Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PERBEDAAN KUANTITAS DNA YANG DIEKSTRAKSI DARI BUCCAL SWAB DENGAN JUMLAH USAPAN YANG BERBEDA Devina Dea Emanuela; Tuntas Dhanardhono; Saebani Saebani
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.391 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18560

Abstract

Latar Belakang Sampel yang digunakan pada analisis DNA untuk individu hidup  adalah darah dan buccal swab, namun pengambilan darah membutuhkan metode yang invasif yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada dapat menjadi pilihan yang baik dan nyaman dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan DNA, namun belum ada standar Buccal swab yang mengatur tentang jumlah usapan yang diperlukan dalam pengambilan buccal swab yang optimal.Tujuan Mengetahui perbedaan kuantitas DNA yang diekstraksi dari buccal swab dengan jumlah usapan yang berbedaMetode Penelitian menggunakan 44 sampel buccal swab diambil dari 11 individu laki- laki sehat dan diambil secara serial sebanyak 4x dengan selang waktu selama 1 minggu. Pada pengusapan pertama diambil sampel dengan 5x usapan, selanjutnya diambil sampel dengan 10x usapan, lalu diambil sampel dengan 20x usapan dan kemudian diambil sampel dengan 30x usapan. Setelah setiap pengambilan sampel dilanjutkan dengan ekstraksi DNA dengan metode chelex pada hari yang sama dengan pengambilan sampel kemudian dilakukan pengukuran kuantitas DNA menggunakan Nanodrop Spectrofotometer yang dibaca pada gelombang 260.Hasil Didapatkan perbedaan yang bermakna pada setiap kelompok usapan (p <0.05) dengan kelompok usapan 5x, 10x, dan 20x mengalami peningkatan kuantitas yang searah dengan penambahan pengusapan sedangkan kelompok 20x dan 30x usapan mengalami penurunan kuantitas yang berbanding terbalik dengan penambahan pengusapan hal ini dapat disebabkan karena bertambahnya saliva dan kontaminan dalam sampel yang mempengaruhi kuantitas DNA.Kesimpulan Terdapat perbedaan kuantitas DNA dari buccal swab dengan jumlah usapan yang berbeda dengan kuantitas tertinggi didapatkan dari kelompok 20x usapan.
THE DIFFERENCE OF HISTOPATHOLOGICAL IMAGE OF THE WISTAR RAT’S KIDNEY ADMINISTERED WITH GRADUAL DOSAGE OF PYRETHROID Diaz Almayang; Saebani Saebani; Tuntas Dhanardhono; Endang Ambarwati; Ika Pawitra Miranti
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 2 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v10i2.29537

Abstract

Background: Pyrethroid pesticide poisoning cases in developed and developing countries have a high incidence every year. One of the active substances in pyrethroid widely used is cypermethrin. The effects of cypermethrin intoxication on the kidneys, especially in humans, are little to be studied. This study aims to determine the difference in the histopathological image of the Wistar rat’s kidney.Method: The experimental research of the post-test only control group design involved 24 male Wistar rats divided into 4 groups randomly, the control (not given cypermethrin), treatments of 125 mg/kgBW, 250 mg/kgBW, and 500 mg/kgBW. Cypermethrin are given orally for 14 days. After the rats were terminated, the kidney were processed to be paraffin-embedded tissues and stained with HE. Tubular injuries were examined using 400x magnification of light microscope and focused on closure of tubular lumen as well as proteinaceous cast inside the lumens.Results: The results of this study showed that the means of histopathological damage to the kidneys increased from control group to 500 mg/kgBW treatment group. Statistical analysis with One way ANOVA showed significant differences (p<0.001), continued with Post hoc games Howell test, there was a significant differences between control group with 250 mg/kgBW treatment group and 500 mg/kgBW treatment group, and between 125 mg/kgBW treatment group with 250mg/kgBW treatment group and 500 mg/kgBW treatment group. There was no significant difference between the control group with 125 mg/kgBW group and 250 mg/kgBW treatment group with 500 mg/kgBW treatment group.Conclusion: There is a significant difference in renal histopathological  image due to exposure to pyrethroid (cypermethrin) in gradual doses. The image of kidney damages can result in tubules injury  which include: albuminous degeneration with narrowing of the tubular lumen and hyaline cast. The means of tubular injury rate will increase with increasing dose of pyrethroid.
PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS JANTUNG TIKUS WISTAR Bayu Arif Wibowo; Saebani Saebani
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 2 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.26 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i2.11627

