Riesti Triyanti
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

DINAMIKA DAYA SAING USAHA RUMPUT LAUT Mira Mira; Riesti Triyanti; Yayan Hikmayani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 10, No 2 (2015): Desember (2015)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (764.923 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v10i2.1258

Abstract

Program revitalisasi pada sektor perikanan telah berjalan sejak 8 tahun yang lalu dan telah berdampak pada usaha budidaya dan daya saing rumput laut di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika daya saing rumput laut yang banyak dibudidayakan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Metode pengumpulan data menggunakan metode survey dan wawancara dengan pembudidaya rumput laut di Nusa Penida dan Lombok Timur. Metode analisis data yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) dengan membandingkan daya saing rumput laut tahun 2005 dan 2013. Hasil analisis mengindikasikan bahwa di dua lokasi penelitian dengan adanya intervensi pemerintah dari tahun ke tahun menyebabkan keuntungan yang diterima pembudidaya pada tahun 2013 rumput laut lebih besar (PC (Profitabity Coofficient) > 1)) jika dibandingkan tanpa kebijakan (PC < 1) (tahun 2005). Keefektifan perhatian pemerintah tersebut bisa dilihat dari nilai SRP (Subsidy Ratio to Producers) dan EPC (Effective Protection Coofficient) yang berubah dari tahun 2005 dan 2013, bila pada tahun 2005 nilai SRP bertanda negatif dan EPC < 1, yang artinya subsidi dan kebijakan pemerintah belum efektif melindungi usaha rumput laut. Tahun 2013, nilai SRP bertanda positif dan EPC ) > 1 di masing-masing lokasi penelitian, yang artinya kebijakan pemerintah dan subsidi efektif mengembangkan usaha rumput laut. Dalam kurun waktu 8 tahun usaha rumput laut memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang bisa dilihat dari nilai DRC dan PCR (Private Cost Ratio), meskipun ada tren penurun keungulan kompetitif, karena pada tahun 2013 di Nusa Penida menggunakan BBM yang memiliki komponen impor yang lebih besar. Implikasi kebijakan pemerintah (kebijakan input) di dua lokasi penelitian yang diindikasikan dengan nilai NPCI (Nominal Protection Coofficient on Input) yang semakin meningkat maka keberpihakan pemerintah Nusa Penida lebih tinggi dibandingkan keberpihakan pemerintah Lombok Timur terhadap input usaha rumput laut baik itu tahun 2005 maupun pada tahun 2013. (Competitive and Comparative Dinamics of the Seaweed Busineses)Revitalization policy programs in the fisheries sector which has been creating since 8 years ago have the impact on the competitiveness seaweed at Small Islands. The purpose of this study examines competitive and comparative of seaweed. Survey and interview with seaweed cultivators were conducted at The Eastern Nusa Penida and The Eastern Lombok. Data analysis method uses a Policy Analysis Matrix (PAM). Results of the analysis indicate that in the two study sites government intervention have a positive impact. Benefits received by farmers in 2013 (PC (Profitabity Coofficient) > 1) greater than without a policy of revitalization in 2005 ( PC <1). The effectiveness of government policies showed by SRP (Subsidy Ratio to Producers) and EPC (Effective Protection Coofficient) values were changed from 2005 and 2013. The value of the SRP in 2005 is negative and EPC <1, it means subsidies and government policies have not been effective in protecting the seaweed business. SRP value is positive and EPC)> 1 in each of the research sites after 8 years of revitalization was launched (2013), it means government policies and subsidies effectively develop seaweed business. Seaweed business has also a competitive advantage and comparative advantages, it shown the DRC (Dosmetic Cost Ratio) and PCR (Private Cost Ratio) value. There is trend-lowering competitive advantage in Nusa Penida, because farmers in 2013 using a fuel that has a greater import components. Intervention of government (in terms of policy input) at two study sites increases the value of NPCI (Nominal Protection Coofficient on Input). The concern of Nusa Penida government on input seaweed business is higher than in the Eastern Lombok government.
KARAKTERISTIK DAN NILAI MANFAAT LANGSUNG SUMBER DAYA PESISIR (Studi Kasus di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap) Riesti Triyanti; Rizki Aprilian Wijaya; Sonny Koeshendrajana; Fatriyandi Nur Priyatna
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 1 (2010): Juni (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.843 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i1.5790

