Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh Nur Ramadhan; Nelly Marissa; Eka Fitria; Veny Wilya
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 28 No 4 (2018)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v28i4.63

Abstract

Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disease that affects many people of the world, including Indonesia. To prevent complications, a good control of DM is needed by patients, one of them is controlling blood sugar and keeping blood pressure stable. DM is reported in Banda Aceh as one of diseases with the highest number of visits every year. The purpose of this study was to determine the achievements of DM control by patients with type 2 diabetes mellitus in Puskesmas Jayabaru Banda Aceh. The study used a cross sectional design and a sample of 85 patients with type 2 diabetes mellitus in Puskesmas Jayabaru in 2015. The results showed 81.2% HbA1c value ≥ 7%, 80% fasting plasma glucose (FPG) ≥ 100 mg/dl, 85.9% of the value post prandial plasma glucose ≥ 140 mg/dl and 58.8% blood pressure ≥ 130 mmHg. Of the 85 patients only 7 showed good DM control results. This illustrates that DM control achievement is still below the cut-off value set by PERKENI. Counseling to patients and families is needed to improve the management of type 2 DM by patients. Abstrak Abstrak Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang banyak diderita penduduk dunia, termasuk Indonesia. Untuk mencegah terjadi komplikasi diperlukan pengendalian DM yang baik oleh penderita, salah satunya dengan mengontrol gula darah dan menjaga tekanan darah tetap stabil. Penyakit DM dilaporkan di Kota Banda Aceh sebagai salah satu penyakit dengan angka kunjungan terbanyak setiap tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui capaian pengendalian DM oleh penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang dan sampel berjumlah 85 orang penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan 81,2% nilai HbA1c ≥ 7%, 80% nilai GDP ≥ 100 mg/dl, 85,9% nilai GD 2 jam PP ≥ 140 mg/dl, 58,8% dan tekanan darah ≥ 130. Dari 85 pasien hanya tujuh orang yang menunjukkan hasil pengendalian DM yang baik. Hal ini menggambarkan bahwa capaian pengendalian DM masih di bawah nilai cut off yang ditetapkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Penyuluhan kepada pasien dan keluarga sangat dibutuhkan untuk memperbaiki pengelolaan DM tipe 2 oleh penderita.
Gambaran Status Endemisitas Filariasis dan Faktor yang Terkait dengan Transmisi Sesaat Pasca Survei Transmission Assessment Survey (TAS-) 1 di Kabupaten Pidie, Aceh Nur Ramadhan; Yulidar Yulidar; Abidah Nur; Zain Hadifah; Yasir Yasir
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 29 No 4 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v29i4.2099

Abstract

Abstract Filariasis is still a global public health problem both in the world and in Indonesia. Aceh is include in one of the provinces with the most clinical cases in Indonesia. The aimed of this study was to determine the description of endemicity status and Related Factors to Instantaneous Transmissions period after Transmission Assessment Survey (TAS) 1 in Pidie district. This research is part of the filariasis elimination evaluation study in Indonesia (Multicenter Filariasis Study) Litbangkes Office Center, Ministry of Health in 2017. The research design was cross sectional study. The study was conducted from February to November 2017. The selected research sites were Buloh and Kambuk Payapi Village in Pidie district. Data was collected by interviewin respondent to obtained information about people's knowledge, attitudes and behavior related to filariasis. In addition, finger blood tests were also conducted on respondents who had been interviewed. The number of respondents by finger blood was 627 and 714 were interviewed. The risk of filariasis transmission still occurred with the finding of 10 positive cases of microfilaria as many as 10 people in Kambuk Payapi village with B.malayi species. The average filarial density was 86.84 / μl blood. Respondent’s knowledge about filariasis is still low, community attitudes towads the prevention and treatment of filariasis was positive. Only a portion of respondents were involved in mass treatment. Selective treatment and strengthening synergy across sectors and programs must be increased so that elimination of filariasis can be achieved. In addition, it is necessary to increase public knowledge through various health promotion media to improve community behaviour to achieve elimination of filariasis. Abstrak Filariasis masih menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. Aceh termasuk dalam salah satu provinsi dengan kasus klinis kronis terbanyak di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran status endemisitas filariasis dan faktor yang berpengaruh dengan transmisi setelah Transmission Assessment Survey (TAS) 1 di Kabupaten Pidie. Penelitian ini merupakan bagian dari studi evaluasi eliminasi filariasis di Indonesia (studi Multicenter Filariasis) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan tahun 2017. Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan dari Februari-November 2017. Tempat penelitian adalah di desa Buloh dan desa Kambuk Payapi di Kabupaten Pidie. Pengumpulan data dilakukan wawancara responden untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terkait filariasis. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah jari malam hari pada responden yang sudah diwawancarai. Jumlah responden yang diperiksa darah jari 627 responden dan yang diwawancarai 714. Resiko penularan filariasis masih terjadi dengan masih ditemukannya kasus positif mikrofilaria sebanyak 10 orang di desa Kambuk Payapi dengan spesies B.malayi. Rata-rata kepadatan filaria adalah 86,84/µl darah. Pengetahuan responden tentang penyebab filariasis masih rendah, sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan dan pengobatan filariasis sudah positif. Namun demikian hanya sebagian responden yang ikut terlibat dalam pengobatan masal. Pengobatan selektif dan memperkuat sinergi lintas sektos dan lintas program harus ditingkatkan agar eliminasi filariasis dapat dicapai. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai media promosi kesehatan untuk meningkatkan prilaku masyarakat untuk mencapai eliminasi filariasis.
Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Penderita TB di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar Nur Ramadhan; Zain Hadifah; Yasir Yasir; Ulil Amri Manik; Nelly Marissa; Abidah Nur; Yulidar Yulidar
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 31 No 1 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v31i1.3920

