Erwin Kristanto
Universitas Sam Ratulangi

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

EFEKTIVITAS DETEKSI SPERMATOZOA MENGGUNAKAN PEWARNAAN MALACHITE GREEN Richardo, Arios; Tomuka, Djemmi; Kristanto, Erwin
e-CliniC Vol 2, No 2 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i2.5030

Abstract

Abstract: Sexual assult is a crime that is still becoming a global problem. Most sexual assault involves intercourse which is characterized by penetration of male genital organ (penis) into female genital organ (vagina). Finding spermatozoa in vaginal smear is one of the simplest techniques in Forensic examination to obtain authentic evidence about the occurrence of penetration and semen ejaculation on the victim. Malachite green 1% and eiosin yellowish 1% are staining reagents that can be combined to detect the presence of spermatozoa. Malachite green provides a distinctive green color on the tail of sperm cells and eiosin yellowish gives red color on the head and neck of sperm cells. Stain and counter-stain techniques of these two reagent help to determine the presence of sperm under microscope. This study aims to determine the effectiveness of malachite green staining to find the presence of spermatozoa on alleged rape victim. This study designed in a descriptive study. The study results showed 45 samples that have been divided into five stages examination in six days, have outcomes that malachite green gives a good outward appearance at the whole sample (100%) although the count number of intact spermatozoa is gradually decreased approach the sixth day. Keywords: Malachite green, Eiosin Yellowish, Spermatozoa, Effectivenes Abstrak: Kekerasan seksual merupakan suatu tindak kriminal yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan global. Kekerasan seksual paling sering melibatkan aksi persetubuhan yang ditandai dengan adanya penetrasi organ genital pria (penis) kedalam organ genital wanita (vagina). Temuan spermatozoa pada apusan vagina merupakan salah satu teknik pemeriksaan Forensik sederhana dalam memperoleh bukti otentik terjadinya penetrasi dan ejakulasi semen pada korban. Malachite green 1% dan eiosin yellowish 1% adalah dua reagen pewarnaan yang dapat dikombinasikan untuk mendeteksi adanya spermatozoa. Pulasan malachite green memberi warna hijau yang khas pada bagian ekor sel sperma dan eiosin yellowish memberi warna merah pada bagian kepala dan leher sel sperma. Teknik stain dan counter-stain reagen tersebut mempermudah penentuan adanya spermatozoa dibawah mikroskop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas dari pewarna malachite green dalam menemukan spermatozoa pada korban yang diduga mengalami perkosaan. Penelitian ini didesain dalam bentuk penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, dari 45 sampel yang telah dibagi menjadi lima tahap pemeriksaan selama enam hari, malachite green memberikan pulasan warna yang baik pada keseluruhan sampel (100%) meskipun jumlah hitung spermatozoa utuh berangsur-angsur berkurang mendekati hari ke-enam. Kata Kunci: Malachite green, eiosin Yellowish, spermatozoa, efektivitas.
PROFIL KASUS BUNUH DIRI DI KOTA MANADO PERIODE JANUARI-NOVEMBER 2015 Mantiri, Arthur D. B.; Kristanto, Erwin; Siwu, J.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.10964