Abstract

Background : Rhodamine B dye is available in the market for the textile industry. This substance is often misused as a food coloring and cosmetics in many countries. This substance is most dangerous when consumed can cause disturbances in the function of organs, in the long term could be carcinogenic. This study aims to prove the existence of a relationship with a rhodamine-dose cardiac muscle cell damage Objective.Objective : To ascertain the differences of the images of cardiac histopathology caused by administration of Rhodamine B peroral with graded doses in 12 weeks.Methods : This research is True experimental laboratoric using post test only control group as it’s design. Sample of this research are 30 male wistar rat that fulfill the criteria for inclusion and exclusion, then divided randomly using simple random sampling. Rhodamine B consumption is 0 mg/kg BW in control group; 1/16 lethal dose (55,44 mg/kg BW) in treatment group I; 1/8 lethal dose (110,88 mg/kg BW) in treatment group II; 1/4 lethal dose (221,75 mg/kg BW) in treatment group III; 1/2 lethal dose (443,5 mg/kg BW) in treatment group IV; lethal dose (887 mg/kg BW) in treatment group V. Data collection is done with direct observation of images of spleen histopathology. Hypothesis testing using one-way Anova test continued with Post Hoc test.Result : There is an increase area of fibrosis in treatment 1, treatment 2, treatment 3, treatmen 4. Highest increasement on fibrosis area is found in traetment 4Conclusion : The myocardial has increased by time to time development, especially significant at group 4
PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT Firly Syah Putra; Saebani Saebani; Gatot Suharto
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.929 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14434

Abstract

Latar Belakang : Metanol merupakan alkohol yang paling sederhana. Metanol sering disalahgunakan sebagai pengganti alkohol berupa minuman oplosan karena harganya yang murah. Penyalahgunaan metanol ini menyebabkan keracunan yang berbahaya bagi tubuh dan menyebabkan kematian.Tujuan : Untuk mengetahui efektivitas pemberian ranitidin terhadap tingkat kerusakan gaster tikus wistar yang diinduksi metanol dosis bertingkat.Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian post test only control group design.. Jumlah sampel adalah 35 ekor mencit dengan kriteria tertentu, dibagi menjadi 7 kelompok. 1 kelompok sebagai kontrol negatif, tidak diberi perlakuan, 3 kelompok sebagai kontrol potsitif, diberi metanol dosis bertingkat. 3 kelompok sebagai perlakuan, diberi metanol dosis bertingkat dan ranitidin. Pemberian metanol dilakukan secara oral dengan sonde lambung. Sedangkan pemberian Ranitidin dilakukan secara intraperitoneal dengan spuit 1 jam setelah pemberian metanol. Uji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Mann-Whitney.Hasil : Pada uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Pada perbandingan kelompok II dan V tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,55). Selain itu, perbandingan kelompok III dan VI tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,747). Akan tetapi, perbandingan kelompok IV dan VII didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,012), namun tidak sesuai dengan hipotesis.Kesimpulan : Pemberian ranitidin pada tikus wistar setelah dipaparkan metanol dosis bertingkat tidak dapat mencegah efek toksik metanol pada gaster tikus wistar.
PENGARUH PEMBERIAN BUTYLATED HYDROXYTOLUENE (2,6-DI-TERT-BUTYL-4-METHYLPHENOL) PER ORAL DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS WISTAR Windi Novita Sari; Saebani Saebani; Tuntas Dhanardhono
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.422 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21282

