Nur Isiyana Wianti
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KAPITALISME LOKAL SUKU BAJO Isiyana Wianti, Nur; Hadi Dharmawan, Arya; Kinseng, Rilus
SODALITY: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol 6, No 1 (2012)
Publisher : SODALITY: Jurnal Sosiologi Pedesaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.556 KB)

Abstract

Transformasi ekonomi pedesaan tidak terkecuali juga dialami oleh komunitas nelayan suku Bajo. Transformasi yang dialami masyarakat Bajo saat ini juga merujuk pada perubahan masyarakat pedesaan berbasis pada pertumbuhan dan mekanisme kapitalis pasar. Mola adalah gambaran unik komunitas nelayan Bajo yang telah mengalami transformasi sosial dalam bentuk modernisasi. Kenyataan ini jauh berbeda Mantigola. Perubahan masyarakat Bajo kearah kapitalisme ditengarai oleh peran dari pertukaran ekonomi, dan penetrasi nilai-nilai yang dibawa oleh An Tje. Perubahan orientasi ekonomi ke arah kapitalisme juga disebabkan oleh peran besar dari orang Mandati yang adalah para kapitalis, yang memberikan iklim yang kondusif dalam berusaha. Sebaliknya, Bagi Bajo Mantigola, kemandekan ekonomi disebabkan adaptasi terhadap diskriminasi yang dilakukan oleh orang Kaledupa, pembatasan terhadap ruang nafkah oleh taman nasional, pelarangan untuk menangkap di perairan Australia, dan ketergantungan dari orang-orang Mola. Kemudian, agama juga menjadi faktor pendorong terjadinya kapitalisme di Mola. Kapitalisme lokal suku Bajo juga berkembang melalui etika, namun etika yang dianut oleh masyarakat Bajo Mola yang kapitalis lokal tidak seperti etika yang dianut oleh para kapitalis penuh ala masyarakat Barat yang sangat individualisme. Maka dengan melihat ranah sejarah tersebut, teori Weber lebih bisa menjelaskan sejarah munculnya kapitalisme di aras individu. Sementara teori Marx digunakan untuk memahami bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Mola terhadap saudaranya, namun bukan seperti eksploitasi yang sangat serakah seperti yang diungkapkan oleh Marx, karena masih bercokolnya nilai-nilai tertentu yang mengatur kehidupan berekonomi ala suku Bajo
Local Capitalism of Bajo Nur Isiyana Wianti; Arya Hadi Dharmawan; Rilus Kinseng
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 6 No. 1 (2012)
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (352.74 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v6i1.5810

Abstract

Transformasi ekonomi pedesaan tidak terkecuali juga dialami oleh komunitas nelayan suku Bajo. Transformasi yang dialami masyarakat Bajo saat ini juga merujuk pada perubahan masyarakat pedesaan berbasis pada pertumbuhan dan mekanisme kapitalis pasar. Mola adalah gambaran unik komunitas nelayan Bajo yang telah mengalami transformasi sosial dalam bentuk modernisasi. Kenyataan ini jauh berbeda Mantigola. Perubahan masyarakat Bajo kearah kapitalisme ditengarai oleh peran dari pertukaran ekonomi, dan penetrasi nilai-nilai yang dibawa oleh An Tje. Perubahan orientasi ekonomi ke arah kapitalisme juga disebabkan oleh peran besar dari orang Mandati yang adalah para kapitalis, yang memberikan iklim yang kondusif dalam berusaha. Sebaliknya, Bagi Bajo Mantigola, kemandekan ekonomi disebabkan adaptasi terhadap diskriminasi yang dilakukan oleh orang Kaledupa, pembatasan terhadap ruang nafkah oleh taman nasional, pelarangan untuk menangkap di perairan Australia, dan ketergantungan dari orang-orang Mola. Kemudian, agama juga menjadi faktor pendorong terjadinya kapitalisme di Mola. Kapitalisme lokal suku Bajo juga berkembang melalui etika, namun etika yang dianut oleh masyarakat Bajo Mola yang kapitalis lokal tidak seperti etika yang dianut oleh para kapitalis penuh ala masyarakat Barat yang sangat individualisme. Maka dengan melihat ranah sejarah tersebut, teori Weber lebih bisa menjelaskan sejarah munculnya kapitalisme di aras individu. Sementara teori Marx digunakan untuk memahami bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Mola terhadap saudaranya, namun bukan seperti eksploitasi yang sangat serakah seperti yang diungkapkan oleh Marx, karena masih bercokolnya nilai-nilai tertentu yang mengatur kehidupan berekonomi ala suku Bajo
The Vulnerability of Mantigola Bajo Household In Wakatobi Marine National Park Nur Isiyana Wianti; Suriana .; Taane La Ola; Muslim Tadjuddah
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 6 No. 1 (2018): Sodality
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.191 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v6i1.21207

