Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

KONSEP PENETAPAN WALI HARTA DALAM PEMIKIRAN MAZHAB SYAFI’I DAN PRAKTEK MASYARAKAT ACEH BESAR Devy, Soraya
Petita : Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : State Islamic University (UIN) Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (896.39 KB) | DOI: 10.22373/petita.v1i1.1298

Abstract

The sequence of capital guardianship in thought of Syafi’i consists of grandfather, those handed down by father, and justices. The fact happening in Great Aceh society shows that orphan’s capital cannot be refunded when children legally mature. This article has purposes to know deeply the concept of thought in Syafi’i perspective in appointing guardianship for his children, seeing the consideration of justices in the Mahkamah Syar’iyah of Great Aceh. Guarder has obligation to protecting and saving children’s capital and return it back when the children grow up. The process of appointing guardianship in Great Aceh society has arranged with inviting an Islamic scholar having understanding in Islamic knowledge. The guardianship priority comes from the oldest man in a family. If there does not have the oldest man, the guardianship will deliver to other family in the line of father’s family. It seems that justices have consideration to protect the children and his capital.
Perceraian Nikah di Bawah Tangan dan Pengaruhnya terhadap Pengasuhan Anak (Studi Kasus di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireun) Devy, Soraya; Rizqi, Ayu Maulina
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.082 KB) | DOI: 10.22373/sjhk.v2i2.4739

Abstract

Nikah di bawah tangan atau nikah tidak dicatat merupakan isu hukum keluarga kontemporer yang masih dipraktekkan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Bireun. Masalah yang ingin diteliti adalah apa saja dampak dan pengaruh perceraian dari nikah di bawah tangan terhadap pengasuhan anak di Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Bireun, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap perlindungan hukum anak akibat perceraian dari perkawinan di bawah tangan. Penelitian ini masuk dalam studi kasus (case study). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceraian dari nikah di bawah tangan terhadap pengasuhan anak di Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Bireun memiliki dampak negatif terhadap pengasuhan anak. Dua kasus ditemukan seorang ayah tidak menafkahi anak, tidak memberikan biaya pengasuhan, dan tidak merawat anak dengan baik. Menurut hukum Islam anak akibat perceraian dari perkawinan di bawah tangan tetap harus diberikan perlindungan hukum, khususnya bagi kedua orang tuanya. Islam memandang pernikahan di bawah tangan tetap sah, dan anak yang dihasilkan juga sah. Orang tua dari pasangan nikah di bawah tangan wajib melindungi anak dengan memberikan perawatan, pembiayaan, nafkah, kesehatan dan pendidikan anak, meskipun keduanya telah bercerai.
PERAN PANGLIMA LAOT DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN PULO ACEH Devy, Soraya; Rahmi, Siti
LEGITIMASI: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Islam Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Criminal Islamic Law, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v8i1.5014