Abstract

Abstract: Suicide has been seen as one final solution. For some people, suicide has become the one and only way towards a solution of the pressing problems of life. Life ending is an alternation to be free of life troubles. Nowadays, suicide has become a global problem. Each year there are more than 800,000 people who committed suicide and many others who tried to commit suicide. The results showed that the incidence of suicide in Manado was lower thhan the the other regions in Indonesia such as Bali and Mount Kidul. However, comparing to its surrounding areas Manado has a higher incidence. From all suicide cases in Manado, 100% chose hanging oneself as the most preferred method. Most cases were males aged 11-20 years and 31-40 years.Keywords: commit suicide, hanging Abstrak: Bunuh diri telah dipandang sebagai salah satu penyelesaian masalah. Bagi sebagian orang, bunuh diri telah menjadi satu - satunya jalan menuju solusi dari masalah hidup yang menekan. Mengakhiri hidup menjadi alternatif untuk bebas dari masalah hidup. Bunuh diri telah menjadi suatu masalah global. Tiap tahun lebih dari 800.000 orang yang melakukan tindakan bunuh diri dan masih banyak lagi yang mencoba untuk bunuh diri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa angka kejadian bunuh diri di Manado lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia seperti Bali dan Gunung Kidul. Namun dibandingkan dengan daerah sekitarnya, Manado memiliki angka kejadian yang lebih tinggi. Dari semua kasus bunuh diri di Manado, 100% melakukan gantung diri. Pelaku bunuh diri terbanyak ialah laki-laki berusia 11-20 tahun dan 31-40 tahun. Kata kunci: bunuh diri, gantung diri
Gambaran Sebab Kematian pada Kasus Ekshumasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2016-2018 Lumuhu, Adi W. S.; Kristanto, Erwin; Mallo, Nola T. S.
e-CliniC Vol 7, No 2 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v7i2.26782

Abstract

Abstract: Exhumation is removing buried corpse to reidentify the corpse due to suspicion of the cause of death by the authorities. This study was aimed to obtain the causes of deaths of exhumated cases in North Sulawesi and Gorontalo during years 2016 to 2018. This study was conducted at the Forensic Medicine and Medicolegal Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital, Manado. This was a descriptive and retrospective study using data of Visum et Repertum. There were 10 exhumated cases during those years. Most cases were male (5 cases ~ 50%). The dominating sex was male (6 cases ~ 60%). The highest number of age was 14 years (3 cases ~ 30%). Of 10 exhumated cases, the causes of deaths could be determined in 8 cases. The most fequent causes of deaths was blunt trauma on the head that caused brain tissue injuries (4 cases ~ 40%). In two baby corpses, the causes of deaths could not be determined since both lungs were decomposed and the other baby was a stillbirth. In conclusion, most death causes of exhumated cases in North Sulawesi and Gorontalo registered during years 2016 to 2018 at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado could be determinedand and the main cause of death was blunt trauma on the head that caused brain tissue injuryKeywords: exhumation, cause of death Abstrak: Ekshumasi adalah penggalian jenazah untuk mengidentifikasi kembali jenazah karena timbulnya kecurigaan terhadap kematian seseorang oleh pihak berwenang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sebab kematian pada kasus ekshumasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo tahun 2016-2018. Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan hasil Visum et Repertum. Hasil penelitian mendapatkan 10 kasus ekshumasi selama tahun 2016-2018. Kasus terbanyak yaitu pada tahun 2016 yaitu 5 kasus (50%). Jenis kelamin jenazah didominasi oleh laki-laki sebanyak 6 kasus (60%). Usia terbanyak ialah 14 tahun berjumlah 3 kasus (30%). Dari 10 kasus ekshumasi, 8 kasus dapat ditentukan sebab kematian dengan sebab kematian terbanyak ialah kekerasan tumpul pada bagian kepala yang menyebabkan kerusakan jaringan otak pada 4 kasus (40%). Pada dua kasus bayi, sebab kematian tidak dapat ditentukan karena kedua paru sudah sangat membusuk sedangkan bayi lainnya lahir tidak bernapas. Simpulan penelitian ini ialah secara keseluruhan sebab kematian pada kasus ekshumasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo yang masuk di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou tahun 2016-2018 dapat diungkapkan dengan kekerasan tumpul pada bagian kepala yang menyebabkan kerusak-an jaringan otak sebagai sebab kematian utama.Kata kunci: ekshumasi, sebab kematian
Analisis Jejas Gigitan pada Kasus Forensik Klinik Kristanto, Erwin
e-GiGi Vol 8, No 1 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.1.2020.27094