Abstract

ABSTRACTThe purpose of this research is for describing vulnerability’s typologies by Bajo Mantigola household as a result of the prohibition of fishing activity in Maromaho reef, after the establishment of zonation and regional autonomy as the starting point of marine tourism development in Wakatobi Regency. The research was conducted from March to May 2017, on Bajo fishing community in Mantigola Village, South Kaledupa Subdistrict, Wakatobi Regency, South-east Sulawesi Province. This research was a descriptive study using quantitative research paradigm and supported by qualitative (post-positivistic) research. The results showed that based on a side of human capital, Bajo fisher head of households were a very low formal education. This fact have consequences to Bajo Mantigola households. They can not expand their livelihoods other than capture fisheries activities. In terms of social capital, Bajo fishermen’s households are relatively more vulnerable when they related to kaledupa land-dweller who do not provide opportunities for their economic development in Kampung Mantigola. Meanwhile, physical capital side, Bajo Mantigola Kampung is low in economic facilities such as the market, which should be a catalyst for economic development in the village of Bajo Mantigola. These four capital conditions eventually result in vulnerability to economic capital. Low income in the West wind season related to debt traps, consumptive attitudes, and less alternative income. The vulnerability can ultimately lead to illegal fishing practices that damage the environment due to the emergence of livelihood instability. And also, this paper will criticize the role of Bajo identity concerning to vulnerability dimension of The Bajo.Keywords: Vulnerability, Household, Mantigola Bajo, WakatobiABSTRAKTujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui gambaran tipologi kerentanan yang dialami oleh rumahtangga nelayan Bajo di Mantigola akibat dari pelarangan kegiatan penangkapan ikan pada wilayah Karang Maromaho setelah terbentuknya TNKW dan otonomi daerah sebagai starting point pengembangan wisata Bahari di Kabupaten Wakatobi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2017 di komunitas nelayan Bajo di Desa Mantigola, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan paradigma penelitian kuantitatif dan didukung oleh penelitian kualitatif (post-positivistic). Hasil penelitian menunjukkan dari sisi modal manusia, nelayan Bajo berpendidikan formal sangat rendah sehingga rumahtangga nelayan Bajo Mantigola tidak bisa memperluas mata pencaharian selain kegiatan perikanan tangkap. Dari sisi modal sosial, rumahtangga nelayan Bajo relatif lebih rentan ketika terkait dengan interaksi dengan orang darat, khususnya orang darat Kaledupa yang tidak memberikan peluang bagi berkembangnya perekonomian di Kampung Mantigola. Dari sisi modal fisik, Kampung Bajo Mantigola rendah dalam fasilitas ekonomi antara lain pasar, yang semestinya menjadi katalisator perkembangan ekonomi di kampung Bajo Mantigola. Kondisi empat modal ini akhirnya menghasilkan kerentanan pada modal ekonomi. Pendapatan rendah di musim angin Barat, rentan dengan jebakan hutang, sikap konsumtif, dan kurang alternative nafkah selain menangkap ikan. Kerentanan pada akhirnya bisa memicu timbulnya perilaku perikanan illegal yang merusak lingkungan akibat munculnya ketidakstabilan mata pencaharian. Tulisan ini juga mengkritisi peran identitas Bajo terhadap dimensi kerentanan orang Bajo.Kata Kunci: Kerentanan, Rumahtangga, Bajo Mantigola, Wakatobi