Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search
Journal : Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory (IJCPML)

TOTAL IGG AND IG ANTI PGL-I WITH DURATION OF THE THERAPY AND REACTIONS IN MULTIBACILLER LEPROSY (Jumlah Keseluruhan IgG dan IgG Anti PGL-I Mycobacterium leprae dengan Lama Pengobatan dan Reaksi Kusta Multibasiler) Endang Retnowati; Halik Wijaya; Indropo Agusni
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 22, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v22i3.1244

Abstract

Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan utama. Penyakit kusta ditandai dengan berbagai spektrum manifestasi klinis danragam perbedaan antar spektrum yang ditentukan oleh respons imun dari host. Respons imun humoral di pasien kusta telah dilakukandengan penelitian mengukur kadar imunoglobulin (Ig). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kenasaban jumlah keseluruhanIgG dan IgG anti PGL-I M.leprae dengan lama pengobatan dan reaksi kusta di pasien kusta tipe MB dengan mempelajarinya. Penelitiandilakukan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2013 dengan sampel dari pasien kusta tipe MB di Kabupaten Sampang-Mandura.Serum pasien yang diperiksa adalah jumlah keseluruhan IgG dengan metode Radial Immunodiffusion (RID) dan IgG anti PGL-I M. lepraedengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data dikumpulkan dan diuji kenasabannya. Median jumlah keseluruhan IgGyaitu 172IU/mL dan median IgG anti PGL-I yaitu 574,33U/mL. Median jumlah keseluruhan IgG di pasien yang menerima pengobatankurang dari tiga bulan lebih rendah dibandingkan dengan yang lebih dari atau sama dengan tiga bulan. Median jumlah keseluruhanIgG di pasien yang mengalami reaksi lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami reaksi. Median IgG anti PGL-I di pasienyang sudah diobati kurang dari 3 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih dari atau sama dengan tiga bulan. Median IgGanti PGL-I di pasien yang mengalami reaksi lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak. Tidak terdapat kenasaban yang bermaknajumlah keseluruhan IgG dan IgG anti PGL-I dengan lama pengobatan dan reaksi kusta pada penelitian ini. Tidak terdapat kenasabanbermakna jumlah keseluruhan IgG dan IgG anti PGL-I dengan lama pengobatan dan reaksi kusta.
THE CORRELATION OF NAIVE CD4+T LYMPHOCYTE CELL PERCENTAGE, INTERLEUKIN-4 LEVELS AND TOTAL IMMUNOGLOBULIN E IN PATIENTS WITH ALLERGIC ASTHMA (Kenasaban antara Persentase Sel Limfosit T-CD4+ Naive dengan Kadar Interleukin-4 dan Jumlah Imunoglobulin E Total di Pasien Asma Alergi) Si Ngr. Oka Putrawan; Endang Retnowati; Daniel Maranatha
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i1.1190

Abstract

Asma alergi merupakan fenotip asma paling sering didapatkan di anak dan dewasa. Alergen masuk ke saluran napas yang akanmemicu respons imun sehingga menimbulkan gejala asma.Tujuan penelitian ini adalah membuktikan adanya kenasaban antarapersentase sel limfosit T-CD4+ naive dengan kadar IL-4 dan jumlah IgE total di pasien asma alergi. Penelitian bersifat analitikobservasional dengan rancangan potong lintang. Sampel terdiri dari 25 pasien asma alergi yang diperiksa di Ruang Poliklinik Asmadan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo. Pemeriksaan persentase sel limfosit T-CD4+ naive dengan flowcytometri, kadar IL-4 denganEnzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), dan jumlah IgE Total dengan chemiluminescence. Persentase sel limfosit T-CD4+ naivecenderung meningkat yang berkisar antara 25,74–47,68% dengan rerata 36,72% dan Simpang Baku (SB) 6,0%. Kadar IL4 meningkatberkisar antara 43,4–97,2 pg/mL dengan rerata 70,8 pg/mL dan SD 14,95 pg/mL. Jumlah IgE total juga meningkat berkisar antara231,8–684,8 IU/mL dengan rerata 410,9 IU/mL dan SD 114,65 IU/mL. Terdapat kenasaban antara persentase sel limfosit T-CD4+ naivedengan kadar IL-4 dan jumlah IgE total di pasien asma alergi.
CORRELATION BETWEEN SERUM TISSUE POLYPEPTIDE SPECIFIC ANTIGEN LEVEL AND PROSTATE VOLUME IN BPH Mahrany Graciella Bumbungan; Endang Retnowati; Wahjoe Djatisoesanto
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 2 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i2.1136

