Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PRIVATE ISSUES IN PESAT IN LATE COLONIAL JAVA Amini, Mutiah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 22, No 2 (2012): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v22i2.2115

Abstract

Pesat was a local newspaper in Semarang published in the 1940s during the late colonial era. The establishment of Pesat could not be separated from the couple of I.M. Sajoeti and S.K. Trimurti, the owners of the newspaper, who were best-known as activitists of Political Party and senior journalists in Semarang at that time. As a local newspaper, the content of this publication differed considerably from the other local newspaper which mostly focused on news and advertisements. Pesat continuously published some information that had not been addressed by the media anywhere before. Pesat published transparently on the problems of family life and household. In particular, Pesat pointed the problems of marriage which placed women in domestic area in which they were not permitted to speak about the problems they were facing to other people in the public domain. This meant that a matter concerning the life of household which was previously considered private space was now published as news available to newspaper readers. Keywords: Pesat, private, colonial, Semarang, Java.   Pesat adalah sebuah koran lokal di Semarang yang diterbitkan pada 1940-an selama era kolonial akhir. Pembentukan Pesat tak lepas dari pasangan IM Sajoeti dan SK Trimurti, pemilik surat kabar, yang dikenal sebagai aktifis Partai Politik dan wartawan senior di Semarang pada waktu itu. Sebagai koran lokal, isi dari publikasi ini berbeda jauh dari koran lokal lainnya yang berfokus pada berita dan iklan. Pesat terus menerbitkan beberapa informasi yang belum ditangani oleh media manapun sebelumnya. Dalam publikasi mereka, Pesat dipublikasikan secara transparan pada kehidupan masalah keluarga dalam rumah tangga. Secara khusus, diangkat masalah seputar pernikahan yang menempatkan perempuan dalam ruang domestik dan perempuan tidak diperbolehkan untuk berbicara tentang masalah yang mereka hadapi kepada orang lain dalam domain publik. Ini berarti bahwa masalah yang berkenaan dengan kehidupan rumah tangga yang sebelumnya dianggap ruang pribadi yang ada di luar keluarga diizinkan untuk tahu tentang itu sekarang telah diterbitkan sebagai berita tersedia bagi pembaca surat kabar. Kata kunci: Pesat, pribadi, kolonial, Semarang, Jawa.  
ANOMALI POLA ASUH: KERATON YOGYAKARTA, 1921-1939 Amini, Mutiah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 26, No 2 (2016): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v26i2.7178

Abstract

This paper is a historical study of the shifting of parenting pattern in Keraton Yogyakarta during Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. In the custom of the family life in Keraton Yogyakarta, especially for the royal family, a newborn child was cared by parents and housekeepers (mbok mban/abdi dalem). However, the changes was happened in the period of Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. The Dependency of chain parenting against house aids was changed through storage sons of kings in the European family. In this condition, the anomaly was happened because in the midst of the parenting, Sultan is responsible to maintaining and reproducing the Javanese culture in the palace. Because of that, Sultan would entrust to the European family upbringing. This condition is certainly vulnerable to the overall sustainability of Javanese culture. Tulisan ini merupakan kajian historis terhadap pergeseran pola asuh yang terjadi di Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Suatu kebiasaan dalam kehidupan keluarga Jawa, terutama dalam keluarga keraton bahwa seorang anak yang baru lahir selain diasuh oleh orang tua juga diasuh oleh pembantu rumah tangga (mbok mban/abdi dalem). Akan tetapi, perubahan pola asuh terjadi pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Rantai ketergantungan pola asuh terhadap pembantu rumah tangga diubah melalui penitipan putra-putra raja pada keluarga Eropa. Dalam kondisi inilah anomali pola asuh kemudian terjadi. Ini terjadi karena di tengah-tengah tanggung jawab Sultan untuk tetap mempertahankan dan mereproduksi budaya Jawa di dalam lingkungan keraton, ia justru mempercayakan pola asuh pada keluarga Eropa, yang pada akhirnya memberikan pengaruh yang tidak sedikit pada keberlangsungan kebudayaan Jawa. 
Gender Bias in Historiography of Indonesia and the Writing of Women's History Amini, Mutiah
Jurnal Perempuan Vol 23, No 3 (2018): Women and Nationalism
Publisher : Yayasan Jurnal Perempuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34309/jp.v23i3.245