Abstract

Abstract: Examination of bite mark is one form of dental assistance for the enforcement of justice. A dentist can examine bite mark or be asked his/her expert assessment of bite mark that has been recorded by another dentist. The source of bite marks, the substrate onto which they are generated, and the technique of lifting the bite imprints serve as important tools in analysis. This study was aimed to obtain mengetahui seberapa besar analisis jejas gigitan dapat mengungkapkan pelaku. This was a retrospective and descriptive study, using clinical forensic data from RS Bhayangkara Tingkat III in Manado from January 2015 to December 2019. This study used 2,197 clinical forensic cases data, of which there were 34 cases with bite marks. The most common bite sites were found in the arms (23.4%) and the least locations were found on the cheeks and neck (0.2%). There were 85.29% of bite marks that could be matched with suspected tooth molds. In conclusion, as many as 85.29% of bite marks in this study could be matched with suspected tooth molds. Albeit, mismatch of tooth patterns is not automatically removed somebody from the suspect list. Determinant variables such as the location of bite mark, movement of the jaw or part of the body bitten, and the process of inflammation in the body of the victim must be used as material for analysis in identifying the perpetrators.Keywords: bite mark, forensic odontology, identification of suspect Abstrak: Pemeriksaan jejas gigi (bite mark) merupakan salah satu bentuk bantuan dokter gigi bagi penegakan keadilan. Seorang dokter gigi dapat diminta melakukan pemeriksaan dan analisis jejas gigi atau diminta untuk memberikan keterangan ahli tentang jejas gigi yang telah diperoleh dokter gigi lain. Sumber bekas gigitan, media yang digunakan untuk mendokumen-tasikan dan teknik mentransfer bekas gigitan berfungsi sebagai alat penting dalam analisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar analisis jejas gigitan dapat mengungkapkan pelaku. Jenis penelitian ini ialah deskriptif retrospektif, menggunakan data forensik klinik dari RS Bhayangkara tingkat III Manado pada rentang tahun 2015-2019. Pada penelitian ini digunakan data dari 2197 kasus forensik klinik; diantaranya terdapat 34 kasus dengan jejas gigitan (bite mark). Lokasi jejas gigitan terbanyak ditemukan pada lengan (23,4%) dan paling sedikit pada pipi dan leher, (0,2%) serta didapatkan 85,29% jejas gigitan pada penelitian ini dapat dicocokkan dengan cetakan gigi tersangka. Simpulan penelitian ini ialah sebesar 85,2% jejas gigitan dapat mengungkapkan pelaku, namun ketidakcocokan pola gigi tidak secara otomatis menyingkirkan seseorang dari daftar tersangka. Variabel penentu seperti lokasi gigitan, pergerakan rahang atau bagian tubuh yang digigit, dan proses peradangan pada tubuh korban harus dijadikan bahan analisis dalam mengidentifikasi pelaku, agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pelaku.Kata kunci: jejas gigitan, odontologi forensik, identifikasi pelaku
CLINICAL PRIVILIGE DAN TANGGUNG JAWAB DOKTER INTERNSIP DI RUMAH SAKIT Kristanto, Erwin
Jurnal Biomedik : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.1200

Abstract

Abstract: The internship program is a preregistration professional training program that has to be undertaken by each new graduate medical doctor, educated with a competence-based curriculum. After passing the competence test, the candidates for the internship program, whether civil servants or not, have to pesonally complete their application papers in order to start their professional training programs at the appointed medical health services, eg. a hospital.  Since every hospital has different conditions, the medical comittee and the head of the hospital have to prepare the appropriate clinical privileges for the internship doctors. A good clinical appointment will protect the internship doctors while finishing their professional training, and also protect the hospital from any unnecessary risks. Keywords: internship program, clinical privilige.  Abstrak: Program internsip adalah tahap pelatihan keprofesian pra-registrasi yang harus dijalani setiap dokter baru yang dididik dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Pasca kelulusan ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI), calon peserta internsip ikatan dinas maupun mandiri wajib mengurus kelengkapan administratif guna melaksanakan tugas keprofesiannya di sarana pelayanan kesehatan, salah satunya rumah sakit. Kondisi rumah sakit yang berbeda satu dengan yang lain, membuat komite medis bersama pimpinan rumah sakit harus membuat kajian clinical privilige yang tepat untuk para dokter internsip. Clinical appointment yang tepat akan melindungi dokter internsip dalam menyelesaikan pelatihan keprofesiannya, dan melindungi rumah sakit dari resiko hukum yang tidak perlu.Kata kunci: Program internsip, clinical privilige.
PATOFISIOLOGI RIGOR MORTIS Kristanto, Erwin; Wangko, Sunny
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.3.2014.6331

