Muhammad Syuib
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Kewenangan Hakim Menerapkan Diskresi dalam Permohonan Dispensasi Nikah (Studi Kasus di Mahkamah Syar’iyah Jantho) Syuib, M. Syuib; Filzah, Nadhilah
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (681.142 KB) | DOI: 10.22373/sjhk.v2i2.4747

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban dan alasan mengapa hakim dapat mengabulkan dan memberikan dispensasi nikah  kepada pasangan yang belum cukup umur. Untuk memperoleh jawaban tersebut peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) yang didukung dengan data primer berupa wawancara langsung dengan hakim dan panitera permohonan di Mahkamah Syar’iyah Jantho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar kewenangan hakim menerapkan diskresi adalah dengan melakukan pemilihan fakta-fakta yang diajukan sehingga dapat dipilih fakta yang relevan dan benar-benar menjadi alasan hukum yang tepat. Dengan begitu, hakim dapat membuat suatu keputusan yang bijaksana yaitu keputusan yang memenuhi unsur keadilan, kepastian, kemanfaatan hukum dan menimbulkan kemaslahatan bagi pasangan tersebut. Temuan lainnya, dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan dispensasi nikah dikarenakan khawatir dan takut akan timbulnya fitnah, disebabkan banyak kemudharatan atau dampak negatif yang timbul apabila tidak diberikan dispensasi nikah tersebut.
Legal Considerations in The Settlement of Domestic Violence Cases: An Analysis of Decision Number 99/Pid.Sus/2018/Pn Bna [Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Analisis Putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN Bna] Muhammad Nauval; Soraya Devy; Muhammad Syuib
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v9i2.8517

Abstract

Abstract: Article 5a and 5b as well as Articles 6 and 7 of Law Number 23 of 2004 describe physical and psychological violence within the household. Seeing the decision Number 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. If we look at the case from the perspective of the perpetrator's actions against the victim, it would be inappropriate if the sentence was only 20 days in prison, because the impact caused by the victim was not commensurate with the punishment given to the perpetrator. In addition, in the decision there are two charges, the first indictment is a primary charge of Article 44 paragraph (1) with a maximum imprisonment of 5 years, while the second indictment is a subsidiary indictment of Article 44 paragraph (4) with a maximum imprisonment of 4 months. However, the judge's decision was only 20 days in prison based on the consideration of the primary indictment. The research question in this thesis is how the judge's legal considerations in the settlement of criminal cases of domestic violence are and what are the views of Islamic criminal law on the actions of the defendant in the decision Number 99/Pid.Sus/2018 at the Banda Aceh District Court. This study uses a descriptive analysis research method. Data collection techniques in this study were interviews with judges who tried the case and obtained from primary data sources and secondary data. The results of the study found that, the basis of the judge's legal considerations in resolving domestic violence cases following Decision 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna uses consideration of the elements of each person and the element of committing physical violence, while the judge's statement during the interview the panel of judges considered attitude and the way the defendant gave his statement, besides that the defendant apologized and promised not to do it again. Meanwhile, according to the view of Islamic criminal law, the judge's legal considerations for the actions committed by the perpetrators are classified as criminal acts other than the soul, namely actions that do not kill life, and the provisions of the qishas punishment apply. Judges may decide based on their considerations but still adhere to the juridical basis that has been determined. Abstrak: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pasal 5a dan 5b serta Pasal 6 dan Pasal 7 yang menjelaskan tentang kekerasan fisik dan psikis dalam lingkup rumah tangga. Melihat putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kasus tersebut jika kita lihat dari segi perbuatan pelaku terhadap korban maka kurang pantas jika diputuskan hukuman hanya 20 hari penjara, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh korban tidak setimpal dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Selain itu juga di dalam putusan terdapat dua dakwaan yang dakwaan pertama dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dengan maksimal penjara 5 tahun, sedangkan dakwaan kedua dakwaan subsider Pasal 44 ayat (4) dengan maksimal penjara paling lama 4 bulan. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan hakim hanya 20 hari penjara berdasarkan pertimbangan dakwaan primer. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap perbuatan terdakwa pada putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, untuk memberikan gambaran secara utuh dan kongkret, metode pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan hakim yang mengadili perkara tersebut dan diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT sesuai dengan Putusan 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna menggunakan pertimbangan unsur setiap orang dan unsur melakukan kekerasan fisik, sedangkan keterangan hakim saat wawancara majelis hakim lebih mempertimbangkan sikap dan cara terdakwa memberikan keterangan, selain itu juga dikarenakan terdakwa meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Adapun menurut pandangan hukum pidana Islam pertimbangan hukum hakim terhadap perbuatan yang dilakukan pelaku digolongkan pada tindak pidana atas selain jiwa, yaitu tindakan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, dan berlaku ketetapan hukuman qisas. Hakim boleh menjatuhkan berdasarkan pertimbangannya, namun tetap berpegang teguh pada landasan yuridis yang telah ditetapkan.
Palestine in International Law Perspective M. Syuib
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v1i1.2560

