Budi Triyantoro
Poltekkes Kemenkes Semarang

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

A COMPARATIVE STUDY ABOUT THE AMOUNT OF MICROPLASTIC IN POLYETHYLENE TEREPHTALATE (PET) DRINKING WATER THAT WAS EXPOSED AND NOT EXPOSED BY SUN AT ENVIRONMENTAL HEALTH LABORATORY OF POLTEKKES KEMENKES SEMARANG AT THE YEAR 2020 Atyaf Umi Faizah; Sugeng Abdullah; Budi Triyantoro; Febri Apwanti Kusumaningtyas
Buletin Keslingmas Vol 39, No 4 (2020): Edisi Spesial Seminar Internasional Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Keme
Publisher : Poltekkes Kemenkes Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.776 KB) | DOI: 10.31983/keslingmas.v39i4.6580

Abstract

The majority of bottled water industry uses polyethylene terephthalate (PET) bottles as their packaging. When exposed to direct sunlight, this type of packaging is able to cause new compounds in water. Research at the State University of New York states showed that from 259 bottled water in 9 countries, 242 of them contained microplastics. The purpose of this study is to determine whether there are differences in the amount of microplastic in bottled PET containers that are exposed and not exposed to sunlight. This type of research is pre-experimental using the static group comparison design. There are 2 treatment groups: PET bottled water that is exposed and not exposed to sunlight. The results showed that there were microplastics in PET bottled water exposed and not exposed to sunlight. Samples of bottled PET which exposed to sunlight have microplastic’s number of 175 particles/ liter. Whereas bottled water that was not exposed to sunlight has microplastic’s number of 132,25 particles/ liter. Independent t-test showed that the Sig (2-tailed) value was 0,023. This value less than  = 0,05. So, we can say that there were differences between both of them. The conclusion of the study was that there were differences in the number of microplastics between PET bottled water exposed and not exposed to sunlight. As a form of vigilance, the public is advised to deliver PET bottled water from direct sunlight both for distribution and other type utilization of PET bottles for other purposes such as disinfection of water using sunlight (SODIS).
EFISIENSI BIOFILTER AEROB MENGGUNAKAN MEDIA BOTOL SUSU FERMENTASI DALAM MENURUNKAN KADAR COD EFFLUENT BIODIGESTER INDUSTRI TAHU Tria Rafika Hidayah; Budi Triyantoro; Sugeng Abdullah
Buletin Keslingmas Vol 38, No 4 (2019): BULETIN KESLINGMAS VOL 38 NO 4 TAHUN 2019
Publisher : Poltekkes Kemenkes Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.296 KB) | DOI: 10.31983/keslingmas.v38i4.5499

Abstract

Biodigester unit 3 merupakan salah satu instalasi pengolahan air limbah tahu menjadi biogas di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok. Air limbah yang telah diolah menjadi biogas akan menghasilkan air buangan (effluent), kemudian dibuang ke irigasi yang disalurkan ke sungai Krukut. Sungai tersebut sering dimanfaatkan warga untuk mandi dan mencuci pakaian. Effluent biodigester unit 3 masih memiliki kadar COD sebesar 1.048 mg/l, sehingga diperlukan proses pengolahan lanjutan dengan proses aerob menggunakan biofilter media botol susu fermentasi.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efisiensi biofilter aerob menggunakan media botol susu fermentasi sebagai pengolahan lanjut dalam menurunkan kadar COD effluent biodigester unit 3.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Pre experiment dengan metode pre and post test. Hasil rerata suhu influent biofilter aerob yaitu 26,16OC, hasil rerata suhu effluent biofilter yaitu 28,16OC. Hasil rerata pH influent biofilter yaitu 6,53, kemudian rerata pH effluent biofilter yaitu 7,5. Hasil rerata pemeriksaan COD influent biofilter aerob yaitu 97,667 mg/l, hasil rerata pemeriksaan COD effluent biofilter yaitu 30,667 mg/l. Kadar COD effluent biofilter aerob tidak melebihi kadar maksimal pada baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012, sehingga kadar COD effluent biofilter telah memenuhi syarat. Rerata efisiensi penurunan kadar COD pada biofilter aerob yaitu 66,846%. Hasil analisis statistik kadar COD diperoleh nilai signifikan (P value) sebesar 0,07 yang menunjukkan bahwa sig (P value) α (0,05), sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan COD influent dan effluent biofilter aerob. Kesimpulan dari penelitian ini adalah biofilter aerob dengan media botol susu fermentasi belum efisien dalam menurunkan kadar COD dengan stabil. Saran pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjut dengan menambah luas spesifik media biofilter, perlu dilakukan proses aklimatisasi, perlu dilakukan penelitian lanjut dengan pemeriksaan parameter kinerja biofilter aerob.
HUBUNGAN HYGIENE SANITASI DENGAN KONTAMINASI ESCHERICHIA COLI PADA MAKANAN PECEL Fatikhah Nabila Azzahroh; Asep Tata Gunawan; Budi Triyantoro
Buletin Keslingmas Vol 40, No 4 (2021): BULETIN KESLINGMAS VOL.40 NO.4 TAHUN 2021
Publisher : Poltekkes Kemenkes Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (833.578 KB) | DOI: 10.31983/keslingmas.v40i4.4600