Abstract

Abstract: As one of the death signs, rigor mortis is usually found in death cases. Most of the rigor mortis phenomenon can be explained thoroughly in forensic science. Understanding of this phenomenon can help the medical practitioners in analyzing forensic cases during their internship as well as during their works as medical doctors in hospitals or other medical facilities. In rigor mortis analysis, we can not avoid any variable which is found in the crime scenes since it will cause bias in the result.Keywords: rigor mortis, myofilaments, ATPAbstract: Kekakuan pada mayat merupakan salah satu tanda kematian yang sering ditemukan pada kasus kematian. Sebagian besar fenomena rigor mortis telah dapat dijelaskan lewat ilmu kedokteran forensik. Pemahaman tentang kaku mayat ini akan membantu dokter dalam membuat analisis forensik kasus yang ditanganinya, baik saat internship maupun dalam praktik kedokteran yang dilakukannya di rumah sakit, maupun fasilitas kesehatan lainnya. Analisis kaku mayat tidak boleh menyingkirkan variabel yang ditemukan pada pemeriksaan, karena akan membawa bias pada hasil analisis.Kata kunci: rigor mortis, miofilamen, ATP
ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Paat, Cicilia; Kristanto, Erwin; Kalalo, Flora P.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15322

Abstract

Abstract: Clinical pathway is a significant administration document to achieve the good clinical governance in the hospital. In Indonesia, this document is one of the very critical requirements that should be provided by the hospital to fulfil the KARS 2012 policy. As the center of referral teaching hospital of East Indonesia, Professor Dr. R. D. Kandou General Hospital has committed to fulfil the international standard of care, inter alia implementation of the clinical pathways based on the main cause of death, high risk, and high cost. There are several obstacles concerning this implementation, such as the irresponsibility of the doctors due to overloaded work, lack of concentration in filling the formation of clinical pathway, and uncertainity in the usage of clinical pathway. This study was aimed to evaluate the implementation of the clinical pathway and its limitation in the hospital above. The results showed that the administrative policy of the clinical pathway had been provided by the top management leader with the specialization in dengue shock syndrome (DSS), chronic kidney disease (CKD), eclampsia, benign prostatic hypertrophy (BPH), and myocardial infarction (MCI) without complication. Conclusion: Clinical pathway was implemented at Prof. Dr. R. D. Kandou General Hospital according to the Minister Health Regulation No. 012 Year 2012 about Standard Accreditation for Hospital.Keywords: clinical pathway, hospitalAbstrak: Clinical pathway merupakan bagian penting dari dokumen dan alat dalam mewujudkan good clinical governance di rumah sakit. Di Indonesia, dokumen ini juga menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi KARS 2012. Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan untuk wilayah Indonesia Timur, berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan berstandar internasional; salah satu upayanya dengan mengimplementasikan clinical pathway. Pemilihan clinical pathway ditujukan pada penyakit-penyakit yang merupakan penyebab utama kematian, berisiko tinggi, dan biaya tinggi. Kendala penggunaan clinical pathway antara lain kurangnya kepatuhan dokter penanggung jawab pasien terhadap clinical pathway, kurangnya konsentrasi dalam pengisian pembentukan clinical pathway, serta kesulitan kepastian penggunaan clinical pathway. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan clinical pathway dan analisis terhadap kendala-kendalanya di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil studi menunjukkan bahwa pada tingkat manajerial telah tersedia kebijakan clinical pathway dan spesialisasinya yaitu dengue shock syndrome (DSS), penyakit ginjal kronik (PGK), preeklamsia berat, benign prostat hypertrophy (BPH), dan miokard cardiac infark (MCI) tanpa komplikasi. Simpulan: Clinical pathway telah diterapkan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou berdasarkan Permenkes Nomor 012 tahun 2012 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.Kata kunci: clinical pathway, rumah sakit
PERAN ENTOMOLOGI FORENSIK DALAM PERKIRAAN SAAT KEMATIAN DAN OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA SISI MEDIS (INTRODUKSI ENTOMOLOGI MEDIK) Kristanto, Erwin; Wangko, Sunny; Kalangi, Sonny; Mallo, Johannis
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.809