Abstract

Volume prostat menjadi informasi yang penting karena dapat memperkirakan kematian pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).Volume prostat diukur menggunakan TRUS (Transrectal Ultrasonography) sebagai baku emas namun TRUS mempunyai beberapakekurangan. Dibutuhkan suatu tolok ukur lain yang dapat memperkirakan volume prostat. Tissue Polypeptide Specific Antigen (TPS)yang terdeteksi di peredaran terdiri dari fragmen sitokeratin yang terdapat dalam jaringan dan menunjukkan status proliferasi. Selepitel di BPH yang mengandung sitokeratin 18 akan mengalami hiperplasia sehingga dapat terdeteksi dengan pemeriksaan TPS. Tujuanpenelitian ini adalah membuktikan adanya kenasaban antara kadar TPS serum dan volume prostat. Subjek penelitian terdiri dari 28pasien BPH yang datang berobat ke Poli Rawat Jalan Urologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Volume prostat diukur menggunakan alatTRUS. Kadar TPS serum diukur menggunakan metode ELISA (TPS® ELISA IDL Biotech). Kadar TPS serum berkisar antara 82,45–1771,5U/L (195,35±349,79 U/L). Volume prostat beragam antara 20,7-87,4 cm (34,70±15,31 cm). Tidak terdapat kenasaban positif yangbermakna antara kadar TPS serum dan volume prostat (p=0,404; r=0,164).
INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) PADA BAYI DAN ANAK Johanis Johanis; Endang Retnowati
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 18, No 1 (2011)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v18i1.359

Abstract

HIV is an obligate intracellular RNA virus which fully replicates in the host cells notably express CD4+ receptor, such as CD4+ Tlymphocytes, astrocytes, microglias, monocyte-macrophages, Langerhans cells, dendritic cells. There are two types of HIV: HIV-1 and HIV-2. HIV-2 is less pathogenic and less contribution in children. In the developing countries the total number children with HIV increased higher than in the developed countries. HIV infection in children is more common in children who have HIV infected mothers, they are mostly transmitted during the laboring process. Breast milk from HIV infected mothers is a potential transmission media, there fore HIV infected mothers is not admitted giving breast milk to their babies. The risk factors of mother-child transmissions of HIV infection are: virus, maternal, obstetric, fetal and baby. Maternal HIV antibodies in child’s circulation cause the diagnosis of HIV in children difficult. There fore an accurate and fast diagnosis is needed to decrease the disease progressivity in children as well as by proper antiretroviral treatment. There are suggestion reference for diagnosis tests for HIV infection in babies and children <18 months by virology test using HIV-DNA PCR and HIV-RNA PCR. The diagnosis test for children ≥18 is HIV antibody test the same such as in adult. In HIV infected babies and children is used CD4+ T-lymphocytes percentage to monitor the disease progressivity.
CORRELATION PERCENTAGE OF S AND G2/M WITH PERCENTAGE OF LYMPHOBLASTS IN PEDIATRIC ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA Erawati Armayani; Yetti Hernaningsih; Endang Retnowati; Suprapto Ma&#039;at Ma&#039;at; I Dewa Gede Ugrasena
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 24, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v24i1.1155

Abstract

Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) merupakan keganasan klonal di sumsum tulang/Bone Marrow (BM). Angka bertahan hidup5 tahun saat ini >85%, tetapi 15-20% relaps sehingga perjalanan penyakit jelek. Perjalan penyakit jelek jika setelah tahap induksilimfoblas menetap di Darah Tepi (DT) dan BM >5% serta tahap S BM >6%. Tahap G2/M merupakan petunjuk prognosis ALL anak,selain itu sebagai target pengobatan. Tujuan penelitian menganalisis kenasaban persentase tahap S dan G2/M dengan persentaselimfoblas DT pasien ALL anak sebelum dan sesudah kemoterapi induksi. Jenis penelitian analitik observasional longitudinal (kohor)di ALL anak kasus baru diperiksa sebelum dan sesudah induksi. Persentase limfoblas secara mikroskopis. Persentase fase S dan G2/MflowcytometryBD Facs Callibur. Kenasaban bermakna hanya persentase tahap S dan limfoblas sebelum induksi (r=0,449; p=0,007).Kelainan gen ALL pada ekspresi cyclins dan CDK sehingga hilang kendali checkpoint siklus sel, merangsang transisi tahap G1 menjaditahap S. Persentase tahap S tidak berbeda pada remisi dan meninggal (p=0,138). Persentase tahap G2/M berbeda antara remisi danmeninggal (p=0,006) dan bernasab dengan luaran kemoterapi induksi (koefisien Eta= 0,744), G2/M ≥1,26% meramalkan remisi.Terdapat kenasaban antara persentase siklus sel tahap S dengan persentase limfobas sebelum kemoterapi induksi. Persentase siklus seltahap S memberikan gambaran siklus sel pada sel limfoblas. Terdapat kenasaban antara persentase siklus sel tahap G2/M dengan luarankemoterapi induksi tahap G2/M menjadi faktor peramal luaran kemoterapi induksi ALL. Perlu penelitian lanjutan dengan sampel BM,subtipe dan pengamatan semua tahap kemoterapi.
KORELASI ANTARA KADAR INTERFERON-γ PLASMA DENGAN JUMLAH VIRAL LOAD DI PENDERITA HIV Hermi Indita; Endang Retnowati; Erwin Astha Triyono
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 18, No 2 (2012)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v18i2.1004

