Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Using The Work of Beck to Analyse Indonesian Student Activists and Forms of Risk Pamela Nilan; Gregorius Ragil Wibawanto
Jurnal Studi Pemuda Vol 8, No 2 (2019): Pemuda, Risiko, dan Malapetaka Lingkungan Global
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.095 KB) | DOI: 10.22146/studipemudaugm.44569

Abstract

Dengan menggunakan konsepsi Ulrich Beck mengenai risiko, artikel ini mengkaji cara pandang mahasiswa aktivis pro-lingkungan hidup di jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB). Temuan kami menunjukan bahwa meskipun mereka merasa memiliki tanggungjawab moral untuk melestarikan alam dan mengambil sikap terhadap persoalan lingkungan hidup yang dihadapi oleh masyarakat marginal –secara epistemologis – mereka masih terbawa oleh prinsip teknokratik dalam memandang jurusan Teknik Lingkungan. Terlebih dengan pertimbangan akan kesuksesan hidup yang akan mereka harapi setelah lulus kuliah. Oleh karena itu, di samping simpati mendalam pada gagasan pro-lingkungan hidup, mereka tetap tertarik untuk menjalani karir yang menjanjikan dalam industri pertambangan global yang beroperasi di Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, kami berpendapat bahwa sebagai pemuda dengan kecenderungan mobilitas sosial vertikal – yang   hidup di dalam konteks modernitas lanjut – mereka harus menegosiasikan risiko personal dan risiko kerusakan lingkungan hidup secara global bersamaan dengan proses menegosiasikan peluang hidup di masa depan.
Melampaui Subkultur/Post-Subkultur: Musisi sebagai Jalan Hidup Kaum Muda Oki Rahadianto Sutopo; Gregorius Ragil Wibawanto; Agustinus Aryo Lukisworo
Jurnal Studi Pemuda Vol 9, No 1 (2020): Kaum Muda dan Karier Subkultural
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/studipemudaugm.55325

Abstract

This study explores the struggle and its subjectivity among young people in Yogyakarta who choose being-musician as a way of life. Faced with limited job opportunity, they manage and keep alive their aspirations as mucisian in the local music scene. Their decisions to become musician embody a certain element of resistance against dominant view of work that encompasses the idea of a clear career projection. Even so, they do not always rely on the entrepreneurialism practice and do not neccesarily express class sentiment. Their diverse form of articulation is often constituted by construction of their subjectivity and lives trajectory. In this article, we use Hodkinson’s thought on ‘whole lives trajectories, Connel’s take on life in Global South and Beck’s theory on the redistribution of global risk to explore the subjectivity and plural voices of young musician in Yogyakarta. Based on the empirical data, we argue that throughout their lives trajectories, young musician intertwine with three social units that are unique to Global South context namely family, community, and wider social network either with subculture or post-subculture roots. In their lives trajectories—aside of those three social units—young musician are also faced with the redistribution of local and global risk. 
Using The Work of Beck to Analyse Indonesian Student Activists and Forms of Risk Pamela Nilan; Gregorius Ragil Wibawanto
Jurnal Studi Pemuda Vol 8, No 2 (2019): Pemuda, Risiko, dan Malapetaka Lingkungan Global
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.095 KB) | DOI: 10.22146/studipemudaugm.44569

Abstract

Dengan menggunakan konsepsi Ulrich Beck mengenai risiko, artikel ini mengkaji cara pandang mahasiswa aktivis pro-lingkungan hidup di jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB). Temuan kami menunjukan bahwa meskipun mereka merasa memiliki tanggungjawab moral untuk melestarikan alam dan mengambil sikap terhadap persoalan lingkungan hidup yang dihadapi oleh masyarakat marginal –secara epistemologis – mereka masih terbawa oleh prinsip teknokratik dalam memandang jurusan Teknik Lingkungan. Terlebih dengan pertimbangan akan kesuksesan hidup yang akan mereka harapi setelah lulus kuliah. Oleh karena itu, di samping simpati mendalam pada gagasan pro-lingkungan hidup, mereka tetap tertarik untuk menjalani karir yang menjanjikan dalam industri pertambangan global yang beroperasi di Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, kami berpendapat bahwa sebagai pemuda dengan kecenderungan mobilitas sosial vertikal – yang   hidup di dalam konteks modernitas lanjut – mereka harus menegosiasikan risiko personal dan risiko kerusakan lingkungan hidup secara global bersamaan dengan proses menegosiasikan peluang hidup di masa depan.
Melampaui Subkultur/Post-Subkultur: Musisi sebagai Jalan Hidup Kaum Muda Oki Rahadianto Sutopo; Gregorius Ragil Wibawanto; Agustinus Aryo Lukisworo
Jurnal Studi Pemuda Vol 9, No 1 (2020): Kaum Muda dan Karier Subkultural
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.831 KB) | DOI: 10.22146/studipemudaugm.55325