Abstract

Abstract: Scrutinized and devoted efforts are needed to unveil mysteries of forensic cases. A variety of methods may be needed, methods that are accountable in court. During the flow of time, some evidence, especially human tissues will degrade and eventually vanish. Albeit, to forensic entomologists, the degradation of human remains will bring other new evidence which is scientifically accountable in court. Just as in life, after death the tissues of humans are still attractive to a variety of insects. Different insects are attracted at different stages of decomposition of the body. These insects follow certain set patterns of development in or on the body. Identification of the types of insects present, and their stages of development, in conjunction with the knowledge of the rates of their development, can be used to determine approximately how long a body has been dead. In addition, this identification might indicate whether a body has been moved from one area to another. Key words: forensic cases, methods, insects.     Abstrak: Dibutuhkan dedikasi dan ketelitian dalam mengungkap berbagai misteri di balik kasus-kasus forensik. Berbagai metode akan amat dibutuhkan dalam menjawab berbagai pertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, dan sudah menjadi keharusan bahwa bukti atau kesaksian ahli ini dapat dipertanggungjawabkan. Dengan berjalannya waktu, beberapa barang bukti, terutama jaringan tubuh manusia akan mengalami proses degradasi dan akhirnya hilang. Namun demikian, bagi seorang ahli entomologi forensik, kerusakan dan hilangnya jaringan tubuh tadi dapat membawa bukti-bukti baru. Bukti yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di pengadilan. Seperti saat hidup, jaringan tubuh manusia setelah kematian tetap menarik bagi berbagai jenis serangga. Jenis serangga yang berbeda akan tertarik pada tahap yang berbeda pula dari tahapan-tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia. Serangga-serangga ini mengikuti suatu pola perkembangan. Terkait dengan pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan mereka, hal ini dapat digunakan untuk membuat suatu perkiraan berapa lama tubuh tadi telah mati. Sebagai tambahan, identifikasi hal di atas juga akan dapat mengindikasikan apakah mayat telah dipindahkan dari satu area ke area yang lain. Kata kunci: kasus forensik, metode, serangga.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik setelah Ekshumasi di Sulawesi Utara: Kontribusi dan Tantangan Kristanto, Erwin
Jurnal Biomedik : JBM Vol 11, No 3 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.11.3.2019.26719

