I Gusti Ayu Endah Ardjana
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Sari Pediatri

Skrining Stres Pascatrauma pada Remaja dengan Menggunakan Post Traumatic Stress Disorder Reaction Index Putu Dian Savitri Irawan; Soetjiningsih Soetjiningsih; IGA Trisna Windiani; I Gst Ag Sugitha Adnyana; IGA Endah Ardjana
Sari Pediatri Vol 17, No 6 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.56 KB) | DOI: 10.14238/sp17.6.2016.441-5

Abstract

Latar belakang. Stres pascatrauma (post traumatic stress disorder atau PTSD) merupakan suatu gangguan psikiatri fungsi sosial seseorang.Universitas California Los Angeles (UCLA) mengembangkan serangkaian self-report kuesioner yang disebut PTSD Reaction Index(PTSD-RI) untuk deteksi dini gangguan tersebut. Namun, kuesioner tersebut belum pernah digunakan di Indonesia.Tujuan. Mengetahui reliabilitas instrumen post traumatic stress disoder reaction index (PTSD-RI) versi remaja, prevalensi, serta faktoryang berhubungan dengan PTSD.Metode. Penelitian potong lintang dilaksanakan di enam SMUN di Denpasar. Digunakan kuesioner PTSD-RI versi remaja yangtelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Digunakan uji α Cronbach untuk menilai reliabilitas PTSD-RI. Analisis statistikmenggunakan uji chi-square dan multivariat regresi logistik.Hasil. Terdapat 300 pelajar SMUN yang mengikuti penelitian. Enam puluh orang (20%) dengan tersangka PTSD. ReliabilitasPTSD-RI baik (koefisien α 0,94). Tipe kepribadian tertutup sebagai faktor risiko PTSD [RP 3,55 (IK95% 1,46-8,66), p=0,01].Keluarga yang harmonis [RP 0,35 (IK95% 0,08-0,78), p=0,02], adanya dukungan keluarga [RP 0,13 (IK95% 0,03-0,50), p=0,01],adanya dukungan sosial [RP 0,25 (IK95% 0,09-0,68), p=0,01], serta trauma tunggal [RP 0,02 (IK95% 0,14- 0,82), p=0,01] berperansebagai faktor protektif PTSD.Kesimpulan. Instrumen PTSD-RI memiliki reliabilitas yang baik sehingga dapat digunakan di Indonesia. Prevalensi PTSD padaremaja di Denpasar sebesar 20%.
Prevalensi dan Faktor-Faktor Risiko Gangguan Pemusatan Perhatian Anak dan Hiperaktivitas di Klinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah Denpasar SAK Indriyani; Soetjiningsih Soetjiningsih; IGA Endah Ardjana; IGA Trisna Windiani
Sari Pediatri Vol 9, No 5 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.811 KB) | DOI: 10.14238/sp9.5.2008.335-41

Abstract

Latar belakang. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan tingkahlaku yang paling banyak terjadi pada anak. Angka prevalensi GPPH cukup bervariasi dan terdapat berbagaifaktor risiko yang berperan. Deteksi dini sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis sehingga dapatdilakukan intervensi lebih dini.Tujuan. Mengetahui prevalensi, karakteristik demografi dan klinis, serta faktor-faktor risiko GPPHMetode. Penelitian bersifat retrospektif dari catatan medik pasien dengan keluhan mengalami masalahtingkah laku, datang ke klinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah periode 2005-2006.Hasil. Seratus sebelas memenuhi kriteria inklusi, prevalensi GPPH 51 (45,9%) yang terdiri dari 43 (38,7%)laki-laki dan 8 (7,2%) perempuan. Jumlah GPPH tipe kombinasi (A1+A2) 39 (76,5%), GPPH tipe A1 7(13,7%), dan GPPH tipe A2 5 (9,8%). Anak pertama (PR: 2,88, 95%CI: 1,33-6,24, p=0,007), tidakmempunyai saudara (PR: 2,69, 95%CI: 1,19-6,09, p=0,015) dan ibu tamat Sekolah Lanjutan TingkatAtas (SLTA) dan sarjana (p=0,02) berperan pada GPPH. Jenis kelamin (p=0,004), umur (p=0,021), danberat badan (p=0,007) berbeda bermakna antara berbagai tipe GPPH.Kesimpulan. Faktor urutan kelahiran, jumlah saudara dan pendidikan ibu berperan pada GPPH. Jeniskelamin, umur, dan berat badan berbeda bermakna pada ketiga tipe GPPH
Kecerdasan Majemuk pada Anak Kadek Suarca; Soetjiningsih Soetjiningsih; IGA. Endah Ardjana
Sari Pediatri Vol 7, No 2 (2005)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp7.2.2005.85-92

Abstract

Kecerdasan majemuk pertama kali diperkenalkan tahun 1983 oleh Howard Gardner diHarvard School of Education and Harvard Project Zero. Teori ini membantah tes seperticontoh Stanford Binet Test yang dikatakan sebagai hitungan tradisional yang tidakadekuat menilai kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan melebihi dari hanya sekedarIQ (Intelligence Quotient) karena IQ yang tinggi tanpa ada produktifitas bukanmerupakan kecerdasan yang baik. Anak harus dinilai berdasarkan apa yang merekadapat kerjakan bukan apa yang tidak dapat mereka kerjakan. Kecerdasan didefinisikansebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan memiliki nilai lebih dalam sebuahkultur masyarakat. Kecerdasan adalah potensi biopsikologikal untuk mengolah informasisehingga dapat memecahkan masalah, menciptakan hasil baru yang menambah nilainilaibudaya setempat. Pandangan baru ini sangat berbeda dengan pandangan lamayang selalu mengandalkan dua penilaian yaitu verbal dan komputasional. Delapan macamkecerdasan itu antara lain, (1) Kecerdasan linguistik, (2) Kecerdasan logika-matematika,(3) Kecerdasan gerak tubuh, (4) Kecerdasan musikal, (5) Kecerdasan visual-spasial, (6)Kecerdasan interpersonal, (7) Kecerdasan intrapersonal, dan (8) Kecerdasan naturalis.
Clumsiness Made Supartha; Soetjiningsih Soetjiningsih; I.G.A Endah Ardjana; I.G.A Trisna Windiani
Sari Pediatri Vol 11, No 1 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (933.47 KB) | DOI: 10.14238/sp11.1.2009.26-31

Abstract

Clumsiness adalah salah satu gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan bermakna koordinasi motorik. Diagnosis ini dibuat hanya bila gangguan tersebut mempengaruhi pencapaian akademis atau aktifitas kehidupan sehari-hari. Gangguan koordinasi yang terjadi tidak diakibatkan oleh suatu kondisi medis tertentu dan tidak memenuhi kriteria gangguan perkembangan pervasif. Jika disertai retardasi mental maka gangguan motorik tersebut akan tampak mendominasi. Prevalensi clumsiness diperkirakan 6%-13% dari populasi anak. Diagnosis clumsiness didasarkan pada kriteria diagnostik menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV. Pendekatan terapi clumsiness meliputi terapi okupasi dan fisioterapi yang secara garis besar dikategorikan dalam pendekatan bottom-up maupun pendekatan top-down. Tanpa intervensi khusus, anak-anak yang mengalami clumsiness akan menetap hingga dewasa