Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Kurios

Analisis Kisah Para Rasul 15 Tentang Konflik Paulus dan Barnabas serta Kaitannya dengan Perpecahan Gereja Sonny Eli Zaluchu
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i2.83

Abstract

AbstractThe separation of Paul and Barnabas in Acts 15 is often used as a ground of foundation for the occurrence of separation or precisely, division, in the church and ministry. This article attempts to review the root causes of the conflict between Paul and Barnabas as a reflection for the church in dealing with and managing conflict. The separation of Paul and Barnabas as a biblical foundation for supporting church division/service for the noble purpose of evangelism is not right and out of biblical paradigm. The ongoing conflict between Paul and Barnabas was not a conflict that gave rise to hostility, rivalry or an attitude of attack as the phenomenon commonly encountered in church or ministry. The separation of Paul and Barnabas is a strategic decision that results in expanding the range of the spread of the gospel of Christ.AbstrakPerpisahan Paulus dan Barnabas di dalam Kisah Para Rasul 15 sering menjadi alasan bagi terjadinya permisahan, atau tepatnya perpecahan, di dalam gereja dan pelayanan. Artikel ini mengulas akar masalah konflik Paulus dan Barnabas sebagai refleksi bagi gereja dalam menghadapi dan mengelola konflik yang mengarah pada perpecahan. Menggunakan perpisahan Paulus dan Barnabas sebagai patron alkitabiah untuk mendukung perpecahan gereja atau pelayanan dengan alasan demi pekabaran Injil, rasanya kuranglah tepat. Konflik yang berlangsung antara Paulus dan Barnabas bukanlah konflik yang melahirkan sikap permusuhan, persaingan atau sikap saling serang sebagaimana fenomena yang umum ditemui di dalam perpecahan gereja/pelayanan. Perpisahan Paulus dan Barnabas adalah sebuah keputusan strategis yang menghasilkan perluasan jangkauan penyebaran Injil Kristus.
Mengkritisi Teologi Sekularisasi Sonny Eli Zaluchu
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i1.31

Abstract

The theology of secularization was a product of a changing age that was triggered by a shift in philosophical thought at the time of enlightenment. Rationalism put human hegemony over dogmatic issues so that theology also ought to be able to answer a changing need for the postmodern era. This article aimed to show a reflection presented by secularisation theology in post-liberalism. The method used was descriptive historical, to explain the theology of secularization in the context of changes and needs of modern humans until today. The conclusion is that secularization theology is an actualization of modern thought that seeks to apply the values of Christianity in the context of a wider world, independent of its religious and dogmatic hegemony.AbstrakTeologi sekularisasi merupakan produk dari sebuah perubahan jaman yang dipicu oleh pergeseran pemikiran filsafat pada masa pencerahan. Rasionalisme mengembalikan hegemoni manusia di atas persoalan dogmatis, sehingga teologi juga harus dapat menjawab sebuah kebutuhan jaman yang sedang menuju ke arah posmodern. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan sebuah refleksi yang dihadirkan oleh pemikiran teologi sekularisasi pada masa post-liberalisme. Metode yang digunakan adalah deskriptif historis, untuk menjelaskan tentang teologi sekularisasi pada konteks perubahan dan kebutuhan manusia jaman modern hingga saat ini. Sebagai kesimpulan, teologi sekularisasi merupakan aktualisasi pemikiran modern yang mencoba menerapkan nilai-nilai kekristenan dalam konteks dunia yang lebih luas, yang terlepas dari hegemoni agama dan dogmatikanya.
Model pendidikan nasionalis-religius Yahudi, dan refleksinya dalam pendidikan teologi di Indonesia Zaluchu, Sonny Eli
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.299