Abstract

Abstract: Forensic examination of exhumed corpse is a procedure with field conditions that may have the widest range in a forensic medical procedure. The examination can be carried out in a hospital with complete equipment up to the condition where the examination must be performed at the excavation site with limited equipment. The various conditions of the corpse when excavated from the grave also make forensic examination of the exhumed corpse has its own challenges and obstacles compared to the other forensic medicine cases. This study was conducted at two hospitals that carried out forensic autopsies in North Sulawesi, namely Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital and RS Bhayangkara tingkat III in Manado. Data were obtained from medical records of exhumation cases carried out by forensic and medicolegal specialists. The results showed that from 22 cases of forensic medical examinations on exhumated corpses, 17 corpses were male (77%) and 5 corpses (23%) were female. In 95.45% of cases, the causes of deaths could be determined, while in 4.54% the causes of deaths could not be determined anymore. In conclusion, the contribution of forensic examinations on exhumation cases has the same quality as forensic examinations in any other cases. Meanwhile, the main challenge of this examination is the carefulness of the investigator in schedulling the examination.Keywords: forensic medicine, exhumation Abstrak: Pemeriksaan forensik setelah proses ekshumasi merupakan prosedur dengan kondisi lapangan yang mungkin memiliki rentang terlebar dalam suatu prosedur kedokteran forensik. Pemeriksaan dapat dilakukan di rumah sakit dengan alat yang lengkap hingga kondisi dimana pemeriksaan harus dilakukan di tempat penggalian, dengan alat terbatas. Kondisi jenazah yang beragam saat digali dari kubur juga membuat pemeriksaan forensik pada jenazah setelah proses ekshumasi memiliki tantangan dan hambatan tersendiri bila dibandingkan dengan kasus kedokteran forensik lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di dua rumah sakit yang melaksanakan autopsi forensik di Sulawesi Utara, yaitu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dan RS Bhayangkara tingkat III Manado. Data dikumpulkan dari rekam medis kasus ekshumasi yang dilaksanakan dokter spesialis forensik dan medikolegal. Hasil penelitian mendapatkan 22 kasus pemeriksaan kedokteran forensik pada jenazah hasil ekshumasi selama thaun 2015-2019, terdiri dari 17 jenazah laki-laki (77%) dan 5 jenazah perempuan (23%). Pada 95,45% kasus sebab kematian dapat ditentukan, sedang pada 4,54% tidak dapat ditentukan lagi sebab kematiannya. Simpulan penelitian ini ialah kontribusi yang diberikan pemeriksaan forensik pada kasus ekshumasi sama kualitasnya dengan pemeriksaan forensik pada kasus korban yang baru meninggal sedangkan tantangan utama pemeriksaan jenazah ekshumasi yaitu kejelian penyidik dalam meminta dan menjadwalkan pemeriksaan.Kata kunci: Kedokteran Forensik, ekshumasi
Gambaran Sebab Kematian pada Kasus Kematian Tidak Wajar yang Diautopsi di RS Bhayangkara Tingkat III Manado dan RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017-2018 Ango, Charissa P.; Tomuka, Djemi; Kristanto, Erwin
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.26928

Abstract

Abstract: Unnatural deaths are not caused by diseases but by others such as accidents, killings, and suicide. The death of someone which is suspected unnaturally, needs to be found out with certainty about the cause of death through an autopsy by a forensic doctor. This study was aimed to obtain the causes of unnatural death cases autopsied at RS Bhayangkara tingkat III Manado and Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado in 2017-2018. This was a retrospective and descriptive study using Visum et Repertum data. The results showed 77 cases of unnatural deaths. As many as 45 cases were autopsied in 2017 and 32 cases in 2018. Most victims were male (68 cases), aged 17-25 years (late adolescence; 18 cases). The most common cause of death was sharp violence (45 cases). In conclusion, most autopsy cases of unnatural deaths were performed on males, aged 17-25 years (late adolescence), and sharp violence as the cause of death.Keywords: unnatural death, cause of death, autopsy Abstrak: Kematian tidak wajar adalah kematian yang tidak disebabkan oleh penyakit, seperti kecelakaan, pembunuhan dan bunuh diri. Kematian seseorang yang diduga tidak wajar, perlu dicari tahu secara pasti penyebab kematiannya melalui autopsi oleh dokter forensik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sebab kematian pada kasus kematian tidak wajar yang diautopsi di RS Bhayangkara Manado dan RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2017-2018. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan data hasil Visum et Repertum. Hasil penelitian mendapatkan 77 kasus kematian tidak wajar yang diautopsi, yaitu pada tahun 2017 sebanyak 45 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak 32 kasus. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan (68 kasus vs 9 kasus). Usia terbanyak ialah 17-25 tahun (masa remaja akhir) sebanyak 18 kasus. Penyebab kematian terbanyak ialah kekerasan tajam sebanyak 45 kasus. Simpulan penelitian ini ialah sebagian besar kasus kematian tidak wajar yang diautopsi dilakukan pada usia 17-25 tahun (masa remaja akhir), jenis kelamin laki-laki, dengan sebab kematian kekerasan tajam.Kata kunci: kematian tidak wajar, sebab kematian, autopsi