Abstract

Abstrak Panglima Laot merupakan lembaga adat laot dalam masyarakat nelayan. Lembaga ini memiliki beberapa tugas penting dalam bidang kelautan  dan perikanan, seperti melaksanakan hukom adat laot dan kebiasaan dalam masyarakat nelayan di Kecamatan Pulo Aceh. Maraknya pengrusakan alam laut yang terus terjadi di perairan laut Pulo Aceh seperti pengeboman dan pembiusan ikan tanpa memperdulikan kelestarian alam laut yang mengakibatkan rusak dan hancurnya terumbu karang beserta ekosistem alam laut lainnya. Dalam Islam pengrusakan alam laut termasuk katagori ifsad fi al-ardl (berbuat kerusakan di muka bumi). Untuk mencegah pengrusakan laut ini maka Islam memberikan sanksi ta?zir yang diserahkan kepada pemerintah. Penelitian ini bertitik tolak dari tiga tujuan pokok, pertama untuk mengetahui bagaimana tindakan Illegal Fishing yang terjadi di perairan Pulo Aceh, kedua, untuk mengetahui bagaimana peranan Panglima Laot dalam penyelesaian tindak pidana Illegal Fishing di perairan Pulo Aceh dan ketiga untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindakan Illegal Fishing di perairan Pulo Aceh. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu dengan menjelaskan dan menggambarkan permasalahan-permasalahan dan kemudian diambil kesimpulan. Teknik pengumpulan data dilakukan penulis dengan cara observasi serta kajian pustaka (library reasearch). Hasil dari penelitian ini adalah bentuk perlindungan yang dilakukan oleh Lembaga Panglima Laot berupa patroli masyarakat nelayan, membentuk kawasan perlindungan laut, yang berada satu mil dari kawasan Pulo Aceh. Sedangkan faktor penghambat yang mempengaruhi masyarakat dalam mengadakan perlindungan laut adalah masih kurangnya kesadaran individu dalam melestarikan lingkungan laut dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam laut.  Kata Kunci :Panglima Laot-Illegal Fishing-Hukum Adat Laot-Hukum Islam
Peran Perangkat Desa terhadap Pelaksanaan Perwalian Anak Korban Tsunami (Studi Kasus di Kec. Krueng Sabee, Kab.Aceh Jaya) Devy, Soraya; Mela mirdawati, Mela mirdawati
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v2i1.3108

Abstract

Musibah tsunami menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Aceh. Musibah tsunami Aceh memakan banyak korban, anak-anak telah kehilangan orang tua dan sanak keluarga. Langkah yang harus diambil terhadap anak korban sunami yaitu pengangkatan perawlian anak. Pengangkatan wali anak ini telah dilakukan di berbagai daerah, salah satunya di Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya. Tujuan yang ingin digali yaitu terkait peran perangkat desa dalam sistem pengangkatan wali anak korban tsunami di Kec. Krueng sabee berikut dengan pengawasannya, serta pandangan Hukum Islam terhadap pelaksanaan perwalian anak korban tsunami di kec. Krueng sabee. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus (case study). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perangkat desa yaitu melakukan musyawarah pengangkatan wali anak. Prosesnya dilakukan dengan jalan musyawarah gampong, yang melibatkan keuchik, sekdes, tengku imum/imum meunasah, tuha peut gampung, sanak kerabat anak jika masih ada, dan masyarakat gampong secara umum. Perwalian anak korban tsunami di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya tidak dilakukan pengawasan. Alasannya: Pertama, penunjukan wali tidak dilakukan dengan akte tertulis. Kedua, anak korban tsunami diwalikan sendiri oleh sanak kerabat yang masih hidup. Ketiga, adanya keinginan masyarakat untuk mengangkat anak, sehingga pengawasan dipandang tidak perlu.
The Implementation of Verdict Execution on Providing Maḍiyah Maintenance Following Divorce According to Islamic Law (Case Study in Syar’iyyah Court Banda Aceh) Devy, Soraya; Suci, Dwi Mekar
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v4i2.6179

Abstract

The article discusses the procedures of filing a plea to execute verdicts on providing māḍiyah maintenance and the effort to implement the verdicts in Syar’iyyah Court Banda Aceh.  The study was conducted with a qualitative approach and the collected data were analyzed with a descriptive-analysis method based on Islamic law perspective. The result shows that the procedure and the legal effort to file an execution toward the verdict related to māḍiyah maintenance in Syar’iyyah Court are distinguished into two types of divorce, i.e. talak divorce and filed divorce. In talak divorce, the execution of the verdict related to maintenance is conducted during the reading of the talak pledge. In the filed divorce, the ex-wife’s lawsuit related to maintenance which is neglected by the ex-husband is entitled to be legally sued through filing a plea on execution. The phases as follows: (1) the ex-wife files a plea of execution to the court, (2) pay the execution cost, (3) aanmaning (a warning to the defendant), (4) the ex-husband and ex-wife comply with the summons by the court, (5) the court establishes executorial beslag (executing confiscation), (6) the court establishes an execution order, (7) an auction. According to the Islamic perspective, the execution of māḍiyah maintenance can be conducted following the ex-wife’s lawsuit to the court. The execution of māḍiyah maintenance can be performed by the court based on the valid provisions of executing māḍiyah maintenance in Syar’iyah Court upon consideration of benefit and expediency principles.
The Government’s Role in Decreasing Divorce Rates in Indonesia: The Case of Aceh and South Sulawesi Mursyid Djawas; Ridhwan Ridhwan; Soraya Devy; Asmaul Husna
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v21i1.20870