Abstract

Perairan Segara Anakan di Kabupaten Cilacap merupakan perairan semi tertutup (laguna) yang terdiri dari laguna pusat (utama), yang dikelilingi oleh hutan mangrove dan lahan pasang surut (intertidal). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik sumber daya dan mengetahui nilai manfaat langsung dari pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh masyarakat. Penelitian dilakukan di perairan Segara Anakan Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah, pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey dengan metode analisis Effect on Production (EoP) -Residual Rent (RR) - Replacement Cost Method (RCM). Hasil penelitian menunjukkan nilai manfaat langsung dari sumber daya perairan Segara Anakan yang digunakan untuk kegiatan perikanan, pertanian dan pemanfaatan kayu mangrove sebesar Rp 911.046.869.346 per tahun, dengan nilai pemanfaatan dari kegiatan perikanan sebesar Rp 891.526.405.816 per tahun (98,9%), pertanian Rp 6.280.864.030 per tahun (0,7%) dan penggunaan mangrove sebagai bahan bakar sebesar Rp 3.239.599.500 per tahun (0,4%). Nilai tersebut memberikan gambaran bahwa keberadaan sumber daya perairan Segara Anakan memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah khususnya di sektor perikanan. Tittle: Characteristic and Direct Use Value of the Coastal Resources (Case Study of the Segara Anakan Resource of Cilacap District)Segara Anakan in Cilacap is a semi-enclosed lagoon which consists of the central lagoon as primary and bounded by mangrove forest and tidal land (intertidal). Mangrove ecosystem provides important roles for fisheries. Mangrove ecosystem contributes as nursery ground for marine biotas and as the filter of material contamination and wave drag. This research was to describe the characteristics of the resources and direct use value from the aquatic resources utilization in Segara Anakan, Cilacap Regency, Central Java Province during June to August 2009. This research used survey methods by applying the Effect on Production (EOP) - Residual Rent (RR) - Replacement Cost Method (RCM) method. Results of this research showed the direct use value from fishery, agriculture and mangrove extraction is IDR 911 billion per year thatinclude utilization of fisheries activity IDR 891 billion per year (98,9%), agriculture IDR 6 billion per year (0,7%), and mangrove extraction as firewood IDR 3 trillion per year (0,4%). This value describes large economic contributions of aquatic resources in Segara Anakan to local community and government, especially from fisheries.
PERSEPSI DAN SIKAP NELAYAN TERHADAP PENGELOLAAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERKELANJUTAN Riesti Triyanti; Achmad Zamroni; Hakim Miftakhul Huda; Rizki Aprilian Wijaya
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 16, No 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v16i1.9486

