Rahesli Humsona
Universitas Sebelas Maret

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PEMBERDAYAAN FORUM ANAK SURAKARTA SEBAGAI PEER EDUCATOR UNTUK MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK Sri Yuliani; Rahesli Humsona; Sigit Pranawa
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28796

Abstract

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Surakarta masih cukup tinggi, baik jumlah maupun kualitas kekerasannya. Meskipun di Kota Surakarta telah dibentuk lembaga Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS), upaya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak belum dapat dilakukan secara optimal. Banyaknya lembaga yang bergabung dengan PTPAS belum memberi jaminan perlindungan bagi korban kekerasan. Salah satu kendala upaya penanganan korban kekerasan terhadap anak adalah belum terbangunnya perspektif terhadap korban yang lebih baik. Anak korban kekerasan mengalami hambatan psikologis dan komunikasi untuk menyampaikan masalahnya baik dengan keluarga maupun pendamping korban dari LSM atau PTPAS. Forum Anak Surakarta (FAS) sebagai lembaga partisipasi anak dalam pembangunan selama ini telah menjadi media berbagi permasalahan dengan teman sebaya, termasuk masalah tindak kekerasan terhadap anak. Pemberdayaan Forum Anak Surakarta sebagai Peer Educator (pendidik sebaya) menjadi solusi efektif untuk memecahkan hambatan komunikasi dalam pendampingan anak korban kekerasan. Untuk itu pengabdian ini bertujuan memberikan skill pada FAS agar mampu berperan sebagai counselor bagi teman sebaya yang mengalami tindak kekerasan.Khalayak sasaran adalah 15 anak (usia 13-18 tahun) yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta. Adapun kegiatan pengabdian meliputi : 1) Penyadaran tentang kekerasan anak dan hak perlindungan anak; 2) pelatihan sebagai advokator agar aspirasi anak korban kekerasan diakomodir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, dan 3) praktek atau simulasi konselor sebaya bagi anak korban kekerasan. Setelah mengikuti pelatihan dan praktek pendidikan sebaya, anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta menjadi : 1) semakin meningkat kesadarannya tentang dampak kekerasan anak dan pentingnya hak perlindungan anak dan 2) memahami mekanisme sebagai advokator dan mampu mempraktekkan tehnik Peer Educator bagi anak korban kekerasan. 
PEMBERDAYAAN FORUM ANAK SURAKARTA SEBAGAI PEER EDUCATOR UNTUK MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK Sri Yuliani; Rahesli Humsona; Sigit Pranawa
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28798

Abstract

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Surakarta masih cukup tinggi, baik jumlah maupun kualitas kekerasannya. Meskipun di Kota Surakarta telah dibentuk lembaga Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS), upaya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak belum dapat dilakukan secara optimal. Banyaknya lembaga yang bergabung dengan PTPAS belum memberi jaminan perlindungan bagi korban kekerasan. Salah satu kendala upaya penanganan korban kekerasan terhadap anak adalah belum terbangunnya perspektif terhadap korban yang lebih baik. Anak korban kekerasan mengalami hambatan psikologis dan komunikasi untuk menyampaikan masalahnya baik dengan keluarga maupun pendamping korban dari LSM atau PTPAS. Forum Anak Surakarta (FAS) sebagai lembaga partisipasi anak dalam pembangunan selama ini telah menjadi media berbagi permasalahan dengan teman sebaya, termasuk masalah tindak kekerasan terhadap anak. Pemberdayaan Forum Anak Surakarta sebagai Peer Educator (pendidik sebaya) menjadi solusi efektif untuk memecahkan hambatan komunikasi dalam pendampingan anak korban kekerasan. Untuk itu pengabdian ini bertujuan memberikan skill pada FAS agar mampu berperan sebagai counselor bagi teman sebaya yang mengalami tindak kekerasan.Khalayak sasaran adalah 15 anak (usia 13-18 tahun) yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta. Adapun kegiatan pengabdian meliputi : 1) Penyadaran tentang kekerasan anak dan hak perlindungan anak; 2) pelatihan sebagai advokator agar aspirasi anak korban kekerasan diakomodir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, dan 3) praktek atau simulasi konselor sebaya bagi anak korban kekerasan. Setelah mengikuti pelatihan dan praktek pendidikan sebaya, anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta menjadi : 1) semakin meningkat kesadarannya tentang dampak kekerasan anak dan pentingnya hak perlindungan anak dan 2) memahami mekanisme sebagai advokator dan mampu mempraktekkan tehnik Peer Educator bagi anak korban kekerasan. 
MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN PEER EDUCATION STRATEGY Sigit Pranawa; Rahesli Humsona; Sri Yuliani
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28790