Abstract

This study discusses the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi. This study investigates factors affecting the increase of divorce rates and the role of the government in decreasing the divorce rates. This research is an empirical legal study that used structural functionalism theory and role theory. Data was collected through questionnaires, interviews, and document studies. This study concludes that the factors that influence the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi, are economy, education, the lack of religious understanding, social media, early marriage, and the lack of empathy on the rights and obligations of husband/wife. As a result, the high divorce rate in Indonesia negatively affects children, families and the nation. The government's efforts to address this reality are by holding out pre-marital courses, preaching marriage sermons to strengthen family and prevent a divorce, holding happy family contests, and designing a marriage guidance module for brides and grooms. These efforts, in the sociology of law context, are the government's function and role in anticipating the increasing divorce rates so the social system stability can be maintained. Abstrak:Penelitian ini membahas upaya pemerintah dalam menurunkan angka perceraian  di Indonesia khususnya di Aceh dan Sulawesi Selatan. Studi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perceraian dan dampak yang disebabkannya. Sumber data dalam penelitian hukum empiris  ini adalah kuisioner, wawancara, dan studi dokumen. Data-data  tersebut kemudian diolah menggunakan  teori  fungsionalisme struktural dan teori peran. Temuan dalam penelitian menjelaskan bahwa penyebab meningkatkan perceraian di Aceh dan Sulawesi Selatan adalah ekonomi, pendidikan, kurangnya pemahaman agama, media sosial, pernikahan dini, dan kurangnya empati terhadap kewajiban suami/istri.  Tingginya perceraian ini berdampak negatif kepada anak, keluarga, dan bangsa. Upaya pemerintah untuk mengatasi kenyataan ini adalah dengan mengadakan kursus pranikah, khotbah nikah untuk memperkuat keluarga dan mencegah perceraian, mengadakan kontes keluarga bahagia, dan merancang modul panduan pernikahan untuk calon pengantin. Upaya-upaya tersebut, dalam konteks sosiologi hukum, merupakan fungsi dan peran pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem sosial.
Legal Considerations in The Settlement of Domestic Violence Cases: An Analysis of Decision Number 99/Pid.Sus/2018/Pn Bna [Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Analisis Putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN Bna] Muhammad Nauval; Soraya Devy; Muhammad Syuib
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v9i2.8517