Abstract

The purpose of this research is to determine whether the state of Palestine has met the criteria as a sovereign state or not according to international law perspective. To answer this question, it will be used two theories related to the establishment of statehood, namely; constitutive theory and declarative theory. The constitutive theory stresses that a nation or government may become the subject of the international law if other nations acknowledge them as a state. While the declarative theory emphasizes that a nation can only be classified as statehood if it fulfills the normative criteria as stipulated in the Montevideo Convention, these are; permanent population, a defined territory and government. After analyzed, it is found that Palestine has actually fulfilled the criteria or requirement as a sovereign state based on the two above theories. The state already has permanent population, a defined territory and effective government. Similarly, Palestine has been recognized by 136 countries out of 193 countries in the world. There is only political matter which makes superpower states such as the United States of America have not given yet the recognition to the Palestine. Due to superpower states, more less it will affect Palestine to gain more recognition from other countries. However, Palestine is a sovereign state now based on the international law perspective. The methodology used in this research is by collecting primary resources such as journals, books, the United Nations document and other several secondary resources, and then these are analyzed and come up with a conclusion. Key words: Palestine, Sovereignity, Perspective, International Law.
The Protection of Online Shopping Consumer Rights in Australia Muhammad Syuib
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.596 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v5i1.7268

Abstract

As one of the advanced countries in the world, Australia is putting technology as main instrument in dealing with daily activity, included in shopping. Therefore, nowadasys, many Australian rely on online shopping. It seems everything becomes easier when it is dealt online. People do not need to go outside their home and spend their money. What they can merely need is just sit at home and wait for the order. Thus, online shopping can be argued is more effective and efficient in this era. However, beyond this positive aspect, there are also some negative aspects. Among them is the quality of the product. Buyers (consumers) would never see goods or services directly. They only view the products or services through pictures or videos which are available on the website. The problem is, these images and videos might not be as good as reality. The vendors post the high quality pictures and videos on the site merely to attract consumers. Another issue is, difficult to communicate with the seller after buying the product. During the negotiation, it is easy to contact seller, but after the products are sold, majority vendors would “disappear”. Security payment is among on the risk list as well. Therefore, it is interesting to be researched, how the Australian law then protects its society from such risk. The Government claims that the Australian Competition and Consumer (ACC) Act 2010 has become law umbrella in protecting Australian in dealing with online shopping.
Ketentuan Calon Kepala Daerah Dari Pns Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Muhammad Syuib
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.362 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v4i2.5965

Abstract

Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Isyarat ini tertuang dalam Pasal 28D ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Berdasarkan Pasal 123 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa  Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Untuk itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui landasan pertimbangan PNS harus mundur jika maju dalam Pilkada. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menjelaskan landasan pertimbangan sehingga PNS harus mundur dari jabatan organiknya jika maju sebagai calon kepala daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang menitik beratkan pada penelitian data kepustakaan atau yang disebut data sekunder, serta mengkaji peraturan perundang-undangan berkaitan dengan persyaratan pencalonan bagi PNS yang maju sebagai calon kepala daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PNS harus mundur dari jabatan negeri adalah bagian dari ketundukkannya terhadap aturan-aturan yang mengatur birokrasi pemerintahan dan aturan-aturan kepegawaian karena ketika seseorang telah memilih menjadi PNS maka dia telah mengikatkan diri dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur dirinya sebagai aparatur negara. Selain itu, agar terhindar dari adanya penyalahgunaan wewenang karena hal itu melanggar hukum.
Tindak Pidana Pencurian Jaringan Wifi Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik M. Syuib; Maisarah Maisarah
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v6i1.10611