Abstract

Latar Belakang: Butylated Hydroxytoluene (2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol/BHT) adalah antioksidan umum dan aman dalam makanan, obat-obatan, dll. BHT memiliki potensi sebagai salah satu alternatif antioksidan. Penggunaan BHT yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan hepar. Hepar memiliki fungsi dan peran kompleks dan dapat rusak oleh senyawa kimia hepatotoksik. Konsumsi jangka panjang antioksidan BHT menjadi salah satu penyebab kerusakan hati manusia.Tujuan: mengetahui pengaruh pemberian Butylated Hydroxytoluene per oral terhadap gambaran histopatologi hepar tikus Wistar.Metode: Penelitian ini merupakan post test only control group design yang menggunakan tikus Wistar jantan, dibagi 1 kelompok kontrol & 3 kelompok perlakuan dengan randomisasi sederhana. Sampel 20 ekor tikus wistar jantan, diadaptasi 1 minggu, lalu kelompok tikus mendapat perlakuan berbeda selama 14 hari. Semua kelompok perlakuan diberi BHT secara sonde selama 14 hari oleh tenaga ahli setiap pagi dengan dosis 300 mg untuk kelompok 1, 600 mg untuk kelompok perlakukan 2, dan 1200 mg untuk kelompok perlakukan 3. Setelah diberi perlakuan, tikus dalam 14 hari dimatikan. Selanjutnya heparnya diambil, setiap tikus dibuat 5 preparat hepar dan 5 lapangan pandang dengan perbesaran 100x dan 400x. Setiap preparat dihitung nilai rerata degenerasi.Hasil: Rerata degenerasi sel hepar tertinggi pada kelompok perlakukan 3. Pada degenerasi terdapat perbedaan gambaran histopatologi yang bermakna secara statistik (<0,05) antara p1 terhadap p2 (p=0,008), p1 terhadap p3 (p=0,008), p1 terhadap K (p=0,008), P2 terhadap P3 (p=0,008), P2 terhadap K (p=0,008), dan P3 terhadap K (p=0,007).Simpulan: Terdapat pengaruh pemberian Butylated Hydroxytoluene per oral terhadap gambaran histopatologi hepar tikus Wistar.
PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PUTAMEN TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT Tan Nadia Paramitha Purnama; Gatot Suharto; Saebani Saebani
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.497 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18638

Abstract

Latar Belakang : Metanol merupakan bahan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada pelarut industri, bahan penambah bensin, dan lain-lain namun, metanol sering disalahgunakan sebagai minuman oplosan yang menimbulkan gejala toksisitas pada metanol akibat dari zat metabolitnya yaitu asam format. Gejala ini diawali dengan kerusakan sistem ekstrapiramidal dengan putamen sebagai salah satu komponennya.Ranitidin memiliki kemampuan untuk menginhibisi enzim alkohol dehidrogenase yang mengubah metanol menjadi asam format yang merupakan zat toksik.Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian ranitidin terhadap gambaran histopatologi putamen tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat.Metode Penelitian true experimental laboratorik dengan post-test only control group design.Sampel penelitian adalah tikus wistar jantan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian dibagi dengan simple random sampling. Sampel dibagi menjadi 7 kelompok (kontrol negatif, 3 kontrol positif (0.7ml, 1.4ml, 2.8ml), 3 perlakuan (0.7ml, 1.4ml, 2.8ml dengan pemberian ranitidin 4.5mg 4 jam setelahnya). Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung gambaran histopatologi otak. Uji hipotesis menggunakan uji Mann-Whitney.Hasil : Didapatkan perbedaan kontrol yang bermakna (p<0,05) pada kontrol negatif dengan kontrol positif LD dengan perbedaan bermakna pada kelompok perlakuan lapangan pandang 3 yang tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatifKesimpulan : Pemberian ranitidin 4.5 mg 4 jam setelah pemberian metanol 2,8 ml tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nekrosis putamen tiksu wistar.
PERBEDAAN KUANTITAS DNA YANG DIEKSTRAK DARI AKAR RAMBUT BERBAGAI FASE PERTUMBUHAN Valensha Yosephi; Tuntas Dhanardhono; Saebani Saebani
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.747 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15979