Abstract

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis that attacks the lungs. The high incidence of Pulmonary TB in Indonesia indicates that action needs to be taken to reduce the transmission rate. The transmission prevention behavior is intended for families and people around who are often in direct contact with sufferers. The purpose of this study was to determine the factors associated with TB transmission prevention measures in Banda Aceh City and Aceh Besar district. This study used a cross-sectional study design involving pulmonary tuberculosis patients aged >15 years. Respondents involved were 262 people who were in the working areas of primary health service center and hospitals in Banda Aceh City and Aceh Besar district. Data on gender, age, education, patient category, Drug Swallowing Supervisor (PMO), regularity of taking medication, seeking treatment, knowledge, attitudes, and behavior towards TB disease were obtained through interviews. Data were analyzed by univariate, bivariate X2 (chi square), and multivariate. The results found that knowledge, attitude, faster treatment seeking regular medication, and high level of education were the most dominant factors influencing TB transmission prevention behaviour. Older age also associated with TB transmission prevention behaviour. TB transmission prevention behavior in TB patients was 53% good. Patients and family members must always be reminded to implement TB prevention and transmission behaviors. Regular visits to the patient’s home can be made by officers to provide education and monitoring of treatment. Abstrak Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. Tingginya kasus TB Paru di Indonesia menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan untuk menurunkan angka penularan. Perilaku pencegahan penularan ini ditujukan bagi keluarga dan orang di sekitar yang sering kontak langsung dengan penderita. Tujuan penelitian ini untukmengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan TB pada penderita TB di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional dengan melibatkan penderita TB paru yang berumur >15 tahun. Responden yang terlibat sebanyak 262 orang yang berada di wilayah kerja puskesmas dan rumah sakit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Data jenis kelamin, umur, pendidikan, kategori pasien, pengawas menelan obat (PMO), keteraturan menelan obat, pencarian pengobatan, pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap penyakit TB didapatkan melalui wawancara. Data dianalisis secara univariat, bivariat X2 (chi square), dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan, sikap, pencarian pengobatan yang lebih cepat, teratur menelan obat anti tuberkulosis (OAT), dan pendidikan tinggi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku pencegahan penularan TB. Umur yang lebih tua juga berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan TB. Perilaku pencegahan penularan TB pada pasien TB sebesar 53% baik. Penderita dan anggota keluarga harus selalu diingatkan untuk menerapkan perilaku pencegahan dan penularan TB. Kunjungan berkala ke rumah pasien dapat dilakukan oleh petugas untuk pemberian edukasi dan pemantauan pengobatan.
Interferon gamma concentration in diabetes mellitus and dyslipidemia patient Nelly Marissa; Marlinda Marlinda; Maulidar Maulidar; Veny Wilya; Nur Ramadhan; Zain Hadifah
Health Science Journal of Indonesia Vol 12 No 2 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsji.v12i2.4290

