Yansen Yansen
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : JURNAL HUTAN TROPIS

PERTUMBUHAN AWAL KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum Blume) DENGAN SISTEM POLIKULTUR KELAPA DAN POLIKULTUR KELAPA SAWIT Early Growth of Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) in Polyculture System with Coconut and Oil Palm Efratenta Katherina Depari; P.B.A. Nugroho; Yansen Yansen; Saprinurdin Saprinurdin
Jurnal Hutan Tropis Vol 5, No 3 (2017): JURNAL HUTAN TROPIS VOLUME 5 NOMER 3 EDISI NOVEMBER 2017
Publisher : Lambung Mangkurat University-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jht.v5i3.4786

Abstract

Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) adalah tanaman penghasil kayu yang paling dominan digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan dan furnitur di Bengkulu. Umumnya di Bengkulu, kayu bawang telah ditanam dengan sistem polikultur dengan tanaman pertanian. Namun, evaluasi pertumbuhan awal dari kayu bawang dengan sistem polikultur kelapa dan polikultur kelapa sawit belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah  mendapatkan persentase hidup dari tanaman kayu bawang dan perbandingan pertumbuhan awal antara bibit kayu bawang umur 4 dan 6 bulan dengan sistem polikultur kelapa dan polikultur kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Riak Siabun I, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Persentase hidup dan persentase tanaman normal dari tanaman kayu bawang disajikan secara deskriptif. Data pertumbuhan awal diameter dan tinggi tanaman kayu bawang pada ke dua sistem polikultur menggunakan analisis uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kayu bawang yang ditanam dari bibit umur 4 dan 6 bulan dengan sistem polikultur kelapa memiliki presentase hidup dan persentase tanaman normal yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem polikultur kelapa sawit. Persentase hidup dan jumlah tanaman normal dari bibit kayu bawang umur 6 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit dari umur 4 bulan pada kedua sistem polikultur. Terdapat perbedaan pertumbuhan awal diameter dan tinggi kayu bawang pada satu tahun setelah tanam antara sistem polikultur kelapa dan polikultur kelapa sawit. Pertumbuhan awal diameter dan tinggi kayu bawang dengan sistem polikultur kelapa lebih baik daripada polikultur kelapa sawit.Kata kunci: pertumbuhan; kayu bawang; sistem polikultur; kelapa; kelapa sawitKayu bawang (Dysoxylum mollssimum Blume) is the most commonly used for construction wood and furniture in Bengkulu. In Bengkulu Kayu bawang is frequently planted in a polyculture system with other agricultural crops. The evaluation of kayu bawang early growth planted in polyculture system with coconut and oil palm has never been done so far. The objectives of this study were to investigate the survival rate and growth of 4 and 6 month old seedlings of kayu bawang in polyculture system with coconut and with oil palm. The study was conducted at Riak Siabun I village in Seluma Regency, Bengkulu Province. The survival rate of kayu bawang from both polyculture systems was presented and analysed. Diameter and height of seedlings were analysed and compared using t-test. The result showed that 4 and 6 month old seedlings of kayu bawang in polyculture with coconut had higher survival rate and were healthier than those in polyculture with oil palm. Six month-old seedlings of kayu bawang had higher survival rate and were healthier than the 4 month old seedlings. In conclusion, after one year of planting, kayu bawang planted in polyculture system with coconut had better growth than that in polyculture system with oil palm.
PENDUGAAN BIOMASSA INDIVIDU DAN ANALISIS CITRA LANDSAT LAHAN HUTAN TERPAPAR SPESIES LIANA INVASIF MERREMIA PELTATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN Yansen Yansen; M. F. Hidayat
Jurnal Hutan Tropis Vol 2, No 3 (2014): Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No 3 Edisi November 2014
Publisher : Lambung Mangkurat University-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jht.v2i3.2255

Abstract

Vegetasi hutan berperan penting dalam menyeimbangkan serapan dan lepasan karbon di atmosfir. Konsekuensinya pengurangan vegetasi hutan berarti penurunan kemampuan hutan untuk menyerap karbon. Pembukaan hutan, selain menghilangkan cadangan karbon, juga juga dapat menginisiasi perkembangan spesies invasif yang tak dikehendaki. Karena itu, pendugaan serapan karbon lansekap hutan yang mempunyai tutupan spesifik, misalnya terpapar spesies invasif, perlu dilakukan. Pendugaan biomassa tumbuhan salah satunya dengan menggunakan allometry, yakni hubungan antara salah satu variabel tumbuhan, misalnya diameter atau tinggi/panjang, dengan jumlah total biomasa atau karbon tumbuhan tersebut. Penelitian ini menunjukan bahwa untuk M. peltata, yang merupakan tumbuhan pemanjat, panjang tanaman adalah variabel yang dapat digunakan untuk menduga biomassa.  Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa area-area dengan kondisi vegetasi berbeda memiliki nilai NDVI (normalized difference vegetation index) yang berbeda. Namun, perbedaan antara area terpapar spesies invasif M. peltata dengan  hutan sekunder tidak signifikan. Studi ini memberikan gambaran tambahan mengenai kemampuan lansekap hutan dengan berbagai tipe tutupan dalam melakukan penyerapan karbon, sehingga dapat memberikan masukan tambahan dalam pengelolaan hutan konservasi. Forest vegetation plays an important role in balancing carbon sequestration. Consequently, less forest vegetation means less ability of forest to absorb carbon. Forest opening does not only decrease the carbon stocks but it could also initiate the development of unwanted invasive species. Therefore, the estimation of carbon absorption by forest area covered by certain vegetation, such as invasive plant species, is needed. Plant biomass estimation can be done by applying allometry, i.e. the relationship between one plant variable, such as diameter or height/length, with the plant total biomass/carbon. This study shows that for climbing plant M. peltata, plant height is the appropriate variable that can be used to estimate plant biomass. This study also shows that areas with different types of vegetation cover have different NDVI (normalized difference vegetation index). However, the NDVI values of area covered by M. peltata and secondary forests are not significantly different. This study provides additional insights of the ability of different forest vegetation covers to absorb carbon, which might be useful for the management of conservation forests.