Rochmadi Rochmadi
Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Jl Grafika No. 2 Kampus UGM, 55281 Yogyakarta

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

The Effect of Biomass-Water Ratio on Bio-crude Oil Production from Botryococcus braunii using Hydrothermal Liquefaction Process Laras Prasakti; Rochmadi Rochmadi; Arief Budiman
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.623 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.48963

Abstract

The increasing demand of energy in Indonesia has led to the urgency to conduct research and development in renewable energy. Biomass is one of the largest renewable energy sources in Indonesia. For biomass to energy conversion, hydrothermal liquefaction (HTL) has been considered as one of the potential methods where biomass is processed using subcritical water to produce bio-oil, aqueous phase, gas, and solid product. In this research, the effect of biomass-water ratio on hydrothermal liquefaction (HTL) process of microalgae Botryococcus braunii has been investigated. The HTL was conducted using biomass/water ratio 1:10, 1:20 and 1:30 with various holding time for each ratio. The product was bio-crude oil with similar characteristics to crude oil. Experimental results showed that biomass-water ratio affected the distribution of bio-crude oil yields. For biomass-water ratio of 1:10 and 1:20, it was found that bio-crude oil yields reached a maximum at 20 minutes, while the highest bio-crude oil yield of 4% was obtained at biomass-water ratio of 1:10. On the other hand, with biomass-water ratio of 1:30, bio-crude oil yield was continuously increasing with holding time until it reached the maximum yield of 4% at 40 minutes of holding time. The aforementioned results indicated that the highest bio-crude oil yield was obtained using biomass-water ratio 1:10 and 20 minutes of HTL processing time. A B S T R A KPeruraian anaerobik merupakan salah satu bidang riset yang sangat menarik perhatian dalam era krisis energi. Biogas tidak hanya menyediakan energi alternatif, tetapi juga dapat mencegah pencemaran akibat limbah organik. Limbah lemak susu adalah substrat yang potensial untuk proses peruraian anaerobik karena memiliki potensi biogas teoritis yang tinggi akibat kandungan lemaknya yang tinggi. Namun, peruraian anaerobik dari limbah organik dengan kandungan lemak yang tinggi memiliki tantangan tersendiri. Hambatan utama dalam peruraian anaerobik dari limbah lemak susu adalah kecenderungan untuk membentuk lapisan padatan yang tidak larut dan mengapung di bagian atas fase cair. Fenomena ini menghambat akses bakteri hidrolisis terhadap substrat. Saponifikasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan lapisan padatan tersebut, sehingga meningkatkan ketersediaan substrat untuk bakteri. Saponifikasi akan mengubah kandungan lemak menjadi sabun yang memiliki gugus fungsi polar maupun non-polar. Gugus fungsi yang bersifat polar akan meningkatkan kelarutan substrat dalam air. Studi ini mengevaluasi pengaruh dari berbagai dosis larutan basa yang ditambahkan sebagai reaktan selama perlakuan awal saponifikasi terhadap peruraian anaerobik limbah lemak susu. Kinetika proses peruraian anaerobik dianalisis dengan menggunakan model matematika. Variasi dosis yang diamati pengaruhnya untuk perlakuan awal saponifikasi adalah 0,04 mol basa/g sCOD; 0,02 mol basa/g sCOD; dan nol (tanpa perlakuan awal saponifikasi). Dari penelitian ini, terbukti bahwa saponifikasi berhasil meningkatkan kelarutan limbah lemak susu dan juga ditunjukkan oleh nilai konstanta hidrolisis (kH) 0,00782/hari lebih tinggi dua puluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kH 0,00032/hari pada reaktor tanpa saponifikasi. Akan tetapi, penelitian ini juga mengindikasikan bahwa bakteri asidogenik bawaan substrat terhambat kinerjanya oleh paparan pH yang tinggi selama perlakuan awal saponifikasi berlangsung sehingga hasil gas metan yang diperoleh lebih rendah daripada reaktor kontrol.
Kinetics Study of Paracetamol Production from Para-Aminophenol and Acetic Anhydride Rifki Wahyu Kurnianto; Muhammad Fahrurrozi; Hilda Ismail; Raden Rara Endang Lukitaningsih; Indah Tri Nugraha; Pudjono Pudjono; Rochmadi Rochmadi; Ari Sudarmanto; Ratna Asmah Susidarti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 15, No 1 (2021)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.64551