Abstract

This paper discusses gender bias within the Indonesian historiography tradition. Various historical literature records that all major events in Indonesian history–as a nation–are masculine and strongly dominated by male narratives. There is no space for women to be present in the narratives of the past. As if the history of Indonesia is a history of men, whereas if critical research is done then women such as men have a past narrative that is also important. Women are present and give meaning to the development of the nation's history. This matter is absent in Indonesian historiography. The strength of gender bias in the historiography of Indonesia can not be separated from the strong patriarchal culture in the life of society. Thus the gender bias ultimately forms a canon, so this is then reproduced from generation to generation. This article argues that critical research by revealing a new fact is a power to change gender bias in Indonesian historiography. 
Gender Bias in Historiography of Indonesia and the Writing of Women's History Amini, Mutiah
Jurnal Perempuan Vol 23, No 3 (2018): Women and Nationalism
Publisher : Yayasan Jurnal Perempuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.573 KB)

Abstract

This paper discusses gender bias within the Indonesian historiography tradition. Various historical literature records that all major events in Indonesian history–as a nation–are masculine and strongly dominated by male narratives. There is no space for women to be present in the narratives of the past. As if the history of Indonesia is a history of men, whereas if critical research is done then women such as men have a past narrative that is also important. Women are present and give meaning to the development of the nation's history. This matter is absent in Indonesian historiography. The strength of gender bias in the historiography of Indonesia can not be separated from the strong patriarchal culture in the life of society. Thus the gender bias ultimately forms a canon, so this is then reproduced from generation to generation. This article argues that critical research by revealing a new fact is a power to change gender bias in Indonesian historiography. 
ANOMALI POLA ASUH: KERATON YOGYAKARTA, 1921-1939 Amini, Mutiah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 26, No 2 (2016): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v26i2.7178

Abstract

This paper is a historical study of the shifting of parenting pattern in Keraton Yogyakarta during Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. In the custom of the family life in Keraton Yogyakarta, especially for the royal family, a newborn child was cared by parents and housekeepers (mbok mban/abdi dalem). However, the changes was happened in the period of Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. The Dependency of chain parenting against house aids was changed through storage sons of kings in the European family. In this condition, the anomaly was happened because in the midst of the parenting, Sultan is responsible to maintaining and reproducing the Javanese culture in the palace. Because of that, Sultan would entrust to the European family upbringing. This condition is certainly vulnerable to the overall sustainability of Javanese culture. Tulisan ini merupakan kajian historis terhadap pergeseran pola asuh yang terjadi di Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Suatu kebiasaan dalam kehidupan keluarga Jawa, terutama dalam keluarga keraton bahwa seorang anak yang baru lahir selain diasuh oleh orang tua juga diasuh oleh pembantu rumah tangga (mbok mban/abdi dalem). Akan tetapi, perubahan pola asuh terjadi pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Rantai ketergantungan pola asuh terhadap pembantu rumah tangga diubah melalui penitipan putra-putra raja pada keluarga Eropa. Dalam kondisi inilah anomali pola asuh kemudian terjadi. Ini terjadi karena di tengah-tengah tanggung jawab Sultan untuk tetap mempertahankan dan mereproduksi budaya Jawa di dalam lingkungan keraton, ia justru mempercayakan pola asuh pada keluarga Eropa, yang pada akhirnya memberikan pengaruh yang tidak sedikit pada keberlangsungan kebudayaan Jawa. 
PRIVATE ISSUES IN PESAT IN LATE COLONIAL JAVA Amini, Mutiah
Paramita: Historical Studies Journal Vol 22, No 2 (2012): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v22i2.2115

Abstract

Pesat was a local newspaper in Semarang published in the 1940s during the late colonial era. The establishment of Pesat could not be separated from the couple of I.M. Sajoeti and S.K. Trimurti, the owners of the newspaper, who were best-known as activitists of Political Party and senior journalists in Semarang at that time. As a local newspaper, the content of this publication differed considerably from the other local newspaper which mostly focused on news and advertisements. Pesat continuously published some information that had not been addressed by the media anywhere before. Pesat published transparently on the problems of family life and household. In particular, Pesat pointed the problems of marriage which placed women in domestic area in which they were not permitted to speak about the problems they were facing to other people in the public domain. This meant that a matter concerning the life of household which was previously considered private space was now published as news available to newspaper readers. Keywords: Pesat, private, colonial, Semarang, Java.   Pesat adalah sebuah koran lokal di Semarang yang diterbitkan pada 1940-an selama era kolonial akhir. Pembentukan Pesat tak lepas dari pasangan IM Sajoeti dan SK Trimurti, pemilik surat kabar, yang dikenal sebagai aktifis Partai Politik dan wartawan senior di Semarang pada waktu itu. Sebagai koran lokal, isi dari publikasi ini berbeda jauh dari koran lokal lainnya yang berfokus pada berita dan iklan. Pesat terus menerbitkan beberapa informasi yang belum ditangani oleh media manapun sebelumnya. Dalam publikasi mereka, Pesat dipublikasikan secara transparan pada kehidupan masalah keluarga dalam rumah tangga. Secara khusus, diangkat masalah seputar pernikahan yang menempatkan perempuan dalam ruang domestik dan perempuan tidak diperbolehkan untuk berbicara tentang masalah yang mereka hadapi kepada orang lain dalam domain publik. Ini berarti bahwa masalah yang berkenaan dengan kehidupan rumah tangga yang sebelumnya dianggap ruang pribadi yang ada di luar keluarga diizinkan untuk tahu tentang itu sekarang telah diterbitkan sebagai berita tersedia bagi pembaca surat kabar. Kata kunci: Pesat, pribadi, kolonial, Semarang, Jawa.  
DARI MEDAN PERTEMPURAN KEMBALI KE BARAK: KORPS WANITA ANGKATAN DARAT (KOWAD), 1960-1981 Salebaran Salebaran; Mutiah Amini
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 15, No 1 (2021): Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um020v15i12021p125-140

