Tragedi 65 merupakan sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu yang dilakukan negara Indonesia. Negara melakukan pemberantasan besar-besaran terhadap anggota maupun simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai dalang atas peristiwa Lubang Buaya. Banyak orang tidak bersalah menjadi korban dalam tragedi 65 dan mendapatkan diskriminasi selama masa orde baru. Reformasi menjadi momen titik balik kelompok revolusi bersama korban tragedi 65 untuk memperjuangkan hak mereka yang telah dilanggar negara. Kondisi tersebut dianalisis dengan teori kesadaran kritis oleh Paulo Freire yang memberikan gambaran mengenai hubungan kaum tertindas, kaum penindas, dan kaum revolusioner. Perjuangan tersebut dilakukan untuk menciptakan inklusi sosial sebagai wujud dari humanisasi/kemanusiaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini adalah (1) kronologi pelanggaran HAM berat negara tahun 1965 di Surakarta, (2) transisi korban 65 di Surakarta menuju kesadaran kritis, dan (3) upaya korban 65 di Surakarta untuk mencapai inklusi sosial.