Farah Hendara Ningrum
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGARUH KEMORADIASI KANKER KEPALA LEHER TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM Iqhbal, Rahmadonal Muhammad; Ningrum, Farah Hendara; Prihharsanti, CH Nawangsih
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.82 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20742

Abstract

Latar belakang : Salah satu modalitas kemoterapi pada kanker kepala leher adalah kombinasi kemoterapi dan radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvant menjadi pilihan terapi. Penggunaan regimen kemoterapi dan tindakan radioterapi tidak hanya membunuh sel-sel kanker, akan tetapi dapat menimbulkan toksisitas pada tubuh penderita. Cisplatin merupakan golongan obat kemoterapi berbasis platinum yang memiliki efek samping penurunan fungsi ginjal.Tujuan : Mengetahui pengaruh kemoradiasi kanker kepala leher terhadap fungsi ginjal pada kadar ureum dan kreatinin dalam darah.Metode : Penelitian observasional cross sectional (non-komparatif) yang dikaji menggunakan data rekam medik di RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 2012-2016. Sampel merupakan pasien dengan kanker kepala leher yang mendapat kemoterapi neoadjuvant yang dipilih berdasarkan consecutive sampling. Penilaian fungsi ginjal diambil dari hasil laboratorium kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah kemoradiasi. Uji statistik dilakukan menggunakan Uji Wilcoxon.Hasil: Didapatkan 21 sampel yang merupakan pasien karsinoma nasofaring yang telah menjalani kemoterapi neoadjuvant yang terbagi dalam pemberian sebanyak IV siklus, V siklus, VI siklus dengan 33x radioterapi.Data yang diperoleh dalam persentase yaitu kadar ureum meningkat 90,5% dan kadar kreatinin meningkat 90,5%. Hasil analisis data menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi neoadjuvant p<0,05 (p=0,01).Kesimpulan :  Ditemukan peningkatan antara kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah kemoradiasi kanker kepala leher
HUBUNGAN DERAJAT XEROSTOMIA DENGAN PH SALIVA PASCA RADIOTERAPI KANKER KEPALA LEHER Novia Khoerunnisa; Farah Hendara Ningrum; Ch. Nawangsih Ch. Nawangsih
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.652 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18609

Abstract

Latar belakang Radioterapi memberi efek destruktif pada kelenjar saliva yang menyebabkan xerostomia dan juga menurunnya kapasitas buffer saliva sehingga terjadi penurunan pH. Penilaian derajat xerostomia dapat dilakukan secara objektif dengan pengukuran curah saliva dan subjektif menggunakan kuesioner xerostomia, salah satunya Groningen Radiotherapy Induced Xerostomia (GRIX).Tujuan Mengetahui hubungan derajat xerostomia dengan pH saliva pasca radioterapi kanker kepala leher.Metode Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional observasional dengan sampel pasien yang menjalani radioterapi kanker kepala leher di Unit Radioterapi RSUP Dr. Kariadi Semarang. Data yang dikumpulkan dari data primer berupa skala rasio hasil pengukuran pH saliva dan data ordinal hasil penilaian kuesioner xerostomia. Uji statistik menggunakan uji normalitas data Saphiro Wilk dan dilanjutkan uji non parametrik Spearman Rank Correlation Test.Hasil Rerata pH saliva 6,37±0,19 dan rerata skor penilaian kuesioner 21.97±9.58. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara derajat xerostomia dan pH saliva dengan koefisien korelasi sebesar -0,529 (p < 0,05).Kesimpulan Terdapat hubungan negatif signifikan antara derajat xerostomia yang diukur dengan kuesioner GRIX dan pH saliva pada pasien pasca radioterapi kanker kepala leher di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semakin berat derajat xerostomia yang ditunjukkan dengan semakin tinggi skor pada kuesioner GRIX, maka akan semakin rendah pH saliva.
THE EFFECT OF PARACETAMOL AND CODEINE ANALGESIC COMBINATION ON SERUM GLUTAMIC OXALOACETATE TRANSAMINASE LEVELS IN MALE WISTAR RATS Rona Ayu Hanifah; Farah Hendara Ningrum; Erwin Kresnoadi; Satrio Adi Wicaksono
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 2 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.895 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i2.27080