Abstract

This article describes the assignment of the Army Women Corps (KOWAD) in the army during the Old Order and the New Order. by using a gender approach, as a way to identify and understand the placement of the Indonesian Army Women's Corps (KOWAD) in the Army during the Old and New Order periods. The conclusions of this paper are; First, during the Old Order era, the army provided room for assignment to the KOWAD Army Women Corps, apart from carrying out basic administrative tasks, they were also assigned to the combat sector. Meanwhile, during the New Order era, the army provided space for the assignment of the female army corps to certain tasks that were by the nature and nature of Indonesian women and carried out control of assignments following the manual for the Indonesian Army Corps for Women (KOWAD) Number SKEP / 754 / IX / 1974 as a guideline in carrying out all basic activities and duties of the Army. Second; The Army Women Corps (KOWAD) in carrying out the main duties of the Army has obstacles, namely; the domestication of the Indonesian Army Women's Corps (KOWAD) in the Army; as well as a dual role for the Indonesian Army Women's Corps (KOWAD). Artikel ini menjelaskan tentang penugasan Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) dalam Angkatan Darat pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Penelitian menggunakan pendekatan gender, sebagai salah satu cara untuk mengetahui dan memahami penempatan Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) dalam Angkatan Darat pada pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Adapun kesimpulan dari tulisan ini yakni; Pertama, pada masa Orde Lama, Angkatan Darat memberikan ruang penugasan terhadap Korps Wanita Angkatan Darat KOWAD selain menjalankan tugas pokok yang bersifat administratif juga ditugaskan dalam bidang tempur. Sedangkan masa Orde Baru, angkatan darat memberikan ruang penugasan korps wanita angkatan darat pada tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan sifat dan kodrat wanita Indonesia serta melakukan pengontrolan penugasan sesuai dengan buku petunjuk Korps Wanita Angakatan Darat (KOWAD) Nomor SKEP/754/IX/1974 sebagai pedoman dalam menjalankan seluruh kegiatan dan tugas pokok Angkatan Darat. Kedua; Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD)dalam menjalankan tugas pokok Angkatan Darat memiliki hambatan yakni; adanya domestiifikasi Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) dalam Angkatan Darat; serta peran ganda untuk Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD).
SUKAPTINAH AND HAJINAH’S ROLES IN THE NATIONALIST MOVEMENT IN INDONESIA Mutiah Amini
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 3 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3838.587 KB) | DOI: 10.52829/pw.8