Abstract

The incidence of HIV is increasing in Indonesia and Asia as well, Indonesia is considered as the most rapid. One of the diagnostic toolsfor diagnosing HIV is by viral load. Lymphocyte T-CD8+ secreted IFN-γ will inhibit replication of HIV virus through the induction of antiviralprotein and the host immune response, which kills infected cells. An examination of plasma IFN-γ and viral load will be more convincingfor the treatment and/or to know the progressiveness of HIV & AIDS. The aim of this study is to know the correlation between plasma IFN-γand viral load in HIV patients. Forty two samples from HIV patients were collected at the Intermediate Care and Infectious Disease Unit ofDr. Soetomo Hospital, Surabaya from April to June 2011. The concentration of plasma IFN-γ was measured by ELISA (eBioscience) methodand the amount of viral load was measured using PCR Cobas Amplicor (Roche Diagnostics). The level of plasma IFN-γ in this study wasfound 11.4 pg/mL up to 576 pg/mL and the level of viral load was 589 copies/mL up to 510.000 copies/mL. The statistical analysis showedno significant correlation (p>0.05) between plasma IFN-γ level and viral load in HIV patients, and no correlation was found between IFN-γplasma and viral load in HIV patients.
NEOPTERIN AND CD4+ T-LYMPHOCYTES IN STAGE I HIV INFECTION (Neopterin dan Limfosit T-CD4+ di Infeksi HIV Stadium I) Harianah Harianah; Endang Retnowati; Erwin Astha Triyono
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 22, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v22i3.1246

Abstract

Aktivasi sistem imun memegang peran yang sangat penting di infeksi HIV. Hal ini dapat diketahui dengan salah satu pengukuranneopterin dalam cairan tubuh manusia sebagai pemeriksaan untuk pemantauan aktivitas imun seluler, yang dapat dikerjakan denganmudah dan peka. Neopterin merupakan hasil katabolik guanosine triphosphate (GTP), yaitu nukleotida purin tertentu, yang memilikigolongan kimiawi yang dikenal sebagai pteridin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan kenasaban antara kadarneopterin dan jumlah limfosit T-CD4+ darah di pasien HIV. Penelitian bersifat analitik pengamatan dengan rancangan potong lintang.Sampel terdiri dari 32 pasien yang terinfeksi HIV stadium I yang datang di Unit Perawatan Intermediit Penyakit Infeksi RSUD Dr.Soetomo Surabaya antara bulan Juli−September 2014. Pemeriksaan neopterin dengan metode ELISA dan memeriksa jumlah limfositT-CD4+ menggunakan metode flowcytometry (BD FACSCaliburTM). Hasil menganalisis secara statistik menggunakan uji kenasaban dariPearson dan dilanjutkan dengan uji regresi. Kadar neopterin penderita yang terinfeksi HIV cenderung meningkat dengan rerata 14,74nmol/L sedangkan jumlah limfosit T-CD4+ menurun dengan rerata 231,81 sel/μL. Keberadaan kenasaban negatif antara neopterindan limfosit T-CD4+ darah di infeksi HIV stadium I. Penurunan limfosit T-CD4+ disertai peningkatan kadar neopterin di pasien yangterinfeksi HIV stadium I.
SERUM GLIAL FIBRILLARY ACIDIC PROTEIN LEVELS PROFILE IN PATIENTS WITH SEVERE TRAUMATIC BRAIN INJURY Arief S. Hariyanto; Endang Retnowati; Agus Turchan
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 24, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v24i1.1151