Abstract

Angka penyalah guna narkotika dan obat berbahaya (narkoba) di Surakarta mencapai 1,9% dari jumlah penduduk, mendekati angka nasional 2,2 %. Minimnya upaya preventif untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba, menjadi salah satu sebabnya. Dari jumlah itu, 22 % di antaranya adalah remaja yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Melihat besarnya pengaruh membership group bagi remaja, dilakukan kegiatan pengabdian Program Kemitraan Masyarakat (PKM) dengan strategi pendidikan sebaya (peer education stategy) untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang bahaya penyelahgunaan narkoba. Kelompok remaja yang dipilih adalah Forum Anak Surakarta (FAS), sebagai forum yang strategis untuk promosi bahaya penyalahgunaan narkoba. FAS pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan termasuk narkoba, namun yang secara khusus melibatkan mereka sebagai peer educator belum pernah mereka ikuti. Kegiatan PKM diikuti oleh 15 anak yang merupakan pengurus dan anggota FAS. Kegiatan diawali dengan mengidentifikasi pengetahuan FAS tentang narkoba. Selanjutnya memberikan pemahaman yang benar mengenai jenis-jenis dan dampak narkoba , dan jaringan kejahatan narkoba. Selanjutnya diberikan pemaparan tentang penguatan diri untuk menghindar dari bahaya narkoba, peran peer educator, serta pelatihan sebagai peer educator dengan simulasi pendampingan dan promosi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Sarana pemaparan dan simulasi didukung dengan power point, buku saku, jaringan internet, alat tulis dan gambar, kamera, video, yang telah disiapkan oleh tim PKM. Sepanjang kegitan PKM, tim melakukan monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pengetahuan anak-anak FAS tentang bahaya penyalahgunaan narkoba telah meningkat, khususnya berkaitan dengan jenis-jenis narkoba dan dampaknya, jaringan kejahatan narkoba, serta penguatan diri untuk menghindar dari bahaya narkoba. Kemampuan sebagai peer educator dapat dipraktekkan dengan pendekatan inovatif dengan menciptakan media kreatif : studi kasus melalui bermain peran, membuat meme, poster, vlog dan menggubah lagu. 
Pelatihan literasi media untuk remaja Rahesli Humsona; Sri Yuliani; Rutiana Dwi Wahyunengseh; TA Gutama; Atmanto Heru
Unri Conference Series: Community Engagement Vol 3 (2021): Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31258/unricsce.3.412-416

Abstract

The use of digital media with pornographic video content will result in the disruption of adolescents both physically and mentally. Some conditions can also be experienced by teenagers, including: experiencing a dilemma, namely feeling guilty but feeling addicted, doing imitation (imitation), watching porn videos that encourage teens to imitate sexual acts, disrupted the process of sex education, difficult to concentrate on learning to disrupt their identity , and closed, inferior and not confident. The purpose of this training is to improve media literacy among teenagers. The method used is to adopt action research with 3 stages, planning, action, and fact finding. At the planning stage, the activity begins with identifying the knowledge and experiences of adolescents about the use of gadgets, as well as the experiences of adolescents related to pornographic content. Furthermore, in the action stage, they were given training to improve the correct understanding of the healthy use of media and how to avoid the dangers of pornography. The results of the activity showed that participants' knowledge of the media increased. Participants become aware of the dangers of pornography, they were more confident and empowered to avoid the negative impacts of using smartphones or gadgets. Participants also put forward some suggestions on the topics they are interested in for the next training. At the end of the activity at the fact finding stage, an evaluation is carried out to find out the shortcomings in the activity process.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PANGAN LOKAL DI MASA PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN SUKOHARJO Trisni Utami; Argyo Demartoto; Bagus Haryono; Yuyun Sunesti; Rahesli Humsona
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v10i2.54788

Abstract

Pandemi Covid-19 makes the pattern of consumption of society changing, which in the beginning is accustomed to relying on the market as a place to get food, now the awareness of developing lokal food barns independently. The existence of lokal food barns helps increase food security and food diversification efforts. This study aims to examine the process of the formation of lokal food barns, examining what factors become supporters and inhibiting the formation of food barns, and examine the pattern of partnerships that have been built to cooperate in realizing lokal food barns. The method used in this study is qualitative. Data collection used with interviews and observations. The technique of determining the informant using purposive sampling. The findings obtained from this study indicate that local food barns were formed because of the awareness to fulfill the needs of vegetables and medicines during the pandemi, so they tried to grow both types of plants. This shared desire was formed through the formation of the Women Farmers Group (KWT). The inhibiting factor in the development of local food is the limited land that can be planted by residents and the supporting factor is the culture of togetherness and the value of mutual cooperation which is growing rapidly during the pandemi. Keywords: Food Diversification, Lokal Food Lumbung, Food Security AbstrakPandemi Covid-19 membuat pola konsumsi masyarakat berubah, yang pada mulanya terbiasa mengandalkan pasar sebagai tempat mendapatkan bahan pangan, kini mulai muncul kesadaran dengan mengembangkan lumbung pangan lokal secara mandiri. Adanya lumbung pangan lokal membantu meningkatkan upaya ketahanan pangan dan diversifikasi pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses terbentuknya lumbung pangan lokal serta menelaah faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terbentuknya lumbung pangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara dan observasi. Teknik penentuan informan menggunakan purposive sampling. Hasil temuan yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa lumbung pangan lokal terbentuk karena adanya kesadaran untuk pemenuhan kebutuhan sayuran dan obat-obatan di masa pandemi sehingga berusaha menanam kedua jenis tanaman tersebut. Keinginan bersama tersebut terbentuk melalui pembentukan Kelompok Wanita Tani (KWT). Adapun faktor penghambat dalam pengembangan pangan lokal tersebut adalah terbatasnya lahan yang dapat ditanami oleh warga dan faktor pendukungnya adalah budaya kebersamaan dan nilai gotong royong yang tumbuh pesat dimasa pandemi. Kata Kunci: Diversifikasi Pangan, Lumbung Pangan Lokal, Ketahanan Pangan