Abstract

In the history of the Indonesian women’s movement, Siti Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito (hereinafter referred to as Sukaptinah, 1907-1991) and Siti Hajinah Mawardi (hereinafter referred to as Hajinah, 1906-1995) were known as activists in women’s organizations during the colonial period. Sukaptinah was a member of an Islamic nationalist group (JIBDA – Jong Islaminten Bond Dames Afdeling) with a background on the Indonesian education movement, Taman Siswa. She was also active in the first Indonesian Women’s Congress of 1928. Hajinah who came from Aisyiah (the women’s wing of the large modernist Islamic organization, Muhammadiyah) was known as one of the members of the Indonesian Women Congress. In addition to their activities in the Indonesian women’s movement and the Islamic movement, they also played roles in national movement, a matter which is not quite recognized. Hajinah did not only act as the head of Aisjiah, but also partook actively in press through Soeara ‘Aisjiah magazine (Aisjiah’s quarterly magazine) and Isteri (magazine existing in embryo in the first women congress). An activist of Aisjiah, she gave meaning of the independence achievement through the domain of family (social). On the other hand, Sukaptinah, activist of Jong Islaminten Bond, who also actively participated in the first, second, third and fourth Indonesian Women Congress, gave meaning of the national movement through political domain. She had sat in the parliament as the woman representative in the government council in Semarang, with the most important political thought in the form of the importance of woman to struggle their rights to vote and be voted in the parliament.Di dalam sejarah gerakan perempuan, Siti Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito (yang selanjutnya disebut Sukaptinah, 1907-1991) dan Siti Hajinah Mawardi (yang selanjutnya disebut Hajinah, 1906-1995) dikenal sebagai aktivis organisasi perempuan pada masa kolonial. Sukaptinah adalah anggota kelompok nasionalis Islam (JIBDA – Jong Islaminten Bond Dames Afdeling) dengan latar belakang pendidikan nasionalis, Taman Siswa. Sukaptinah juga aktif di dalam Konggres perempuan Indonesia Pertama pada 1928. Sementara itu, Hajinah merupakan anggota Aisjiah (sayap perempuan dari salah satu organisasi modernis Islam, Muhammadiyah) serta dikenal sebagai salah seorang anggota Konggres Perempuan. Selain aktivitasnya di dalam gerakan perempuan Indonesia dan gerakan Islam, mereka juga berperan penting di dalam gerakan nasional, yang selama ini jarang diperbincangkan. Hajinah tidak hanya pernah menjadi salah seorang pimpinan Aisjiah, tetapi juga menjadi pemikir penting atas terbitnya majalah Soeara ‘Aisjiah (majalah terbitan rutin Aisjiah) dan Isteri (majalah yang memiliki keterkaitan erat dengan Konggres Perempuan Pertama). Sebagai aktivis Aisjiah, Hajinah berperan dalam pemberian arti kebebasan berpendapat melalui ruang keluarga (sosial). Selain itu, Sukaptinah, merupakan aktivis Jong Islaminten Bond, yang juga berpartisipasi aktif di dalam Konggres Perempuan Pertama, Kedua, ketiga, dan Keempat, dengan memberikan arti yang penting melalui ranah politik. Sukaptinah juga pernah duduk di parlemen di Semarang sebagai wakil perempuan, dengan pemikiran politiknya tentang pentingnya perempuan secara tegas memperjuangkan hak pilih dan keterwakilan perempuan di parlemen.
Pendampingan Pendokumentasian dan Penulisan Sejarah Keluarga di Desa Beji, Ngawen, Gunung Kidul Mutiah Amini; Uji Nugroho Winardi; Wildan Sena Utama; Bambang Purwanto; Abdul Wahid; Arif Akhyat; Farabi Fakih
Bakti Budaya: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.449 KB) | DOI: 10.22146/bb.55500

Abstract

AbstractThe Department of History conducted a community service (PkM) on the topic of documenting and writing family history in Beji Village, Ngawen, Gunung Kidul. The PkM activities are conducted by lecturers and students of History in six months in 2019. Writing and documenting family history is carried out in a participatory method by a coloboration with village residents. The PkM activities were carried out in three stages. First, on May 4, 2019 a dialogue was held between the PkM team and the village stakeholders regarding the plan to write and document the family history of Beji Village. Secondly, on July 15, 2019 the PkM team observed the Nyadran process held by the Beji Village community. Third, the PkM team provides assistance in writing family history and documenting important figures who intersect with culture and art, cultural traditions, and multicultural identities in Beji Village. At the end of this PkM activity, a family history of the village leader has produced, namely the family history of Mbah Yatmo, a prayer reader at the Sadranan ceremony in Beji Village.----------AbstrakDepartemen Sejarah melakukan pengabdian kepada masyarakat (PkM) dengan topik pendokumentasian dan penulisan sejarah keluarga di Desa Beji, Ngawen, Gunung Kidul. Seluruh kegiatan PkM dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Ilmu Sejarah dalam waktu enam bulan pada tahun 2019. Penulisan serta pendokumentasian sejarah keluarga yang dilakukan secara partisipatif bersama warga. Kegiatan PkM tersebut dilaksanakan dalam tiga tahapan kegiatan. Pertama, pada 4 Mei 2019 diadakan dialog antara tim PkM dan pemangku desa mengenai rencana penulisan dan pendokumentasian sejarah keluarga Desa Beji. Kedua, pada 15 Juli 2019 tim PkM melakukan observasi proses Nyadran yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Beji. Ketiga, tim PkM melaksanakan pendampingan penulisan sejarah keluarga dan pendokumentasian tokoh penting yang bersinggungan dengan kebudayaan dan kesenian, tradisi kultural, dan identitas multikultural di Desa Beji. Pada akhir kegiatan PkM ini dihasilkan contoh penulisan sejarah keluarga tokoh desa, yaitu sejarah keluarga Mbah Yatmo, seorang pembaca doa dalam upacara Sadranan di Desa Beji.