Abstract

This research is motivated by the number of internet (Wi-Fi) stealing around Syiah Kuala Sub District, Banda Aceh, in which this action can disserve the owner of the internet and against to the law. The method of this research is qualitative in which it describes the result of research objectively to conditions encountered in the gorund. The research problems are how the Wi-Fi internet is theft (modus operandi) and what are juridical consequences of the act according to Article 30 of Law No. 19/2016 concerning Electronic Information and Transactions, and how is the Islamic law perspective on the act of internet stealing. The result showed that the modus operandi of Wi-Fi internet stealing is by using a laptop or mobile phone and downloading certain software or applications they need to break through the security system and obtain a username and password. Theft or internet (Wi-Fi) stealing in Syiah Kuala District, Banda Aceh City, can be punished under Article 30 paragraph (1), (2) and (3) in conjunction with Article 46 paragraph (1), (2) and (3) Law No. 19/2016 concerning Electronic Information and Transactions. The action categorized as illegal access. The theft of the Wi-Fi internet in Islamic law perspective is clearly prohibited (haram) due to someone has used other people property without permission. So, it is expected that the perpetrators or other people in order not to do the actin because it is against to the law, and also expected the Wi-Fi owner could report the case to the police.
Implementasi PTSL Sebagai Upaya Pencegahan Konflik Pertanahan Di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar M. Syuib; Sarah Diana Aulia
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v6i2.11538

Abstract

In order to guarantee legal certainty for land rights holders, the Government is conducting land registration program throughout Indonesia territory. The program has put an obligation to the land rights holder to register their land. The purpose of land registration is, to provide evidence for the ownership of land. The implementation mechanism of the program in regulated in the Permen ATR/BPN Number 6 of 2018 concerning Complete Systematic Land Registration (PTSL). The presence of the Permen is, in order to prevent land disputes in the community by accelerating land registration. Sub-district of Ingin Jaya, which is located in the Aceh Besar district, is one of the areas where PTSL activities are carried out. Currently, there is a large area of land in the Aceh Besar district has not been certified yet, it may cause legal uncertainty for land owner and such condition can potentially lead to land dispute. One of the indicators to claim this, are by taking land dispute cases as put on trial in the Jantho Court which has reached 32 cases from 2014 until 2019. This study aims to find out how the implementation of PTSL and its barrier in the Sub-District of Ingin Jaya, Aceh Besar. The research method is an empirical juridical research; it works by conducting observations, interviews, and documentation. The result found that the implementation of PTSL in the Sub-District of Ingin Jaya, Aceh Besar, is in accordance with Permen ATR/BPN No. 6 of 2018. However, in the ground, it is found that there are a number of obstacles which affect the successful of the PTSL program both internally and externally. Therefore, synergy and cooperation with all parties are needed so that the PTSL program in the Sub-District of Ingin Jaya can be implemented successfully in order to provide legal certainty for land rights holders, so that the land dispute can be prevented as early as possible.
NEGARA PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL M. Syuib
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v1i1.2559

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Palestina sudah memenuhi kriteria sebagai sebuah negara berdaulat dalam perspektif hukum internasional atau belum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan dua teori yang berkaitan dengan pembentukan negara berdaulat, yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif sebagai landasan normatifnya. Teori konstitutif menekankan bahwa negara-negara atau pemerintah dapat menjadi subyek hukum Internasional jika negara lain mengakui mereka terlebih dahulu. Sedangkan teori deklaratif lebih menekankan bahwa sebuah negara, baru dapat diklasifikasikan sebagai sebuah negara baru berdaulat jika negara-negara ini dapat memenuhi persyaratan normatif sebagaimana disebutkan dalam konvensi Montevideo, yaitu;adanya penduduk yang tetap (permanent population), wilayah (defined territory),dan pemerintah(government). Dalam analisisnya, ditemukan bahwa Palestina sebenarnya sudah memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai sebuah negara berdaulat berdasarkan kedua teori di atas. Palestina sudah memiliki penduduk yang tetap, wilayah yang jelas, dan pemerintah yang effektif. Begitu juga, Palestina sudah diakui oleh 136 negara dari 193 negara yang ada di dunia ini. Hanya saja faktor politik membuat negara superpower seperti Amerika Serikat belum memberi pengakuan kepada Palestina. Karena itu negara superpower maka sedikit banyak mempengaruhi sepak terjang Palestina dalam mendapatkan pengaruh dari negara lain. Namun begitu, Palestina adalah sebuah negara berdaulat dalam perspektif hukum internasional. Dalam melakukan penelitian ini, metode yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan bahan-bahan primernya seperti jurnal, buku, dokumen Perserikatan Bangsabangsa, dan beberapa bahan sekunder lainnya lalu dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan. Kata kunci: Palestina, Berdaulat, Perspektif, Hukum Internasional
Pencabutan Hak Hadhȃnah Terhadap Istri Yang Berzina Berdasarkan Perspektif Tarjih Maşhlahah (Analisis Putusan Hakim Tingkat Banding Nomor: 59/Pdt.G/2017/MS-Aceh) Mutiara Fahmi; Muhammad Syuib; Yunita Arnanada
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 2 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i2.7635