Abstract

Abstract: Article 5a and 5b as well as Articles 6 and 7 of Law Number 23 of 2004 describe physical and psychological violence within the household. Seeing the decision Number 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. If we look at the case from the perspective of the perpetrator's actions against the victim, it would be inappropriate if the sentence was only 20 days in prison, because the impact caused by the victim was not commensurate with the punishment given to the perpetrator. In addition, in the decision there are two charges, the first indictment is a primary charge of Article 44 paragraph (1) with a maximum imprisonment of 5 years, while the second indictment is a subsidiary indictment of Article 44 paragraph (4) with a maximum imprisonment of 4 months. However, the judge's decision was only 20 days in prison based on the consideration of the primary indictment. The research question in this thesis is how the judge's legal considerations in the settlement of criminal cases of domestic violence are and what are the views of Islamic criminal law on the actions of the defendant in the decision Number 99/Pid.Sus/2018 at the Banda Aceh District Court. This study uses a descriptive analysis research method. Data collection techniques in this study were interviews with judges who tried the case and obtained from primary data sources and secondary data. The results of the study found that, the basis of the judge's legal considerations in resolving domestic violence cases following Decision 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna uses consideration of the elements of each person and the element of committing physical violence, while the judge's statement during the interview the panel of judges considered attitude and the way the defendant gave his statement, besides that the defendant apologized and promised not to do it again. Meanwhile, according to the view of Islamic criminal law, the judge's legal considerations for the actions committed by the perpetrators are classified as criminal acts other than the soul, namely actions that do not kill life, and the provisions of the qishas punishment apply. Judges may decide based on their considerations but still adhere to the juridical basis that has been determined. Abstrak: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pasal 5a dan 5b serta Pasal 6 dan Pasal 7 yang menjelaskan tentang kekerasan fisik dan psikis dalam lingkup rumah tangga. Melihat putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kasus tersebut jika kita lihat dari segi perbuatan pelaku terhadap korban maka kurang pantas jika diputuskan hukuman hanya 20 hari penjara, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh korban tidak setimpal dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Selain itu juga di dalam putusan terdapat dua dakwaan yang dakwaan pertama dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dengan maksimal penjara 5 tahun, sedangkan dakwaan kedua dakwaan subsider Pasal 44 ayat (4) dengan maksimal penjara paling lama 4 bulan. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan hakim hanya 20 hari penjara berdasarkan pertimbangan dakwaan primer. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap perbuatan terdakwa pada putusan Nomor 99/Pid.Sus/2018 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, untuk memberikan gambaran secara utuh dan kongkret, metode pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan hakim yang mengadili perkara tersebut dan diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penyelesaian perkara pidana KDRT sesuai dengan Putusan 99/Pid.Sus/2018/PN.Bna menggunakan pertimbangan unsur setiap orang dan unsur melakukan kekerasan fisik, sedangkan keterangan hakim saat wawancara majelis hakim lebih mempertimbangkan sikap dan cara terdakwa memberikan keterangan, selain itu juga dikarenakan terdakwa meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Adapun menurut pandangan hukum pidana Islam pertimbangan hukum hakim terhadap perbuatan yang dilakukan pelaku digolongkan pada tindak pidana atas selain jiwa, yaitu tindakan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, dan berlaku ketetapan hukuman qisas. Hakim boleh menjatuhkan berdasarkan pertimbangannya, namun tetap berpegang teguh pada landasan yuridis yang telah ditetapkan.
Peran Panglima Laot dalam Penyelesaian Tindak Pidana Illegal Fishing di Perairan Pulo Aceh Soraya Devy; Siti Rahmi
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v8i1.6442

Abstract

Panglima Laot merupakan lembaga adat laot dalam masyarakat nelayan. Lembaga ini memiliki beberapa tugas penting dalam bidang kelautan  dan perikanan, seperti melaksanakan hukom adat laot dan kebiasaan dalam masyarakat nelayan di Kecamatan Pulo Aceh. Maraknya pengrusakan alam laut yang terus terjadi di perairan laut Pulo Aceh seperti pengeboman dan pembiusan ikan tanpa memperdulikan kelestarian alam laut yang mengakibatkan rusak dan hancurnya terumbu karang beserta ekosistem alam laut lainnya. Dalam Islam pengrusakan alam laut termasuk katagori ifsad fi al-ardl (berbuat kerusakan di muka bumi). Untuk mencegah pengrusakan laut ini maka Islam memberikan sanksi ta’zir yang diserahkan kepada pemerintah. Penelitian ini bertitik tolak dari tiga tujuan pokok, pertama untuk mengetahui bagaimana tindakan Illegal Fishing yang terjadi di perairan Pulo Aceh, kedua, untuk mengetahui bagaimana peranan Panglima Laot dalam penyelesaian tindak pidana Illegal Fishing di perairan Pulo Aceh dan ketiga untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindakan Illegal Fishing di perairan Pulo Aceh. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu dengan menjelaskan dan menggambarkan permasalahan-permasalahan dan kemudian diambil kesimpulan. Teknik pengumpulan data dilakukan penulis dengan cara observasi serta kajian pustaka (library reasearch). Hasil dari penelitian ini adalah bentuk perlindungan yang dilakukan oleh Lembaga Panglima Laot berupa patroli masyarakat nelayan, membentuk kawasan perlindungan laut, yang berada satu mil dari kawasan Pulo Aceh. Sedangkan faktor penghambat yang mempengaruhi masyarakat dalam mengadakan perlindungan laut adalah masih kurangnya kesadaran individu dalam melestarikan lingkungan laut dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam laut.
PROBLEMATIKA BIAYA PEMELIHARAAN ANAK DALAM PUTUSAN VERSTEK DI MAHKAMAH SYAR’IYAH BANDA ACEH Soraya Devy; Mansari ZA
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v2i1.1454