Abstract

Pengelolaan rajungan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai stakeholders, karena merupakan komoditas yang memililki volume dan nilai ekspor ketiga tertinggi di Indonesia. Di Kabupaten Demak, rajungan merupakan komoditas tangkapan tertinggi untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan dan meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Namun, praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan tidak terkendali menyebabkan penurunan stok rajungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi, persepsi, dan sikap nelayanrajungan terhadap pengelolaan rajungan berkelanjutan. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dengan bantuan kuesioner terstruktur kepada responden nelayan di Desa Betahwalang, Purworejo, dan Serangan, Kabupaten Demak. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa nelayan setuju terhadap kebijakan pengelolaan rajungan eksisting, teknik penangkapan rajungan, dan pola pemasaran rajungan, namun tidak setuju dengan kondisi sumber daya rajungan saat ini, pencatatan data rajungan, dan usulan kebijakan pengelolaan rajungan yang ditawarkan. Pada umumnya nelayan mengetahui aturan penangkapan rajungan yang ramah lingkungan, namun karena kebutuhan ekonomi yang tinggi, maka penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yaitu jaring arad masih banyak terjadi dan kualitas ikan hasil tangkapan relatif rendah. Musim pemijahanrajungan juga sudah diketahui oleh nelayan, namun pada musim pemijahan nelayan tetap menangkap rajungan. Untuk mengelola rajungan secara berkelanjutan diperlukan kebijakan pengelolaan berbasis masyarakat melalui kegiatan sosialisasi status kondisi rajungan yang tertangkap, pelatihan diversifikasi alat tangkap, dan pendampingan kepada nelayan terkait kesadaran penangkapan rajungan yang lestari. Selain itu, diperlukan pengawasan terhadap penggunaan alat penangkapan ikan, ukuran rajungan yang tertangkap, kontrol terhadap musim dan daerah penangkapan, dan pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir saat kebijakan diterapkan. Tittle:  Fishers’ Perception and Attitude on Sustainable Management of Blue Swimming CrabsStakeholders need to pay a considerable attention to the management of blue swimming crabs in Indonesia since it is the third highest Indonesia export commodity both in volume and value. In Demak Regency, blue swimming crab is the highest catch commodity to meet the food needs and improve the economy of coastal communities. However, the uncontrolled and environmentally hazard catches resulted a decline in crab stocks. This study aims to analyze the fishers’ socio-economic characteristic, perceptions, and attitude toward sustainable blue swimming crab management. Data were collected through structured-questionnaires interviews with the fishers in Betahwalang Village, Purworejo Village, and Serangan Village, Demak Regency. The data were analyzed with descriptive method. The results showed that the fishers agree with the existing crab management policies, fishing techniques, and marketing pattern, however, they disagree with the current condition of blue swimming crab resources,data record, and the suggested sustainable crab management policies. The fishers have recognized the rules of environmentally friendly catch for blue swimming crabs, however, it is still common to use arad nets due to high economic needs despite the low quality of the catches. The fishers have also recognized the spawning season of the crabs, but they still catch in spawning season due to economic stress. In order to manage the sustainability of blue swimming crab, there is a need of community-based management policy through socialization the condition of the crab resources, training on fishing gear diversification, and community assistance for the awareness of sustainable crab fishing. In addition, it is necessary to supervise the use of fishing gear, the size of the catches, the season and fishing area, and develop the alternative livelihoods for coastal communities once the policy is implemented.
KARAKTERISTIK DAN NILAI EKONOMI SUMBERDAYA PERAIRAN KOMPLEK DANAU TEMPE, SULAWESI SELATAN Andrian Ramadhan; Riesti Triyanti; Sonny Koeshendrajana
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2008): JUNI (2008)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.254 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v3i1.5845

Abstract

Sumberdaya perairan umum daratan merupakan sumberdaya yang memiliki karakteristik unik, baik menurut tipologi, dinamika hidro-bioekologi maupun pola pemanfaatannya. Salah satu tipe yang ada adalah sumberdaya perairan Komplek Danau Tempe. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sumberdaya, jenis dan pola pemanfaatan serta nilai ekonomi sumberdaya di Komplek Danau Tempe. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komplek Danau Tempe terbentuk pada saat musim hujan ketika air yang berasal dari sungai-sungai disekitarnya meluap dan menggenangi sebagian wilayah daratan. Kondisi tersebut mempengaruhi cara masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya di Komplek Danau Tempe. Nilai ekonomi total dari pemanfaatan sumberdaya yang diperhitungkan dari kegiatan penangkapan ikan, pertanian dan transportasi umum masyarakat adalah sebesar Rp.1.489.149.383.605 Besarnya nilai tersebut mencerminkan bahwa keberadaan sumberdaya perairan danau Tempe memiliki peranan penting secara ekonomi baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Tittle: Characteristics and Economic Value of Water Resource of the Tempe Lake, South SulawesiInland water resources have unique characteristics, in terms of not only typological and hydrobioecological dynamic, but also utilisation pattern. One example of the resource is the Tempe lake. This research was aimed to explore resource characteristics, type and pattern of resource utilization, and its economic value. This research was conducted on July 2007. Method used in this research was a survey method. Data were analyzed descriptively and quantitatively. Result showed that Tempe Lake is being formed by rivers flew during rainy season. This, in favor affects utilization pattern of society who live surrounding the resources. Total economic value of resource utilization was Rp. 1.489 billion,  onsisting of fishing, agriculture and public transportation activities. This indicate that water resource of the Tempe Lake plays an important role economically for society and government.
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN BISNIS INKLUSIF PERIKANAN TUNA SKALA KECIL DI PULAU MOROTAI Riesti Triyanti; Hakim Miftakhul Huda; Rizki Aprilian Wijaya; Achmad Zamroni
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2021): Desmber 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v11i2.10225