Abstract

This study explores the struggle and its subjectivity among young people in Yogyakarta who choose being-musician as a way of life. Faced with limited job opportunity, they manage and keep alive their aspirations as mucisian in the local music scene. Their decisions to become musician embody a certain element of resistance against dominant view of work that encompasses the idea of a clear career projection. Even so, they do not always rely on the entrepreneurialism practice and do not neccesarily express class sentiment. Their diverse form of articulation is often constituted by construction of their subjectivity and lives trajectory. In this article, we use Hodkinson’s thought on ‘whole lives trajectories, Connel’s take on life in Global South and Beck’s theory on the redistribution of global risk to explore the subjectivity and plural voices of young musician in Yogyakarta. Based on the empirical data, we argue that throughout their lives trajectories, young musician intertwine with three social units that are unique to Global South context namely family, community, and wider social network either with subculture or post-subculture roots. In their lives trajectories—aside of those three social units—young musician are also faced with the redistribution of local and global risk. 
Strategi untuk Memperkuat Kebekerjaan Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia: Beberapa Ide untuk Masa Depan M Falikul Isbah; Wahyu Kustiningsih; Gregorius Ragil Wibawanto; Odam Asdi Artosa; Najib Kailani; Irsyad Zamjani
Society Vol 11 No 2 (2023): Society
Publisher : Laboratorium Rekayasa Sosial FISIP Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/society.v11i2.592

Abstract

Penelitian ini menginvestigasi strategi yang telah diimplementasikan oleh perguruan tinggi di Indonesia dalam meningkatkan keberlanjutan karir lulusan mereka, sambil mengeksplorasi potensi-potensi penguatan yang perlu diperhatikan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa perubahan signifikan, seperti perluasan pasar kerja yang fleksibel dan ketidakpastian transisi para sarjana dari lingkungan pendidikan ke dunia kerja. Penelitian dilaksanakan di delapan perguruan tinggi yang terletak di empat kota berbeda, selama periode Juli-Oktober 2021. Pemilihan kota-kota tersebut dilakukan untuk mencakup variasi geografis Indonesia dan mewakili pusat pendidikan tinggi di masing-masing wilayah. Data dikumpulkan melalui serangkaian Focus Group Discussion (FGD) dengan mahasiswa, alumni, dan pengelola unit pengembangan karir di setiap perguruan tinggi. Ada tiga temuan utama terkait upaya yang telah dilakukan oleh perguruan tinggi, yaitu penyesuaian kurikulum dengan menambahkan mata kuliah kewirausahaan, pendirian atau pengembangan unit pengembangan karir, dan perluasan jaringan mitra untuk memberikan manfaat kepada mahasiswa dan alumni. Meskipun demikian, faktor-faktor seperti kapasitas lembaga, ketersediaan sumber daya manusia, jaringan, dan konteks lokal turut memengaruhi pemilihan dan dinamika strategi yang diterapkan. Oleh karena itu, hasil yang dicapai bervariasi dan tidak dapat diukur dengan parameter yang seragam. Penelitian ini mengajukan argumen bahwa intervensi kebijakan untuk meningkatkan keberlanjutan karir lulusan perguruan tinggi harus mempertimbangkan kompleksitas ini. Oleh karena itu, kami merekomendasikan kepada para pembuat kebijakan terkait implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk memahami kondisi awal perguruan tinggi yang beragam.