Abstract

Introduction : Paracetamol is an effective analgesic to relieve mild to moderate pain when it is used in therapeutic doses. Codeine is an opioid analgesic to relieve moderate to severe pain. Both are metabolized in the liver and have different mechanisms in the treatment of pain. The use of paracetamol and codeine as monotherapy has been extensive, but research on the effectiveness of these drugs in combination is still limited, especially about its effect in liver damage. This study was to investigate the effect of paracetamol and codeine analgesic combination Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase levels in male Wistar rats. Method : This was an experimental study using Post-Test Only Control Group Design. The samples were 24 male wistar rats randomized into 4 groups; group I (control group, without treatment), group II receiving paracetamol 32 mg/kgBB, group III receiving codeine 1,9 mg/kgBB, and group IV receiving combination of paracetamol 32 mg/kgBB and codeine 1,9 mg/kgBB. Drugs were administered through oral gastric instillation 4 times a day for 28 days. Blood samples were collected at the 29th day through retroorbital vessel to measure the SGOT levels. The data was analysed using One-Way ANOVA test and Post-Hoc test. Results : The results of this research were obtained from statistical tests where there was no significant increase of the levels of Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase of Wistar rats which received a combination of paracetamol and codeine in the control group (p = 0.005). While in the other group there was not significant differences of the levels of Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase. Conclusion : There is no significant difference of Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase levels between the administration of paracetamol and codeine combination compared to the control group.Keywords : Paracetamol, codeine, paracetamol and codeine combination, SGOT levels, pain
PENGARUH DEEP BREATHING AKUT TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN FREKUENSI PERNAPASAN ANAK OBESITAS USIA 7-12 TAHUN Syela Nirmada Herdiyanti; Tanti Ajoe Kesoema; Farah Hendara Ningrum
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.625 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21195

Abstract

Latar belakang : Obesitas mengakibatkan gangguan mekanisme ventilasi-perfusi dan gangguan pertukaran gasyang berakibat pada penurunan saturasi oksigen yang diikuti peningkatan frekuensi pernapasan. Deep breathing  tidak invasif, mudah dilakukan, dan mampu meningkatkan compliance paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas, sehingga mampu memperbaiki saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan penderita obesitas.Tujuan penelitian   : Mengetahui pengaruh deep breathing akut terhadap saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan anak obesitas.Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental dengan rancangan  one group pre test and post test. Subjek penelitian adalah sepuluh orang anak obesitas usia 7-12 tahun yang terdaftar sebagai siswa di Sekolah Dasar Negeri Tembalang yang dipilih dengan teknik  purposive sampling. Subjek penelitian diberikan intervensi deep breathing selama 15 menit. Saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan subjek penelitian diukur sebelum dan setelah melakukan deep breathing.Hasil penelitian : Uji hipotesis untuk perbedaan saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan diuji dengan uji Friedman. Hasil uji hipotesis pada saturasi oksigen  sebelum  dan  setelah melakukan deep breathing didapatkan nilai significancy sebesar p=0,019 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan pada hasil pengukuran saturasi oksigen. Hasil uji hipotesis pada frekuensi pernapasan  sebelum  dan  setelah melakukan deep breathing didapatkan nilai significancy sebesar p=0,209 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan pada hasil pengukuran frekuensi pernapasan.Simpulan dan saran  : Deep breathing akut berpengaruh terhadap saturasi oksigen namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi pernapasan. Deep breathing dapat dijadikan latihan untuk mempertahankan fungsi sistem pernapasan tetap baik pada anak obesitas.