Abstract

Makanan pecel di Lokawisata Baturraden menjadi makanan favorite para pengunjung disana apabila hygiene sanitasi makanan tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan penyakit sesuai Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan hygiene sanitasi dengan kontaminasi Escherichia coli pada makanan pecel di Lokawisata Baturraden tahun 2019.Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional untukmelihat gambaran kondisi hygiene sanitasi dan kontaminasi Escherichia coli yang terdapat dalam makanan pecel. Populasi penelitian ini menggunakan total sampling yang berjumlah 30 sampel makanan pecel dari pedagang pecel di Lokawisata Baturraden. Variabel yang diteliti meliputi pengetahuan penjamah, personal hygiene, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan, penyajian makanan, pencucian alat, penyimpanan alat dan tempat berjualan dengan uji chi square dengan ρ 0,05.Hasil analisis bivariate menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dari seluruh variabel, pengetahuan penjamah (ρ value = 1,000), personal hygiene (ρ value = 0,719), pengangkutan makanan (ρ value = 1,000), penyimpanan makanan (ρ value = 1,000), penyajian makanan tidak dapat diuji dengan SPSS, pencucian alat (ρ value = 0,175), penyimpanan alat (ρ value = 1,000), tempat berjualan (ρ value = 1,000).Kesimpulan dari penelitian ini adalah dari 30 sampel makanan pecel yang diperiksa, 29 sampel positif Escherichia coli dan semua variabel tidak ada hubungan yang signifikan dengan kontaminasi Escherichia coli. Peneliti menyarankan agar  Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dan Puskesmas Baturraden wajib melakukan pengawasan terhadap hygiene sanitasi makanan  pedagang agar memperoleh makanan dengan kualitas yang baik dan diharapkan para pedagang lebih memperhatikan personal hygiene, penyimpanan makanan, penyajian makanan, pencucian alat, penyimpanan alat agar meningkatkan dan menerapkan prinsip hygiene sanitasi makanan untuk mendapatkan kualitas makanan yang baik sehingga tidak terjadi kontaminasi pada makanan pecel. Selain itu menyediakan tempat cuci tangan seperti galon yang memiliki kran dan disediakan sabun cuci tangan atau menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai.
PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DENGAN KOMPOSTER DALAM PEMANFAATAN SAMPAH DI DESA BRINGIN KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG M. Choiroel Anwar; Hari Rudijanto I.W; Budi Triyantoro; Gatot Murti Wibowo
Jurnal LINK Vol 15, No 1 (2019): MEI 2019
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Poltekkes Kemenkes Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.379 KB) | DOI: 10.31983/link.v15i1.4441

Abstract

 Kompos adalah pupuk organik yang merupakan hasil penguraian atau dekomposisi bahan organik yang dihasilkan dari tanaman, hewan, sampah, yang dilakukan oleh mikroorganisme aktif, seperti bakteri dan jamur. Kompos dapat dibuat menggunakan sampah yang berasal dari dapur seperti kulit buah, sisa sayur, sisa buah, sisa makanan dan sampah kebun seperti dedaunan, dan rumput, yang dapat dijadikan kompos. Desa Bringin, kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang merupakan suatu desa  agraris yang banyak menghasilkan sampah dan dari hasil observasi terlihat potensi desa cocok untuk diperkenalkan jenis pupuk kompos sebagai sumber bahan organik di kebun petani. Tujuan dari pengabdian adalah membina dan mengarahkan warga masyarakat Desa Beringin agar mempunyai kemampuan membuat kompos dari sampah organik. Metoda pengabdian masyarakat adalah Mengadakan pelatihan pembuatan sarana pembuat kompos dan demontrasi pembuatan kompos  sampah  organic dengan menggunakan saranan pembuatan kompos yang telah dibuat. Pengabdian ini melibatkan Dosen, Mahasiswa Program Studi Imaging Diagnostik Magister Terapan Kesehatan Semarang, Kader, Masyarakat dan para pejabat lintas sektor. Hasil yang dicapai adalah terbuatnya 4 buah komposter untuk mpembuat kompos dan telah dibuat kompos dengan menggunakan komposter yang telah di buat bersama antara dosen, mahasiswa Poltekkes Semarang dan  mayarakat serta telah diketahuinya cara-cara pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah yang ada di lingkungan masyarakat. Kesimpulan dari pengbdian masyarakat ini adalah setelah diberikan pelatihan pengelolaan sampah yang baik dan benar masyarakat dapat mengatasi masalah sampah yang ada di sekitarnya dan diharapkan masyarakat Desa Bringin dapat mengevaluasi pengelolaan yang telah dilaksanakan sebelumnya.