Abstract

In the last decade, Indonesia intensifies the efforts to reduce pharmaceutical imports. One of the initiatives is establishing a paracetamol production facility to start operating in 2024. Kinetics study is needed as a basis to design the paracetamol reactor. This study investigated the optimal temperature, reactant mole ratio, and agitation speed in the reactor for paracetamol production. In this study, aqueous solution of para-aminophenol was reacted with acetic anhydride. The mole ratio of para-aminophenol to acetic anhydride was varied to 1:1, 1:1.2, 1:1.5, and 1:2 while the temperature was varied to 80 °C, 90 °C, and 110 °C. However, due to uncontrolled heat of the reaction and limitation of the mixture’s boiling point, the actual reaction temperatures were 86 °C, 90 °C, and 108 °C. In addition, the agitation speed of 250 RPM and 350 RPM were also studied. Thin layer chromatography (TLC) and densitometry were used to determine the concentration of paracetamol in the reacting mixture. The optimum temperature, reactant mole ratio, and agitation speed in this study were 108 °C, 1:1.5, and 350 RPM, respectively. In addition, a reaction performed under those operating parameters gave the reaction rate constant of 1.95 L mol-1 min-1.Keywords: acetic anhydride; kinetics; para-aminophenol; paracetamol; pharmaceutical industry A B S T R A KDalam sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia bertekad mengurangi impor bahan baku farmasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun fasilitas produksi parasetamol yang akan mulai beroperasi pada tahun 2024. Studi kinetika diperlukan sebagai dasar perancangan reaktor parasetamol. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kondisi operasi optimal pada reaksi produksi parasetamol yang akan dibutuhkan sebagai dasar perancangan pabrik. Pada percobaan ini, para-aminofenol direaksikan dengan anhidrida asetat dengan media air. Rasio mol para-aminofenol terhadap asetat anhidrida divariasikan 1:1 1:1,2, 1:1,5, dan 1:2 sedangkan temperatur divariasikan 80 °C, 90 °C, dan 110 °C. Akan tetapi, karena panas reaksi yang tidak dikontrol dan batasan berupa titik didih dari campuran reaksi, temperatur aktual reaksi menjadi 86 °C, 90 °C, dan 108 °C. Selain itu, kecepatan putaran pengadukan juga divariasikan pada angka 250 RPM dan 350 RPM. Kromatografi lapis tipis (KLT) dan densitometri digunakan untuk menentukan konsentrasi parasetamol dalam campuran reaksi. Temperatur, rasio mol reaktan, dan kecepatan putaran pengadukan yang optimum pada penelitian ini masing-masing adalah 110 °C, 1:1,5, dan 350 RPM. Selain itu, reaksi yang dilakukan dengan kondisi operasi tersebut menghasilkan konstanta laju reaksi 1,95 L mol-1 menit-1.Kata kunci: anhidrida asetat, industri farmasi, kinetika, para-aminofenol, parasetamol
The Effect of Biomass-Water Ratio on Bio-crude Oil Production from Botryococcus braunii using Hydrothermal Liquefaction Process Laras Prasakti; Rochmadi Rochmadi; Arief Budiman
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.623 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.48963

Abstract

The increasing demand of energy in Indonesia has led to the urgency to conduct research and development in renewable energy. Biomass is one of the largest renewable energy sources in Indonesia. For biomass to energy conversion, hydrothermal liquefaction (HTL) has been considered as one of the potential methods where biomass is processed using subcritical water to produce bio-oil, aqueous phase, gas, and solid product. In this research, the effect of biomass-water ratio on hydrothermal liquefaction (HTL) process of microalgae Botryococcus braunii has been investigated. The HTL was conducted using biomass/water ratio 1:10, 1:20 and 1:30 with various holding time for each ratio. The product was bio-crude oil with similar characteristics to crude oil. Experimental results showed that biomass-water ratio affected the distribution of bio-crude oil yields. For biomass-water ratio of 1:10 and 1:20, it was found that bio-crude oil yields reached a maximum at 20 minutes, while the highest bio-crude oil yield of 4% was obtained at biomass-water ratio of 1:10. On the other hand, with biomass-water ratio of 1:30, bio-crude oil yield was continuously increasing with holding time until it reached the maximum yield of 4% at 40 minutes of holding time. The aforementioned results indicated that the highest bio-crude oil yield was obtained using biomass-water ratio 1:10 and 20 minutes of HTL processing time. A B S T R A KPeruraian anaerobik merupakan salah satu bidang riset yang sangat menarik perhatian dalam era krisis energi. Biogas tidak hanya menyediakan energi alternatif, tetapi juga dapat mencegah pencemaran akibat limbah organik. Limbah lemak susu adalah substrat yang potensial untuk proses peruraian anaerobik karena memiliki potensi biogas teoritis yang tinggi akibat kandungan lemaknya yang tinggi. Namun, peruraian anaerobik dari limbah organik dengan kandungan lemak yang tinggi memiliki tantangan tersendiri. Hambatan utama dalam peruraian anaerobik dari limbah lemak susu adalah kecenderungan untuk membentuk lapisan padatan yang tidak larut dan mengapung di bagian atas fase cair. Fenomena ini menghambat akses bakteri hidrolisis terhadap substrat. Saponifikasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan lapisan padatan tersebut, sehingga meningkatkan ketersediaan substrat untuk bakteri. Saponifikasi akan mengubah kandungan lemak menjadi sabun yang memiliki gugus fungsi polar maupun non-polar. Gugus fungsi yang bersifat polar akan meningkatkan kelarutan substrat dalam air. Studi ini mengevaluasi pengaruh dari berbagai dosis larutan basa yang ditambahkan sebagai reaktan selama perlakuan awal saponifikasi terhadap peruraian anaerobik limbah lemak susu. Kinetika proses peruraian anaerobik dianalisis dengan menggunakan model matematika. Variasi dosis yang diamati pengaruhnya untuk perlakuan awal saponifikasi adalah 0,04 mol basa/g sCOD; 0,02 mol basa/g sCOD; dan nol (tanpa perlakuan awal saponifikasi). Dari penelitian ini, terbukti bahwa saponifikasi berhasil meningkatkan kelarutan limbah lemak susu dan juga ditunjukkan oleh nilai konstanta hidrolisis (kH) 0,00782/hari lebih tinggi dua puluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kH 0,00032/hari pada reaktor tanpa saponifikasi. Akan tetapi, penelitian ini juga mengindikasikan bahwa bakteri asidogenik bawaan substrat terhambat kinerjanya oleh paparan pH yang tinggi selama perlakuan awal saponifikasi berlangsung sehingga hasil gas metan yang diperoleh lebih rendah daripada reaktor kontrol.
Kinetics Study of Paracetamol Production from Para-Aminophenol and Acetic Anhydride Rifki Wahyu Kurnianto; Muhammad Fahrurrozi; Hilda Ismail; Raden Rara Endang Lukitaningsih; Indah Tri Nugraha; Pudjono Pudjono; Rochmadi Rochmadi; Ari Sudarmanto; Ratna Asmah Susidarti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 15, No 1 (2021)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.64551

