Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Praktik Reksadana Online Syariah pada Aplikasi Bibit dalam Tinjauan Hukum Islam Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 15, No 2 (2021)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v15i2.2690

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik reksadana online syariah pada aplikasi Bibit dalam tinjauan hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan normatif yang mendasarkan nash dan ijtihad para ulama sebagai upaya pemberian norma terhadap objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, praktik reksadana online syariah pada aplikasi Bibit sudah sama dengan DSN Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Dilihat dari fikih muamalat, juga telah memenuhi unsur dan syarat akad berupa para pihak, ijab dan kabul, objek akad dan tujuan akad. Transaksi dalam Bibit telah memenuhi beberapa asas akad seperti prinsip kesamaan (mabda’ at-tawazun fi a-mu’awadah), prinsip kebaikan dan prinsip dapat dipercaya. Adanya pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah dalam sistem tata kelola syariah (shariah governance) dan OJK yang mengevaluasi setiap 6 bulan terhadap Daftar Efek Syariah.  Batasan Bibit terhadap maksimal rasio utang aset perusahaan sebesar 45%, penerapan prinsip Socially Responsible Investment (SRI), gratis biaya transfer, gratis biaya komisi, bebas pajak, bisa menambah atau mencairkan dana kapan saja merupakan suatu implementasi maqashid as-syariah. Namun perlu dievaluasi kembali terkait bank kustodian yang masih memakai bank konvensional atau non syariah. [This study aims to analyze the practice of sharia online mutual funds in the Bibit application in Islamic law review.  This research is a descriptive analysis with a normative approach based on the texts and ijtihad of the Ulama as an effort to give norms to the object of research.  The results showed that overall, the practice of sharia online mutual funds in Bibit application was in accordance with the DSN Fatwa Number 20/DSN-MUI/IV/2001 regarding the guidelines for implementing investments for Islamic mutual funds.  Judging from the muamalat fiqh, it has also fulfilled the elements and conditions of the contract in the form of the parties, agreement , the object of the contract and the purpose of the contract.  Transactions in Bibit have fulfilled several contractual principles such as the principle of balance (mabda' at-tawazun fi a-mu'awadah), the principle of benefit and the principle of mandate.  There is supervision by the Sharia Supervisory Board in the sharia governance system and OJK which evaluates every 6 months the Sharia Securities List.  The limit of seeds to the maximum debt ratio of company assets is 45%, the application of the principles of Socially Responsible Investment (SRI), free transfer fees, free commission fees, tax free, being able to add or withdraw funds at any time is an implementation of maqashid as-sharia.  However, it needs to be re-evaluated regarding custodian banks that still use conventional or non-Islamic banks.]
Analisis Fatwa DSN MUI Mengenai Pembiayaan Multijasa dengan Akad Ijarah pada BMT Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak
Az-Zarqa': Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol 13, No 1 (2021): Az-Zarqa'
Publisher : Sharia and Law Faculty of Sunan Kalijaga Islamic State University Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/azzarqa.v13i1.2179

Abstract

Kehadiran BMT membantu masyarakat kalangan menengah kebawah yang tidak terjangkau oleh perbankan. Salah satu pelayanan masyarakat yang ditawarkan BMT yakni pembiayaan ijarah multijasa. Lembaga Keuangan Syariah yang mengeluarkan pembiayaan multijasa dengan akad ijarah harus mengikuti ketentuan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah. Ditetapkannya fatwa tersebut, pasti berawal dari sebuah latar belakang dan alasan-alasan penting. Selain itu, proses ijtihad yang dilakukan oleh DSN-MUI dalam menetapkan fatwa di atas juga menarik untuk dikaji. Berangkat dari hal tersebut, perlu kiranya dilakukan kajian analisis terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang ijarah dan dampaknya pada Baitul Maal Wattamwil (BMT). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan BMT menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang dimiliki dan dilakukan oleh pihak BMT, bukan jasa yang dimiliki oleh pihak lain. Terkait objek akad, belum ada penegasan dalam Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa maupun fatwa tentang ijarah. Karena menurut Al-Kasani, dalam persewaan tidak dapat diterapkan pada uang,  begitu pula ketentuan ijarah tidak mengatur secara jelas objeknya. Hal ini melahirkan perbedaan persepsi bagi BMT terkait objek ijarah dan rentan adanya pembiayaan dalam bentuk modal. Ketentuan ujrah dalam Fatwa disebutkan bahwa besarnya harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase, namun dalam praktiknya banyak BMT yang menerapkan ujrah dalam satuan prosentase. Kata Kunci: Fatwa DSN-MUI, Pembiayaan Ijarah Multijasa, BMT.
Penundaan Perkawinan dalam Perspektif Fath Adz-Dzari’ah dan Sadd Adz-Dzari’ah: Studi Kasus di Desa Leteh, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang Abdul Rozak; Ihda Shofiyatun Nisa'; Arif Sugitanata
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.319 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.141

Abstract

Artikel ini berusaha menjelaskan bagaimana alasan-alasan dari masyarakat di Desa Leteh Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang menunda perkawinannya dalam kacamata sadd adz-dzari’ah dan fath adz-dzari’ah. Dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap lima belas orang yang telah memilih untuk menunda perkawinan mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakbolehan atau kebolehan penundaan perkawinan dapat digambarkan melalui pertimbangan sadd adz-dzari’ah (yang mengarah pada kerusakan) dan fath adz-dzari’ah (yang mengarah pada kebaikan dan kemaslahatan). Penundaan perkawinan karena alasan ekonomi atau untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan dapat dianggap sebagai fath adz-dzari’ah karena hal ini dianggap sebagai langkah bijak untuk menghindari kerusakan dalam rumah tangga. Namun, penundaan perkawinan karena pengalaman kegagalan atau perasaan bahagia tanpa perkawinan dapat dianggap sebagai sadd adz-dzari’ah karena hal ini dapat mengarah pada ketidaksempurnaan hidup dan kesendirian di masa tua.