Muhammad Syuib
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : LEGITIMASI: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum

Legal Considerations in The Settlement of Domestic Violence Cases: An Analysis of Decision Number 99/Pid.Sus/2018/Pn Bna [Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Analisis Putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN Bna] Muhammad Nauval; Soraya Devy; Muhammad Syuib
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v9i2.8517

Abstract

Abstract: Article 5a and 5b as well as Articles 6 and 7 of Law Number 23 of 2004 describe physical and psychological violence within the household. Seeing the decision Number 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. If we look at the case from the perspective of the perpetrator's actions against the victim, it would be inappropriate if the sentence was only 20 days in prison, because the impact caused by the victim was not commensurate with the punishment given to the perpetrator. In addition, in the decision there are two charges, the first indictment is a primary charge of Article 44 paragraph (1) with a maximum imprisonment of 5 years, while the second indictment is a subsidiary indictment of Article 44 paragraph (4) with a maximum imprisonment of 4 months. However, the judge's decision was only 20 days in prison based on the consideration of the primary indictment. The research question in this thesis is how the judge's legal considerations in the settlement of criminal cases of domestic violence are and what are the views of Islamic criminal law on the actions of the defendant in the decision Number 99/Pid.Sus/2018 at the Banda Aceh District Court. This study uses a descriptive analysis research method. Data collection techniques in this study were interviews with judges who tried the case and obtained from primary data sources and secondary data. The results of the study found that, the basis of the judge's legal considerations in resolving domestic violence cases following Decision 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna uses consideration of the elements of each person and the element of committing physical violence, while the judge's statement during the interview the panel of judges considered attitude and the way the defendant gave his statement, besides that the defendant apologized and promised not to do it again. Meanwhile, according to the view of Islamic criminal law, the judge's legal considerations for the actions committed by the perpetrators are classified as criminal acts other than the soul, namely actions that do not kill life, and the provisions of the qishas punishment apply. Judges may decide based on their considerations but still adhere to the juridical basis that has been determined. Abstrak: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pasal 5a dan 5b serta Pasal 6 dan Pasal 7 yang menjelaskan tentang kekerasan fisik dan psikis dalam lingkup rumah tangga. Melihat putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kasus tersebut jika kita lihat dari segi perbuatan pelaku terhadap korban maka kurang pantas jika diputuskan hukuman hanya 20 hari penjara, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh korban tidak setimpal dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Selain itu juga di dalam putusan terdapat dua dakwaan yang dakwaan pertama dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dengan maksimal penjara 5 tahun, sedangkan dakwaan kedua dakwaan subsider Pasal 44 ayat (4) dengan maksimal penjara paling lama 4 bulan. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan hakim hanya 20 hari penjara berdasarkan pertimbangan dakwaan primer. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap perbuatan terdakwa pada putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, untuk memberikan gambaran secara utuh dan kongkret, metode pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan hakim yang mengadili perkara tersebut dan diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT sesuai dengan Putusan 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna menggunakan pertimbangan unsur setiap orang dan unsur melakukan kekerasan fisik, sedangkan keterangan hakim saat wawancara majelis hakim lebih mempertimbangkan sikap dan cara terdakwa memberikan keterangan, selain itu juga dikarenakan terdakwa meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Adapun menurut pandangan hukum pidana Islam pertimbangan hukum hakim terhadap perbuatan yang dilakukan pelaku digolongkan pada tindak pidana atas selain jiwa, yaitu tindakan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, dan berlaku ketetapan hukuman qisas. Hakim boleh menjatuhkan berdasarkan pertimbangannya, namun tetap berpegang teguh pada landasan yuridis yang telah ditetapkan.
Implementasi Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh Pasca 15 Tahun MoU Helsinki Muhammad Syuib; Desi Hasnawati
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 11, No 1 (2022)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v11i1.13463

Abstract

Abstract: Truth and Reconciliation Commission of Aceh is established as a logical consequence of peace agreement between the Government of Republic of Indonesia and Free Aceh Movement. Now, the peace period is turning into 15 years old. One aspect has been criticized so far, is the performance of KKR Aceh in implementing the agreement of MoU Helsinki, given, the institution has a vital role to advocate transitional justice in Aceh, especially for conflict victims. The research questions are how far the successful of KKR Aceh in advocating the justice for victims of conflict in Aceh and what are the advantages faced in the field. The research method is juridical empiric which is overseeing between the rules and the practice and also using cases approach. The result is, the performance of KKR Aceh is not running optimally yet in presenting the justice for victims of armed-conflict in Aceh, due to having the less support of financial and also human resource from government.Abstrak: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dibentuk sebagai konsekuensi logis dari kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki. Kini, usia perdamaian itu sudah mencapai 15 tahun. Salah satu yang menjadi sorotan selama kurun waktu tersebut adalah kinerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dalam menjalankan amanah MoU Helsinki. Mengingat lembaga ini memiliki peran penting untuk menghadirkan keadilan transisi di Aceh, khususnya bagi Korban konflik. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kiprah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dalam menghadirkan keadilan bagi korban konflik di Aceh serta hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan kerja-kerja KKR Aceh. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris yakni penelitian yang melihat antara aturan dan prakteknya di lapangan, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kasus. Hasil penelitian ditemukan bahwa kiprah KKR Aceh belum berjalan maksimal dalam menghadirkan keadilan bagi korban konflik dikarenakan lemahnya dukungan anggaran dan juga sumber daya manusia dalam melaknsankan kerja-kerja KKR di lapangan.