Abstract

Potensi Kabupaten Pulau Morotai untuk mendukung produksi tuna sirip kuning provinsi maupun nasional sangat besar, namun tingkat pemanfaatannya rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) kelayakan finansial usaha, (2) rantai pasok, (3) model bisnis eksisting, dan (4) strategi pengembangan bisnis. Penelitian dilaksanakan Maret hingga Juni 2021 di Kecamatan Morotai Selatan, Timur, dan Barat. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan 60 nelayan dan pendalaman dengan pedagang besar, pengelola koperasi, unit pengolahan tuna. Analisis mencakup kelayakan usaha, rantai pasok, SWOT, dan deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa penangkapan tuna di Morotai, yang dilakukan menggunakan alat pancing ulur dan tonda dan armada kapal motor dan kapal motor tempel memberikan penghasilan memadai bagi nelayan, namun sistem bisnis yang ada masih perlu ditingkatkan. Keuntungan yang diperoleh nelayan adalah Rp 153 juta untuk alat pancing ukur dengan kapal motor dan berturut-turut Rp 1,1 milyar dan Rp 134 juta untuk alat pancing ulur dan tonda dengan kapal motor tempel. Rantai pasok tuna di Morotai terdiri dari lima simpul, dengan share terbesar pada simpul koperasi, yaitu 45%. Hasil lain menunjukkan bahwa dalam sistem bisnis eksisting di Kepulauan Morotai terdapat kelompok nelayan yang belum inklusif dalam rantai pasok tuna, tidak bermitra dengan koperasi, tidak memiliki akses pasar, dan tidak terlibat dalam penentuan harga. Strategi pengembangan bisnis inklusif tuna di Morotai yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah penerapan model pengelolaan perikanan terpadu yang didukung: (i) pasar yang mengakomodasikan investor rantai pasok, (ii) pembukaan akses permodalan bank, dan (iii) kemitraan nelayan dengan koperasi sebagai perantara dan unit pengolah ikan sebagai mitra bisnis. Title: Prospect and Challenges for the Development of Small Scale Tuna Fisheries Inclusive Business in Morotai IslandThe potential of the Morotai Island Regency to support the production of provincial and national yellowfin tuna is very large, but its utilization is low. The research aims to analyze: (1) the financial viability of the business, (2) the supply chain, (3) the existing business model, and (4) the business development strategy. The research was conducted from March to June 2021 in the South, East, and West Morotai Subdistrict. Primary data was collected through interviews with 60 fishers and deepening with wholesalers, cooperative managers, tuna processing units. The analysis includes business feasibility, supply chain, SWOT, and descriptive. The results showed that tuna fishing in Morotai, which was carried out using fishing rods and tonda and a fleet of motorboats and outboard motorboats, provided adequate income for fishers, but the existing business system still needed to be improved. The profit obtained byfishermen is IDR 153 million for measuring fishing rods with motorboats and IDR 1.1 billion and IDR 134 million for fishing rods and trolleys with outboard motorboats. The tuna supply chain in Morotai consists of five nodes, with the largest share in cooperative nodes, which is 45%. Other results show that in theexisting business system in the Morotai Islands, there are fishing groups that are not yet included in the tuna supply chain, do not partner with cooperatives, do not have market access, and are not involved in pricing. The tuna inclusive business development strategy in Morotai that can be recommended fromthe results of this study is the implementation of an integrated fisheries management model supported:(i) a market that accommodates supply chain investors, (ii) the opening of bank capital access, and (iii) fisher’s partnership with cooperatives as intermediaries and fish processing units as business partners.