Proses terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses penciptaan lingkungan hunian sebagai wadah fungsional yang menampung segala kebutuhan manusia dan dilandasi oleh pola aktifitas serta merupakan hasil interaksi antara manusia atau kelompok masyarakat dengan setting (rona lingkungan) baik bersifat fisik maupun non fisik (sosial budaya). Manusia dalam menempati lingkungan huniannya disesuaikan dengan preferensi lingkungan yang menyangkut pemahaman karakteristik alam dan manusia serta hubungan timbal baliknya. Penyesuaian ini memunculkan konsep bermukim yang memperlihatkan cara masyarakat beradaptasi dengan lingkungan dan membentuk pola permukiman. Seperti halnya yang dibahas dalam penelitian ini dengan mengambil kasus masyarakat di tiga desa yaitu ; Desa Sepuk Laut, Desa Tanjung Saleh, dan Desa Punggur Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, yang beradaptasi dengan lingkungan dan membentuk pola pemukiman pada kawasan tepian air. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pola permukiman yang terbentuk pada tiga desa diatas mengacu pada tahapan perkembangan kawasan pinggiran sungai atau air, struktur pola permukiman kawasan yang linier, orientasi kearah tepian air, kepadatan dan kualitas bangunan, serta topografi tepian air The process of settlements formation was possibly made by the process of creating dwelling environment as a functional space that accommodate all human needs, These condition are based on the patterns of activity and interaction between people or society with the their environmen setting; both physical and non-physical (social and cultural). In occupied their environment, humans are adapt  to the  environment  preferences  concerning their understanding  to  the natural  characteristics  and  vice-versa.  This adaptation  led to  the concept of  living  that shows  how  people adapt  to the environment  and  creating  their settlement patterns. This study used case study from three villages, namely; Sepuk Laut village, Tanjung Saleh village, and Punggur Besar  village of Sungai Kakap Sub-district, Kubu Raya Regency, which adapt to the environment and form a pattern of settlement in the waterfront areas. The results of this study shown that the settlement pattern formed based on the stage of development of the river and waterfront areas. Besides, it also found that the structure of the settlement is in linear patterns, orientation to the water, the density and quality of the buildings, and the topography of the waterfront.REFERENCESAbdullah. 2000. Upaya Meningkatkan Income Penduduk Kawasan Penyangga Kota Melalui Penataan Prasarana Permukiman. laporan penelitian. Lemlit Universitas Tadulako. PaluBertrand, Alvin L. 1972. Seventy Years or Rural Sociology in The United States.Essay Press.New YorkBintarto, R. !983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia. JakartaDepdikbud, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. JakartaMoeleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. BandungMuhajir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. YogyakartaRapoport, Amos (1989). Dwelling Settlement and Tradition. Prentice Hall Inc. LondonSnyder, J.C; Catanese A.J. 1985. Pengantar Arsitektur. Erlangga. Jakarta.Suprijanto, I. 2001.Model Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air. Makalah pada KOLOKIUM Hasil Litbang PUSKIM 2002. Puslitbang Permukiman. Balitbang Departemen KimpraswilTaylor, Lee. 1980. Urbanized Society. Goodyear Puiblishing Company Inc. Santa Monica, California.Turner, F, C. 1976. Housing Policy by People: Towards Autonomy in Building Environment. Marion Boyars. London