Abstract

This paper examines the practice of teaching and learning in the education system in Israel and its central role in shaping students' national insight. The method used is a characteristic-thinking analysis which is reported qualitatively descriptively. The analysis results show that the Israeli education system based on religious teachings has succeeded in forming the national insight and spirit of nationalism of students, which is then referred to as religious nationalism. Through the Havruta system or learning in pairs, each student is guided to find the meaning of the text and apply the text in the practice of living within the framework of national identity. This study proposes that the Indonesian theological education system needs to develop a similar model within the Indonesian context. Further research is needed to develop typical Indonesian models to produce Christian theologians integrated as salt and light in maintaining Indonesian identity.AbstrakPaper ini mengkaji praktik belajar mengajar di dalam sistem pendidikan di Israel dan peran sentralnya di dalam membentuk wawasan kebangsaan peserta didik. Metode yang dipergunakan adalah cirical-thinking analysis yang dilaporkan secara kualitatif-deskriptif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sistem pendidikan Israel yang berbasis pada ajaran agama berhasil membentuk wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme peserta didik yang kemudian disebut sebagai nasionalisme-religius. Melalui sistem Havruta atau belajar berpasangan, setiap siswa dituntun menemukan makna teks dan menerapkan teks tersebut di dalma praktik kehidupan dalam kerangka identitas nasional. Penelitian ini mengusulkan bahwa sistem pendidikan teologi Indonesia perlu mengembangkan model serupa tetapi di dalam konteks keindonesiaan. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengembangkan model-model khas Indonesia untuk menghasilkan teolog Kristen yang terintegrasi sebagai garam dan terang di dalam mempertahankan identitas keindonesiaan.
Nostra Aetate: Sebuah alternatif menuju keharmonisan di tengah suburnya intoleransi dan diskriminasi Novalina, Martina; Nixon, Grant; Sabdono, Erastus; Eli Zaluchu, Sonny; Christabella Phuanerys, Eliza
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.340

Abstract

Pandemi Covid 19 memberi dampak di berbagai lini kehidupan. Salah satunya adalah meningkatnya angka diskriminasi dan intoleransi yang dialami oleh berbagai kalangan masyarakat dari berbagai penganut agama maupun golongan. Banyak cara telah dilakukan demi hilangnya intoleransi dan diskriminasi di Indonesia namun masih saja terdapat tindakan-tindakan tersebut. Paper ini mengusulkan konsep dialog yang bertumpu pada deklarasi Nostra Aetate. Pendekatan utama yang dilakukan dalam paper ini adalah teori-kritik (critical theory) untuk menganalisa secara deskriptif konsep-konsep utama yang dibahas yakni Nostra Aetate dan dialog kerukunan. Hasil yang didapat adalah bahwa deklarasi Nostra Aetate merupakan sebuah tawaran alternatif yang dapat diambil di Indonesia guna menyampaikan kasih Allah kepada manusia melalui beberapa cara dialogis, pastoral dan harmonis. 
Persoalan Corpus Delicti dalam Teologi Kristen tentang Persidangan Ilahi Sonny Eli Zaluchu
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 6, No 2: Oktober 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v6i2.172

Abstract

This study aims to examine and examine the concept of the divine trial regarding every human act at the end of time by using the Corpus Delicti perspective that was initiated by Erastus Sabdono regarding the fall of Lucifer. Corpus Delicti is a principle that emphasizes that a person cannot be punished unless proven guilty. It is concluded that in the concept of Christian theology, all people will actually stand before God, the Judge and all their deeds in the world are evidence for God to give rewards. The Corpus Delicti conception cannot be fully applied in Christian theology except definitively about its meaning. Because this term only and always refers to evil, whereas in Christian theology, divine commerce also includes good works. The analysis was carried out using the technique of fits biblical expectations, which is based on commentaries, conceptions, and views of theologians in books and journal papers. Abstrak Penelitian ini bertujuan menelaah dan meneliti konsepsi persidangan ilahi menyangkut setiap perbuatan manusia di akhir zaman dengan mengguna-kan cara pandang Corpus Delicti yang digagas oleh Erastus Sabdono mengenai kejatuhan Lucifer. Corpus Delicti adalah prinsip yang menekankan bahwa sese-orang tidak dapat dihukum kecuali dibuktikan bersalah. Disimpulkan bahwa di dalam konsep teologi Kristen, semua orang justru akan berdiri di hadapan Tuhan, Sang Hakim, dan semua perbuatannya di dunia adalah alat bukti bagi Tuhan untuk memberikan ganjaran. Konsepsi Corpus Delicti tidak dapat dipa-kai sepenuhnya di dalam teologi Kristen kecuali secara definitif tentang penger-tiannya. Sebab, istilah ini hanya dan selalu merujuk pada kejahatan sedangkan di dalam teologi Kristen, persidagangan ilahi juga mencakup perbuatan baik. Analisis dilakukan dengan teknik fits biblical expectations yang berpijak pada commentary, konsepsi dan padangan teolog di dalam buku dan paper jurnal.