Abstract

Background: Patient with diabetes mellitus (DM) occurs chronic inflammation by characterized a decreased concentration of various cytokinin types. This causes changes in the body’s immunity so that can be easier in having an infection. One of the most important cytokines against infection is IFN-γ. This study aimed to determine IFN-γ concentration in DM and dyslipidemia patients. Metode: An amount of 234 people who received treatment at the health center in Banda Aceh in 2019 were included in this study. From each respondent, 5 ml of blood was taken to check fasting blood glucose, triglycerides, high-density lipoproteins (HDL), and interferon-gamma (IFN-γ). Test of fasting blood glucose, triglycerides, HDL was carried out using the colorimetric enzymatic method. The IFN-γ protein concentration was examined using the sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) technique. Result: IFN-γ concentration in the non-DM group was higher than in the DM group. There was a significant difference between the average IFN-γ concentration in the non-DM group compared with the DM group (p = 0.000). All DM patients had increased fasting blood glucose, most had hypertriglycerides, but HDL levels were normal. The fasting blood glucose group <126 mg / dl had a higher IFN-γ concentration than the group with fasting blood glucose levels ≥126 mg / dl. There was a significant difference in the concentration of IFN-γ between the two groups (p = 0.000). The group with triglyceride levels <150 mg / dl had lower IFN-γ levels than the group with triglyceride levels ≥ 150 mg / dl. There was a significant difference between the average IFN-γ concentration between those groups (p = 0.000). The fasting blood glucose levels ≥126 mg / dl and triglycerides levels ≥ 150 mg / dl had higher IFN-γ concentration than the group who had fasting blood glucose levels ≥126 mg / dl and triglycerides levels < 150 mg / dl. Conclusion: There are differences in IFN-γ concentrations in people with DM, increased fasting blood glucose and dyslipidemia compared to normal people. Keywords: IFN-γ, diabetes mellitus, dyslipidemia Abstrak Latar belakang: Penderita diabetes mellitus (DM) dan dyslipidemia mengalami inflamasi kronik yang ditandai dengan perubahan konsentrasi berbagai sitokin. Hal ini yang menyebabkan perubahan imunitas tubuh sehingga mudah mengalami infeksi. Salah satu sitokin yang paling berperan terhadap infeksi adalah interferon gamma (IFN-γ). Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa konsentrasi IFN-γ pada penderita DM dan dislipidemia. Metode: Sebanyak 234 orang yang melakukan pengobatan di puskesmas di Kota Banda Aceh pada tahun 2019 diikutsertakan dalam penelitian ini. Dari setiap responden dilakukan pengambilan darah sebanyak 5 ml untuk dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa (KGD P), trigliserida, high density lipoprotein (HDL), dan inrferon- gamma (IFN-γ). Pemeriksaan KGD, trigliserida, HDL dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik. Pemeriksaan konsentrasi protein IFN-γ menggunakan teknik sandwich Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Konsentrasi IFN-γ pada kelompok non-DM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok DM. Terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata konsentrasi IFN-γ pada kelompok non-DM dibandingkan dengan kelompok DM (p=0,000). Semua penderita DM mengalami peningkatan KGD P, sebagian besar mengalami hipertrigliserida, namun kadar HDL normal. Pada kelompok KGD P <126 mg/dl memiliki konsentrasi IFN-γ yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan KGD P ≥126 mg/dl. Terdapat perbedaan bermakna perbedaan konsentrasi IFN-γ antar kedua kelompok tersebut (p=0,000). Kelompok dengan kadar trigliserida <150 mg/dl memiliki kadar IFN-γ lebih rendah dibandingkan dengan kelompok dengan kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl. Terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata konsentrasi konsentrasi IFN-γ antar kedua kelompok tersebut (p=0,000). Pada kelompok KGD P ≥126 mg/dl dan trigliserida ≥ 150 mg/dl memiliki kadar IFN-γ yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok KGD P ≥126 mg/dl namun trigliserida <150 mg/dl. Terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata konsentrasi konsentrasi IFN-γ antar kedua kelompok tersebut (p=0,000). Kesimpulan: Terdapat perbedaan konsentrasi IFN-γ pada orang dengan DM, peningkatan KGD P dan dislipidemia dibandingkan dengan orang normal. Kata kunci : IFN-γ, diabetes mellitus, dislipidemia.
DENSITAS MIKROFILARIA PADA RESERVOIR DI WILAYAH ENDEMIS FILARIASIS KABUPATEN ACEH JAYA Yulidar Yulidar; Rosdiana Rosdiana; Ulil Amri Manik; Veny Wilya; Nur Ramadhan; Eka Randiana; Ibnu Muhsi
Sel Jurnal Penelitian Kesehatan Vol 8 No 2 (2021): SEL Jurnal Penelitian Kesehatan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/sel.v8i2.5148