Abstract

Latar belakang: Rambut merupakan spesimen biologis yang sering ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pemeriksaan forensik biasanya menggunakan cara pemerolehan rambut untuk memperkirakan kuantitas deoxyribonucleic acid (DNA) yang akan didapatkan. Belum ada penelitian di Indonesia mengenai perbedaan kuantitas DNA yang diekstrak dari masing-masing fase pertumbuhan akar rambut.Tujuan: Menganalisis perbedaan kuantitas DNA yang diekstrak dari akar rambut berbagai fase pertumbuhan.Metode: Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional ini menggunakan sampel akar rambut (n=15) yang mencakup tiga fase akar rambut, yaitu fase anagen (n=5), fase katagen (n=5), dan fase telogen (n=5). Penggolongan fase akar rambut dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis. Semua sampel diekstraksi dengan metode Chelex, lalu DNA dikuantifikasi menggunakan Nanodrop. Uji statistik yang digunakan adalah One-way Anova dan dilanjutkan Post Hoc Tamhane untuk melihat perbedaan antarkelompok.Hasil: Kuantitas DNA ekstraksi dari akar rambut tiap fase adalah sebagai berikut fase anagen memiliki rerata 28,78 ng/ml, fase katagen memiliki rerata 7,35 ng/ml, dan fase telogen memiliki rerata 3,84 ng/ml. Pada penelitian didapatkan perbedaan yang bermakna antara tiap kelompok fase akar rambut (p<0,001), yaitu fase anagen dan katagen (p=0,025), fase anagen dan telogen (p=0,015), dan fase katagen dan telogen (p=0,014).Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna kuantitas DNA yang diekstrak dari akar rambut pada berbagai fase pertumbuhan akar rambut.
PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT Belinda Faustinawati; Saebani Saebani; Gatot Suharto
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.004 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18553

Abstract

Latar Belakang Metanol adalah zat yang mudah menguap danterbakar yang sering digunakan untuk produk industri dan rumah tangga. Namun, karena biaya produksi etanol mahal, saat ini banyak orang yang menyalahgunakan metanol sebagaiminuman oplosan. Padahal konsumsi metanol dapat menyebabkan nekrosis tubular akut terutama pada tubulus proksimal ginjal yang diakibatkan oleh zat metabolitnya yaitu asam format. Ranitidin adalah antagonis selektif dan kompetitif reseptor H2 yang biasa digunakan untuk mengobati ulkus peptikum. Ternyata, ranitidin mampu menghambat kerja enzim alkohol dehidrogenase sehingga metanol tidak dapat dimetabolisme menjadi asam format.Tujuan membuktikan seberapa besar pengaruh pemberianranitidin terhadap gambaran histopatologi sel tubulus proksimal ginjal tikus wistarpadapemberianmetanoldosisbertingkat.Metode Penelitian true experimental laboratorik dengan post-test only control group design.Sampel penelitian adalah tikus wistar jantan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dibagi secara acak dengan allocation random sampling. Sampel dibagi menjadi 7 kelompok terdiri atas 1 kelompok kontrol negatif; 3 kontrol positif yaitu dengan pemberian metanol dosis bertingkat {¼LD100 (0,7 ml), ½LD100 (1,4ml), LD100 (2,8ml)}; dan 3 kelompok perlakuan yaitu dengan pemberian metanol dosis bertingkatdan ranitidin 4,5mg, 4 jam setelah pemberian metanol. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung gambaran histopatologi sel tubulus ginjal. Uji hipotesis menggunakan uji Mann-Whitney.Hasil Pada uji Mann-Whitney didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05) antara kontrol negatif dengan kontrol positif pada dosis pemberian metanol ¼LD100 dan ½LD100, sehingga didapatkan hasil yang tidak signifikan (p>0,05) juga pada kelompok perlakuan dengan dosis yang sama. Namun, didapatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif LD100 dan kelompok perlakuan (LD100M+R), serta kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan(LD100M+R).Kesimpulan Pemberian ranitidin dapat menurunkan kejadian nekrosis sel tubulus ginjal secara bermakna pada dosis metanol LD100.
PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT Terena Chintya Mardia Utama; Gatot Suharto; Saebani Saebani
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.131 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15966

