastoral gereja-gereja anggota PGIS Kota Batu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji serta menemukan model liquid church bagi peningkatan pelayanan pastoral. Pada akhirnya, dengan mengacu pada kajian literatur, hasil dan pembahasan, maka peneliti menemukan Model Liquid Church, yakni: 1) Gereja Tidak Bersifat Eksklusif; 2) Gereja Kontekstual; 3) Gereja Adaptif; 4) Gereja yang Inovatif dan Kreatif; 5) Gereja yang Membumi dan 6) Gereja Yang Relevan dengan Situasi dan Kondisi. Model ini dapat menjadi rekomendasi bagi gereja-gereja anggota PGIS Kota Batu guna meningkatkan pelayanan pastoral.
Mempersiapkan “Arrow Generation” di Era Post Truth Berdasarkan Mazmur 127:1-5 Di Kota Wisata Batu - Jawa Timur Dina Elisabeth Latumahina; Chresty Thessy Tupamahu
Jurnal Arrabona Vol. 5 No. 1 (2022): Agustus
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.521 KB) | DOI: 10.57058/juar.v5i1.69

Abstract

Menjadi orang tua adalah sebuah kepercayaan tetapi sekaligus sebuah tanggung jawab. Oleh sebab itu, fungsi keluarga menjadi sangat penting dan mendesak, sehingga anak-anak sebagai arrow generation yang dipercayakan Tuhan kepada kita kuat menghadapi tantangan zaman yang tidak mudah ini secara khusus era post truth yang kental dengan hoax, fake news dan kekuatan media social yang sudah dianggap sebagai “Tuhan” bagi generasi milenial masa kini. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kualitatif dalam bentuk studi exegetis dan penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi kontribusi bagi orang tua Kristen, siapapun kita, termasuk orang tua Kristen yang berdomisili di Kota Wisata Batu, bahwa keterlibatan kita dalam menyiapkan generasi masa depan bangsa, masa depan gereja bukan lagi pilihan tetapi kewajiban, dan sangat mendesak.
Encountering the Religious Radicalism Movement Through Reconstructing the Multicultural Theology and Its Implication For Christian Leaders in Indonesia Gunaryo Sudarmanto; Dina Elisabeth Latumahina
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 5, No 01 (2020): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.366 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v5i1.1023

Abstract

This research aims to create a harmonious relationship among different religions in Indonesia. This aim is reached through reconstructing a multicultural theology based on biblical understanding. The multicultural theology is a biblical principle that be constructed in balancing between Old Testament and New Testament, between general revelation and special revelation. By exposing the general revelation based on theocentric dimension, we found general principles about how to make a good relationship among people in their differences, according to God’s perspective. At the same time, multicultural theology also exposes particular revelation principles centered upon the Christocentric dimension. This research is a qualitative study with a library approach. Data is analyzed by interpretation, critical thinking, and truth and healthy consideration based on the primary source.  We found a Christian value to be a foundation to make the relationship in harmony with other people. For this purpose we are proposing a theological framework designed from Biblical principles,   covering the following: (1) Cultural   Mandate, (2)  Human Nature, (3)  Theological principles: God’s  Sovereignty,  God’s  Providence and  God’s Justice, (4) Incarnation, (5) Universal Soteriology (6) Present Theocracy, (7) Church Nature and (8) Eschatological Multiculture. Christian leaders are central people that must create a relationship with other people in harmony. Through this way, the Christian leaders can engage the religious radicalism by doing good things and togetherness in social work.