Abstract

Putusan biaya pemeliharaan anak yang diputuskan dalam putusan verstek akan mengalami berbagai persoalan. Terutama sekali kesulitan untuk melaksanakan amar putusan yang membebankan biaya nafkah anak yang dibebankan hakim kepada orang tua. Selain itu, penentuan besarnya jumlah nominal sangat sulit bagi hakim untuk menilainya karena dalam putusan verstek tidak dihadiri suami sebagai orang yang bertanggungjawab atas biaya pemeliharaan anak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis empiris. Data primer penelitian didapatkan melalui wawancara dengan hakim dan panitera di lingkungan Mahkamah Syar‟iyah Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan putusan biaya pemeliharaan anak dalam putusan verstek belum berjalan maksimal. Faktor pendukungnya karena adanya pengakuan tegas dalam hukum positif dan dalil syar‟i, adanya putusan yang amarnya menghukum suami membayar biaya pemeliharaan anak dan adanya kesadaran pribadi seorang ayah. Sedangkan factor eksternnya dikarenakan. Sementara faktor penghambatnya dikarenakan faktor diri pribadi (internal) yakni kurang mampu, tidak adanya kesadaran dan anak diasuh oleh ibunya dan faktor ekstern yaitu aturan hukumnya yang belum lengkap, biaya anak lebih rendah dari biaya eksekusi, membutuhkan waktu lama dan suami tidak diketahui keberadaannya. Bentuk perealisasian hak anak atas biaya pemeliharaannya hanya dapat diberikan dalam putusan, meskipun pelaksanaannya menilbulkan hambatan.
Kesaksian dalam Talak Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi Soraya Devy; Luthfia Mawaddah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5564

Abstract

Talak merupakan salah satu cara pemutusan hubungan suami yang dilegalkan dalam Islam. Talak dapat dilakukan ketika terjadi keretakan hubungan pernikahan dan tidak mungkin untuk dirajut kembali. Dalam pelaksanaannya, ulama masih berbeda pendapat khususnya keberadaan saksi dalam talak. Penelitian ini secara khusus membahas pemikiran Abu Bakar Jabir Al-Jazairi tentang kesaksian talak. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pendapat, dalil dan metode istinbath hukum Abu Bakar Jabir al-Jazairi tentang kesaksian dalam talak. Cara kerja penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research). Data penelitian dikumpulkan dari berbagai rujukan kepustakaan. Berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa menurut al-Jazairi, persaksian dalam talak merupakan suatu keharusan dan disunnahkan dalam Islam, dan talak tanpa saksi tetap dipandang sah. Di sini, al-Jazairī tampak berpendapat bahwa saksi masuk sebagai syarat talak, bukan rukun talak. Mengingat saksi hanya sebagai syarat talak, maka kedudukan hukumnya yaitu harus. Dengan demikian, saksi di sini bisa dikatakan masuk ke dalam syarat tawsiqi, yaitu syarat tambahan. Meskipun tidak ada saksi maka tidak dikatakan haram dan talak tidak dikatakan batal.  Dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan al-Jazairi dalam menetapkan hukum persaksian dalam talak yaitu surat al-Baqarah ayat 283 dan surat al-Ṭalāq ayat 2. Kedua ayat tersebut membicarakan tentang kesaksian. Al-Jazairi memandang ketentuan kesaksian dalam talak sama seperti kesaksian dalam rujuk sebagaimana perintah untuk merujuk dan melepaskan isteri harus dipersaksikan