Abstract

Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) sangat khas untuk otak (highly brain specific protein), sebagai petunjuk kerusakan sel,merupakan protein yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan sebagai petanda perjalanan penyakit di pasiencedera otak. Penelitian ini menganalisis profil kadar GFAP serum pasien cedera otak berat sebagai petanda perjalanan penyakit dankeluarannya. Desain penelitian deskriptif observasional. Kadar GFAP serum dari sampel darah vena, diperiksa dengan metode ELISApada hari pertama datang ke Instalasi Gawat Darurat dan hari ke-2,3,4 perawatan. Jumlah sampel 25 orang, laki-laki 20 orang (80%),perempuan 5 orang (20%). Umur terbanyak ≤ 25 tahun, 8 orang (32%), rerata umur 35,92 ± 13,80 tahun. Jejas berdasarkan hasilCT Scan kepala terbanyak Diffuse Axonal Injury (DAI) 7 (28%), tindakan operasi sebanyak 18 (72 %), non-operasi 7 (28%), penyebabcedera, kecelakaan lalu lintas 23 (92%), jatuh 2 (8%). Rerata kadar GFAP serum hari ke-1,2,3,4 berturut-turut 2,72±1,44 ng/mL,1,85±0,85 ng/mL, 1,67±1,26 ng/mL, 0,79±0,35 ng/mL. Keluaran pasien, hidup 19 (76%), meninggal 6 (24%). GFAP sangat khaspada otak berguna sebagai petanda di pasien cedera otak berat, yaitu peningkatan kadarnya dapat digunakan sebagai faktor perjalananpenyakit untuk kematian dan keluarannya. Peningkatan kadar GFAP serum dapat digunakan sebagai faktor perjalanan penyakit.Penelitian lanjutan diperlukan dengan sampel yang lebih besar
CORRELATION OF BLAST PERCENTAGE TO CD34 OF BONE MARROW IN ALL PEDIATRIC PATIENTS Rahmi Rusanti; Yetti Hernaningsih; Endang Retnowati; Mia Ratwita Andarsini; Andy Cahyadi
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 24, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v24i1.1156

Abstract

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah penyakit keganasan sel progenitor limfoid yang berasal dari sumsum tulang. Tanda khasdari diagnosis leukemia akut adalah sel blas. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk menentukan persentase sel blas pada diagnosisleukemia akut. Immunophenotyping merupakan metode diagnostik yang dapat membantu menegakkan diagnosis pada keganasanhematologi. CD34 merupakan antigen yang sering digunakan untuk identifikasi sel induk hemopoeisis atau blas. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kenasaban antara persentase blas dengan ekspresi CD34 di sumsum tulang di pasien leukemia limfoblastik akut anaksebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi fase induksi.
COMPARISON OF PERIPHERAL BLOOD ACTIVATED NK CELL PERCENTAGE BEFORE AND AFTER INDUCTION PHASE CHEMOTHERAPY IN PEDIATRIC ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA Syntia TJ; Endang Retnowati; Yetti Hernaningsih; I Dewa Gede Ugrasena; Soeprapto Ma’at
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 3 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i3.1208

Abstract

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan sel progenitor limfoid yang berasal dari sumsum tulang dan ditandai proliferasileukosit. Kejadian LLA masih tinggi, sehingga perlu diteliti peran sel NK dalam melawan leukemia. Tujuan penelitian adalah untukmengetahui perbedaan persentase sel NK teraktivasi sebelum dan sesudah pengobatan induksi dan hubungan persentase sel NK teraktivasisebelum pengobatan induksi dengan keluaran kemoterapi pasien LLA anak. Penelitian analitik observasional dengan rancang banguncohort prospektif. Subjek penelitian 27 pasien di Ruang Rawat Inap Hemato-Onkologi Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya, antara bulanMaret–Juli 2016. Metode memeriksa flowcytometry menggunakan alat BD FACS CaliburTM reagen Fast Immune CD56FITC/CD69PE/CD45 Per CP No.katalog.5055879. Analisis statistik dengan uji Wilcoxon Signed Rank dan regresi logistik. Terdapat perbedaan bermaknarerata persentase sel NK teraktivasi sebelum pengobatan induksi 0,57% (SB 0,53%) dan sesudahnya 2,01% (SB 1,86%) p=0,000.Menunjukkan peningkatan bermakna sel NK teraktivasi sesudah pengobatan induksi. Kenasaban sel NK teraktivasi sebelum pengobataninduksi dengan keluaran kemoterapi berkurangnya gejala penyakit (remisi) dan meninggal R=0.723 berarti kenasabannya kuat.Peningkatan persentase sel NK teraktivasi sesudah pengobatan induksi disebabkan kerja kemoterapi meningkatkan hasil MICA/B dankerja activating receptors sel NK (NKG2D) yang bersifat sitotoksik yang kuat. Persentase sel NK teraktivasi sebelum pengobatan induksiyang rendah disebabkan mekanisme menghilangnya tumor di LLA. Terdapat perbedaan bermakna persentase sel NK teraktivasi sebelumdan sesudah pengobatan induksi. Hasilnya dapat menjadi peramal keberhasilan pemberian kemoterapi LLA anak. Persentase sel NKteraktivasi sebelum kemoterapi tahap induksi yang tinggi berpengaruh kuat terhadap keluaran kemoterapi berkurangnya gejala penyakitdan sebaliknya bila rendah berpengaruh terhadap kemungkinan yang bersangkutan meninggal. Diperlukan hasil jangka panjang sampaiselesai dalam pengelolaan pemberian pengobatan terkait.