Okti Herawati
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pengaruh Serbuk Jambe (Areca catechu) Dibandingkan Serbuk Gabungan Jambe (Areca catechu) dan Binahong (Anredera cordifolia) Terhadap Ascariasis pada Ayam Buras Okti Herawati; Kurniasih Kurniasih; Joko Prastowo
Jurnal Sain Veteriner Vol 36, No 1 (2018): Juni
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8078.461 KB) | DOI: 10.22146/jsv.38449

Abstract

Infestasi Ascaridia galli mengakibatkan penurunan produktivitas dari ayam buras baik daging maupun telur. Pengendalian infestasi A. galli dilakukan menggunakan tanaman yang mengandung antiparasit sebagai anthelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian serbuk Jambe dan serbuk gabungan Jambe dengan Binahong terhadap infestasi Ascaridia galli pada ayam buras berdasarkan jumlah egg per gram (epg) feses, berat badan, jumlah cacing A.galli, dan perubahan histopatologi usus. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini ialah ayam buras yang berumur 2 bulan dan positif terinfestasi cacing Ascaridia galli. Dilakukan penghitungan jumlah egg per gram (epg) dan berat badan sebelum perlakuan. Sebanyak 10 ekor ayam buras yang terbagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok 1 diberi serbuk Jambe dengan dosis 0,1mg/kg BB sedangkan kelompok 2 diberi serbuk gabungan Jambe 0,05mg/kg BB dan Binahong 0,0125mg/kg BB. Pengobatan dilakukan secara per oral selama 7 hari, pada hari ke 10 dilakukan eutanasi. Data hasil perhitungan jumlah egg per gram (epg), jumlah cacing, berat badan dan perubahan histopatologi dianalisa secara diskriptif. Pemberian serbuk Jambe maupun serbuk gabungan Jambe dan Binahong dapat menurunkan jumlah epg, meningkatkan berat badan ayam dan membunuh cacing A.galli sebesar 80% untuk kelompok 1 dan 40% untuk kelompok 2. Perubahan histopatologis usus halus terlihat adanya infiltrasi sel radang berupa eosinofil dan limfosit di duodenum, jejunum dan ileum serta terdapat potongan cacing cestoda pada kedua kelompok. Serbuk Jambe lebih berpotensi sebagai anthelmentik dibandingkan serbuk gabungan Jambe dan Binahong dilihat dari penurunan jumlah epg, peningkatan berat badan dan jumlah cacing pada usus. Pemberian serbuk Jambe maupun serbuk gabungan Jambe dan Binahong dapat membunuh nematoda tetapi tidak untuk cestoda.
Resistansi Antibiotik Bakteri dari Ulas Kloaka Burung Puyuh Sehat Maria Anggita; Widya Asmara; Tri Untari; Michael Haryadi Wibowo; Sidna Artanto; Okti Herawati; Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni
Jurnal Veteriner Vol 22 No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (123.172 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2021.22.4.508

Abstract

Anti Mikrob Resistan (AMR) menjadi masalah utama baik pada manusia, hewan, dan lingkungan. Pada umumnya pemberian antibiotik dilakukan oleh peternak unggas di Indonesia melalui pakan sebagai antibiotik pemacu pertumbuhan/Antibiotic Growth Promoters (AGP). Penggunaan antibiotik yang berlebihan di industri peternakan dianggap berkontribusi terhadap meningkatnya resistansi obat pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian resistansi bakteri dari ulas/swab kloaka burung puyuh sehat. Sebanyak sepuluh ekor puyuh sehat dari peternakan puyuh di daerah Kalasan, Klaten, Yogyakarta diswab kloaka dan dikultur pada media cair Brain Heart Infusion (BHI). Biakan ditanam pada media Mueller Hinton Agar (MHA) dan diletakkan Sembilan jenis cakram/disk antibiotik: streptomisin, doksisiklin, fosfomisin, kloramfenikol, kolistin, siprofloksasin, ampisilin, eritromisin, dan penisilin. Setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, zona hambat yang terbentuk kemudian diukur dan ditentukan sifat resistansi dibandingkan dengan standar. Hasil menunjukkan sebanyak 20%kultur bakteri resistan terhadap streptomisin, 40% resistan terhadap doksisiklin, 40% resistan terhadap kloramfenikol, 50% resistan terhadap kolistin, 20% resistan terhadap siprofloksasin, 20% resistan terhadap ampisilin, 90% resistan terhadap eritromisin, 50% resistan terhadap penisilin, dan tidak ada resistansi terhadap fosfomisin. Terdapat satu dari sepuluh puyuh (P10) yang memiliki resistansi terhadap tujuh dari sembilan jenis antibiotik (78%) yang diujikan, dan dua dari sepuluh puyuh (P2 dan P4) memiliki resistansi terhadap dua dari sembilan antibiotik (11%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri dari swab kloaka pada burung puyuh sehat umur 21 hari dari satu peternakan yang sama memiliki tingkat resistansi yang berbeda-beda. Sifat resistansi terhadap antibiotik dari masing-masing puyuh juga berbeda-beda.