Abstract

Kabupaten Aceh Jaya termasuk wilayah endmeis filariasis. Pelaksanaan Program pemberian obat pencegahan massal (POPM) lima putaran dilakukan dari tahun 2011 sampai 2015. Oleh karena gagal pre-TAS pada tahun 2016, maka dilakuakn POPM 2 putaran lagi tahun 2017 dan 2018. Evaluasi pelaksanaan program pengendalian filariasis berjalan dengan baik namun aspek penyebab kegagalan POPM tidak diketahui secara pasti. Banyak hal yang menjadi faktor resiko penularan filariasis diantaranya keberadaan agent, host (manusia dan hewan) dan faktor lingkungan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran densitas mikrofilaria pada reservoir di wilayah endemis filariasis Kabupaten Aceh Jaya terutama Desa Lhok Bout dan Desa Ligan. Penelitian ini merupakan cross sectional dan jumlah hewan yang tertangkap bersifat purposive sampling pada 100 hewan yaitu kucing dan monyet ekor panjang. Pengumpulan data dilkaukan pada bulan Agustus dan Oktober 2017 di Desa Ligan dan Desa Lhok Bout Kabupaten Aceh Jaya. Hasil pemeriksaan mikroskopis pada 83 kucing dan 17 monyet ekorv panjang adalah 4 slide darah kucing ditemukan positif Brugia malayi dan 2 slide darah monyet ekor panjang ditemukan cacing non Brugia malayi yang dicurigai adalah Dilofillaria sp. Oleh karena, kucing dan amonyet ekor panajng positif terdapat cacing mikrofillaria di dalam darahnya maka Kabuapetn Aceh Jaya termasuk wilayah endemis zoonotik reservoir filariasis. Untuk wilayah yang zoonotic reservoir filariasis, pengendalian filariasis tidak hanya pada agent, host manusia namun juga harus memperhatikan host reservoir.Pengendalian cacing Brugia malayi atau non Brugia malayi pada reservoir juga harus dilakukan untuk pemutusan rantai penularan selain pengendalian vector dan usaha lainnya.
Deteksi DNA Mikrofilaria Brugia malayi dengan Teknik PCR-Pockit Nucleic Acid Analyzer Pada Nyamuk di Kabupaten Pidie Yulidar Yulidar; Nur Ramadhan; Rosdiana Rosdiana; Veny Wilya
BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA Volume 16 Nomor 1 Juni 2020
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Banjarnegara Badan Litbangkes Kemenkes RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.639 KB) | DOI: 10.22435/blb.v16i1.2072

Abstract

Filariasis is a vector-borne disease and still a public health problem in Pidie District. Transmission of filariasis infection to humans occurs through the bite of a mosquito vector carrying infective larval stage filaria (L3). This cross-sectional study conducted from February to November 2017 in Pidie district (Kambuk Payapi and Kambuk Nincah Village). Mosquitoes collection carried out during 2 periods with modified human landing collection methods. The third instar larvae infective DNA by PCR Technique-Pockit Nucleic Acid Analyzer. The results showed that the number of mosquitoes caught was 2,309 which consists of 7 genus of Culex sp., Aedes sp., Anopheles sp., Armigeres sp., Mansonia sp., Uranotaemia sp., and Verallina sp. The dominant mosquito of the Culex genus collected from the filed was Culex sitiens. The results of PCR analysis of DNA found that positive third instar larvae of Brugia malayi infective in Cx. sitiens, Cx. quiquefasciatus, Aedes vexans and Mansonia indiana. Transmission of filariasis infection in Pidie community with the discovery of the source of infection in the mosquito's body.
Indigenous Perspective of Lymphatic Filariasis in Endemic Region Indonesia Mara Ipa; Endang Puji Astuti; Bina Ikawati; Tri Wijayanti; Yulidar Yulidar; Nur Ramadhan; Made Agus Nurdjana; Nita Rahayu; Rais Yunarko; Agung Dwilaksono
BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA Volume 16 Nomor 1 Juni 2020
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Banjarnegara Badan Litbangkes Kemenkes RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.527 KB) | DOI: 10.22435/blb.v16i1.2648