Abstract

Salah satu konsekuensi akibat adanya perceraian yaitu hadhânah. Jadi terjadi perceraian anak yang belum mumayyiz adalah hak ibu sebagai pemegang hadhânah. Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi bagi perempuan pengasuh, jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka gugur hak  hadhânah terhadapnya. Syaratnya ialah: Islam, baligh, berakal sehat, memiliki kemampuan untuk mendidik anak, amanah, berbudi pekerti yang baik. Namun bagaimana jika istri berzina dengan laki-laki lain apakah ia masih berhak diberikan hadhânah atau tidak. Dalam putusan hakim tingkat banding di Mahkamah Syar’iyyah Aceh Nomor 59/Pdt.G/2017/MS-Aceh masih memberikan hak hadhânah kepada istri yang berzina. Oleh sebab itu penulis skripsi ingin mengetahui bagaimana dasar pertimbangan Mejelis Hakim Mahkamah Syar’iyyah Aceh memberikan hadhânah kepada istri yang berzina dan bagaimana kesesuaian putusan hakim Mahkamah Syar’iyyah Aceh tersebut jika ditinjau dalam perspektif tarjih maşhlahah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian yang temukan ialah Pertimbangan Hakim Mahkamah Syar’iyyah Aceh tetap memberikan hadhânah kepada ibu didasari atas hakim marujuk pada Pasal 105 KHI yang menyatakan “dalam hal terjadinya perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya”. Kemudian, Majelis hakim tingkat banding mempelajari lagi pada putusan tingkat pertama, bahwa menurut keterangan saksi yang diajukan oleh para pihak tidak ada yang menyatakan jika istri berzina dengan laki-laki lain, dan suami tidak memiliki bukti yang dapat menguatkan argumentasi yang menyatakan kalau istri berzina dengan laki-laki lain, oleh karena itu Majelis hakim tingkat banding tidak dapat mencabut hak hadhânah terhadap istri. Jika ditinjau dari perspektif tarjih maşhlahah, putusan  Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyyah sudah tepat dalam memberikan hadhânah kepada istri. Hakim dalam memutuskan perkara hadhânah disini beralih kepada aturan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105, dikarenakan istri tidak dapat dibuktikan bahwa ia berzina dengan laki-laki lain dan istri juga belum menikah dengan laki laki lain. Oleh karena itu hakim menetapkan hadhânah kepada istri yang berzina tetap mengutamakan kemashlahatan dengan cara mengambil kemudaratan yang paling ringan.
Persepsi Masyarakat terhadap Izin Poligami Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 M. Syuib M. Syuib; Aji Afdillah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 2, No 1 (2019): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v2i1.7642

Abstract

Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan. Salah. Hukum Keluarga Islam, memang memperbolehkan poligami tetapi membatasi kebolehan poligami hanya sampai 4 orang istri dengan syarat-syarat yang ketat pula yang harus dipenuhi suami seperti keharusan berlaku adil diantara para istri. Poligami merupakan salah satu persoalan dalam perkawinan yang paling banyak dibicarakan dan juga kontroversial. Satu sisi poligami ditolak dengan berbagai macam argumentasi baik yang bersifat normatif, psikologis bahkan selalu dikaitkan dengan ketidak adilan gender. Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan yaitu istri yang terdahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Gampong Gue Gajah mengenai izin poligami, mengapa masyarakat Gampong Gue Gajah secara umum menolak praktik poligami walaupun sudah ada perizinan yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan. Untuk memperoleh jawaban tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif normatif. Adapun metode pengumpulan data dengan wawancara dan dikategorikan sebagai penelitian lapangan (Field research). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dilapangan, faktor yang menyebabkan banyaknya masyarakat hingga menafikan poligami karena kurangnya edukasi tentang pemahaman mengenai Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 5 ayat (1)  mengenai prosedur perizinan poligami. Selama ini masyarakat memandang poligami itu ialah hal buruk dengan alasan gender dan hak asasi manusia (HAM). Paling umum masyarakat menyampaikan mereka tidak siap baik secara mental, hati, hingga takut diperlakukan tidak adil. Padahal dalam Undang-undang Perkawinan telah memberikan kewenangan kepada istri terdahulunya, bahwasanya jika suami ingin berpoligami maka harus mendapatkan izin lisan dan tertulis di depan persidangan.