Abstract

In the last decade, Indonesia intensifies the efforts to reduce pharmaceutical imports. One of the initiatives is establishing a paracetamol production facility to start operating in 2024. Kinetics study is needed as a basis to design the paracetamol reactor. This study investigated the optimal temperature, reactant mole ratio, and agitation speed in the reactor for paracetamol production. In this study, aqueous solution of para-aminophenol was reacted with acetic anhydride. The mole ratio of para-aminophenol to acetic anhydride was varied to 1:1, 1:1.2, 1:1.5, and 1:2 while the temperature was varied to 80 °C, 90 °C, and 110 °C. However, due to uncontrolled heat of the reaction and limitation of the mixture’s boiling point, the actual reaction temperatures were 86 °C, 90 °C, and 108 °C. In addition, the agitation speed of 250 RPM and 350 RPM were also studied. Thin layer chromatography (TLC) and densitometry were used to determine the concentration of paracetamol in the reacting mixture. The optimum temperature, reactant mole ratio, and agitation speed in this study were 108 °C, 1:1.5, and 350 RPM, respectively. In addition, a reaction performed under those operating parameters gave the reaction rate constant of 1.95 L mol-1 min-1.Keywords: acetic anhydride; kinetics; para-aminophenol; paracetamol; pharmaceutical industry A B S T R A KDalam sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia bertekad mengurangi impor bahan baku farmasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun fasilitas produksi parasetamol yang akan mulai beroperasi pada tahun 2024. Studi kinetika diperlukan sebagai dasar perancangan reaktor parasetamol. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kondisi operasi optimal pada reaksi produksi parasetamol yang akan dibutuhkan sebagai dasar perancangan pabrik. Pada percobaan ini, para-aminofenol direaksikan dengan anhidrida asetat dengan media air. Rasio mol para-aminofenol terhadap asetat anhidrida divariasikan 1:1 1:1,2, 1:1,5, dan 1:2 sedangkan temperatur divariasikan 80 °C, 90 °C, dan 110 °C. Akan tetapi, karena panas reaksi yang tidak dikontrol dan batasan berupa titik didih dari campuran reaksi, temperatur aktual reaksi menjadi 86 °C, 90 °C, dan 108 °C. Selain itu, kecepatan putaran pengadukan juga divariasikan pada angka 250 RPM dan 350 RPM. Kromatografi lapis tipis (KLT) dan densitometri digunakan untuk menentukan konsentrasi parasetamol dalam campuran reaksi. Temperatur, rasio mol reaktan, dan kecepatan putaran pengadukan yang optimum pada penelitian ini masing-masing adalah 110 °C, 1:1,5, dan 350 RPM. Selain itu, reaksi yang dilakukan dengan kondisi operasi tersebut menghasilkan konstanta laju reaksi 1,95 L mol-1 menit-1.Kata kunci: anhidrida asetat, industri farmasi, kinetika, para-aminofenol, parasetamol