Abstract

Latar belakang: Penyalahgunaan metanol menyebabkan keracunan toksik di dalam tubuh yaitu organ paru dan asidosis format. Terapi asidosis yaitu dengan mensupresi enzim alkohol dehidrogenase (ADH) sebagai inhibitor untuk mencegah pembentukan asam format. Ranitidin memiliki aktivitas inhibitor gastic alcohol and enzim hepatic dehydrogenase.Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian ranitidin terrhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat.Metode: True experimental post test only with controlled group design. Sampel sebanyak 35 ekor tikus wistar jantan usia 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram dibagi menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) yang hanya diberi makan dan minum standar, kontrol positif 1 (K1) yang diberi dosis ¼ LD-100 metanol, kontrol positif 2 (K2) yang diberi dosis ½ LD-100 metanol, kontrol positif 3 (K3) yang diberi dosis 1 LD-100 metanol, kelompok perlakuan 1 (P1) diberi ¼ LD-100 metanol dan ranitidin 30 mg/kgBB, perlakuan 2 (P2) diberi ½ LD-100 metanol dan ranitidin 30 mg/kgBB dan perlakuan 3 (P3) diberi 1 LD-100 metanol dan ranitidin 30 mg/kgBB. Penelitian dilakukan selama 8 hari. Pada hari ke-8, tikus diterminasi untuk diambil parunya serta dilakukan pengamatan histopatologi.Hasil: Pada kelompok kontrol positif dan perlakuan ditemukan gambaran histopatologi oedema alveolus, destruksi septum interalveolaris dan infiltrasi sel radang dengan uji statistic Mann Whitney dan Independent Samples T-Test. Uji statistik kelompok antara K2 dan P2 gambaran edema dan destruksi menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05), namun kelompok K1 dengan P1 dan K3 dengan P3 gambaran edema dan destruksi serta antar kelompok gambaran infiltrasi menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Pada pengamatan antara kelompok P1, P2, P3 menunjukkan mikroskopis oedema, destruksi dan infiltrasi yang lebih berat dibanding K0, meskipun bermakna secara statistik (p<0,05).Simpulan: Pemberian ranitidin tidak berpengaruh terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar.
Kemampuan Santri dalam Membaca Al-Qur’an Ditinjau Dari Profesioanlisme Guru (Qori’) (Analisis Metode Qiraati di API ASRI Tegalrejo Magelang) Akhmad Ibnu Idris; Saebani Saebani
Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman Vol 6 No 1 (2020): Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HUSAIN MAGELANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/wahanaislamika.v6i1.92

Abstract

Reading the Qur'an is something that must be mastered by the students in the Islamic Boarding School. The role of a teacher and the methods used become important in the learning cycle in an educational institution especially Islamic boarding school. Qiraati is one of the methods used in learning to read the Qur'an. One indicator that is the key to the success of students is able to read the Qur'an properly and correctly, namely the existence of a professional qori. This type of research is a descriptive study using a quantitative approach. The number of samples in this study were 89 students. The data analysis technique in this study uses simple linear regression analysis with the help of SPSS 24 application. The results of this study indicate that the influence of the qori 'professionalism variable on the ability of students to read the Qur'an has a significance value level of less than 0.05 (p <0 , 05). This shows that the qori professionalism variable 'affects the ability of students to read the Qur'an in the ASRI Islamic Boarding School Tegalrejo Magelang.