Abstract

Lymphatic filariasis disease impacts the patients both socially and economically. Health seeking behavior was related to the variation of local perceived. This research is required to explore the wide variety of local perspectives as input into treatment program intervention strategies. The study was conducted in 12 districts in Indonesia, namely Pidie, North Aceh, Aceh Jaya, West Pasaman, South Pesisir, Subang, Tangerang, West Kota Waringin, North Hulu Sungai, Donggala, Bombana, and Asmat. Qualitative methods with the health belief model approach were used to assess the community’s knowledge about lymphatic filariasis disease and its treatments. This study used 24 informants consisting of 14 men and 10 women. Results showed there were 9 out of 12 regions that have a localized concept of lymphatic filariasis disease. Most informants believe that the disease occured as a result of the curse of the ancestor or the curse of visiting a certain place, or supernatural power. Most informants stated that seeking indigenous healers was carried out if the informant felt that self-treatment did not produce the result as expected. There was a tendency between knowledge and elimination efforts of lymphatic filariasis disease. Therefore, it is recommended to provide a better understanding of local knowledge about lymphatic filariasis
PERILAKU MENGGIGIT NYAMUK Aedes vexans SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL FILARIASIS DI KABUPATEN PIDIE Yulidar Yulidar; Nur Ramadhan
Prosiding Seminar Nasional Biotik Vol 8, No 1 (2020): PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOTIK VIII 2020
Publisher : Prosiding Seminar Nasional Biotik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (882.274 KB) | DOI: 10.3126/pbio.v8i1.9533

Abstract

Filariasis atau penyakit kaki gajah termasuk zoonosis atau penyakit parasit tular vektor. Vektor penting dalam penularan zoonosis adalah nyamuk. Oleh karena itu, satu dari beberapa titik berat pengendalian dan pemberantasan zoonosis  adalah pengendalian vektor. Nyamuk Aedes vexans termasuk vektor potensial filariasis di Kabupaten Pidie. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang perilaku dan aktivitas menggigit  Aedes vexan sebagai data dasar yang dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan kesehatan dalam pengendalian filariasis. Penelitian ini bersifat cross sectional dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari-November 2017 di Kabuoaten Pidie. Hasil analisis data didapatkan aktivitas menggigit Aedes vexans dominan pada pukul 20.00-21.00 wib, kepadatan nyamuk hinggap di badan per orang per jam adalah 1 nyamuk  (0,67) dan frekuensi menggigit 0,5% dibandingkan dengan spesies yang lain pada waktu penangkapan bersamaan. 
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP VAKSIN COVID-19 DI KOTA BANDA ACEH Debri Rizki Faisal; Nelly Marissa; Nur Ramadhan; Abidah Nur; Fahmi Ichwansyah; Eka Fitria; Raisuli Ramadhan; Tati Suryati; Onetusfifsi Putra
Majalah Kesehatan Vol. 9 No. 4 (2022): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/majalahkesehatan.2022.009.04.4

Abstract

Banyak hoaks yang beredar di masyarakat tentang Covid-19 membentuk persepsi yang salah sehingga menyebabkan rendahnya penerimaan masyarakat terhadap vaksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi masyarakat terhadap vaksin Covid-19 di Kota Banda Aceh. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan pengumpulan data secara online menggunakan Google form dengan responden berusia ≥18 tahun yang berdomisili di Kota Banda Aceh. Analisis data dengan uji Chi square dengan 95% confident interval. Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah responden yang berpartisipasi sebanyak 258 orang dengan status belum divaksin sebanyak 14,34%. Distribusi skor persepsi manfaat pada responden yang vaksin lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak vaksin. Persepsi masyarakat yang rendah terhadap manfaat vaksin berhubungan secara signifikan terhadap penolakan vaksin (p value ≤ 0,05). Risiko untuk tidak vaksin pada responden yang berpersepsi: vaksin tidak melindungi infeksi Covid-19 (PR = 3,51, 95% CI = 1,74-7,06); vaksin tidak mengurangi keparahan akibat Covid-19 (PR = 6,57, 95% CI = 3,00-14,36); dan program vaksin bukan untuk membentuk herd immunity (PR = 6,71, 95% CI = 2,76-16,30). Berdasarkan dorongan untuk vaksin yaitu  informasi yang tidak memadai (PR = 7,96, 95% CI = 2,93-21,63); dan vaksin belum dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) (PR =  4,77, 95% CI = 2,01-11,31) berhubungan dengan status tidak vaksin responden. Persepsi masyarakat akan manfaat Covid-19 menjadi faktor utama yang melandasi masyarakat bersedia untuk divaksin Covid-19. Peran pemerintah dan stakeholder dalam melakukan sosialisasi dan edukasi tentang vaksin kepada masyarakat adalah kunci untuk memberikan pengetahuan yang benar dan menangkal informasi hoaks sehingga meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap vaksin.