Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI PENDAHULUAN GOLONGAN SENYAWA FENOL DARI RIMPANG LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch) Nia Yuliani; Amry Syawaalz; Mawaddah Lisna
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 1 No. 2 (2011): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.338 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v1i2.19

Abstract

Extraction and Identification of Phenol Compounds Group Introction galanga Rhizome RED (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch)           Indonesia is a country rich in natural resources with a variety of crops are grown, one of which is a spice plant. Plant herb is a plant that is used in addition to the food manufacturing process is also used as potential drugs medicines, such that the red ginger (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch). Red ginger is a plant that has been known to have the potential to cure many diseases. Generally, people use the red ginger to treat diarrhea and skin diseases caused by fungi. Ginjer contains phenol red that could serve as an antibacterial. The study was conducted to extract the phenolic compounds and identify them by Gas Chromatography and Mass Spectrometry (GCMS), with the following steps: extraction of samples, testing of phenolic compounds, and identification of phenolic compounds by GCMS. According to the research and identification was carried out on the red rhizome ethanol extract, we could conclude that the phytochemical tests showed positive rhizome containing phenol red. And from the GCMS got some phenolic compounds contained in the ethanol extract of rhizome of red, one compound with a molecular weight of 164 g / mol with molecular formula C10H12O2 .Keyword : Red gingge (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch), compound fenol, extraction, GCMS. ABSTRAK            Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam dengan berbagai jenis tanaman yang tumbuh, salah satu diantaranya adalah tanaman rempah - rempah. Tanaman rempah merupakan tanaman yang dimanfaatkan selain untuk proses pembuatan makanan juga cukup potensial dimanfaatkan sebagai obat – obatan, diantaranya yaitu lengkuas merah (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch). Lengkuas merah merupakan tanaman yang telah diketahui berpotensi dapat mengobati berbagai macam penyakit. Umumnya masyarakat menggunakan lengkuas merah untuk mengobati diare dan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Lengkuas merah mengandung senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengekstraksi senyawa fenol dan mengidentifikasinya dengan Gas Chromatography dan Mass Spectrometry (GCMS), dengan melalui beberapa tahapan yaitu ekstraksi sampel, uji senyawa fenolik, dan identifikasi senyawa fenolik dengan GCMS. Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi yang telah dilakukan pada ekstrak etanol rimpang lengkuas merah, dapat disimpulkan bahwa uji fitokimia menunjukkan rimpang lengkuas merah positif mengandung senyawa fenol. Dan dari hasil GCMS didapatkan beberapa senyawa fenol yang terkandung pada ekstrak etanol rimpang lengkuas merah, salah satunya senyawa dengan berat molekul 164 g/mol yang mempunyai rumus molekul C10H12O2.Kata kunci : Lengkuas merah (Alpinia purpurata (Vieill) K. Sch), senyawa fenol, ekstraksi, GCMS.
GINGEROL PADA RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale, Roscoe) DENGAN METODE PERKOLASI TERMODIFIKASI BASA Lilis Sugiarti; Asridewi Suwandi; Amry Syawaalz
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 1 No. 2 (2011): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.917 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v1i2.25

Abstract

Gingerol in red ginger (Zingiber officinale, Roscoe) with percolation method modified base         Ginger was a spice type most widely used in various food and beverage recipes. Ginger is commonly used as a medicine at colds, indigestion, as an analgesic, anti-inflammatory, and others. Some of main components in ginger such as gingerol and shogaol are antioxidants. The purpose of this research was to isolate the red-gingerol in ginger rhizome and to identify. Metode used was extraction process by using percolation with ethanol solvent at room temperature, followed by isolation of gingerol by adding KOH solution at concentrations of 0, 1N, 0.5 N; 1.0 N. Furthermore, the extracted of compounds were identified using TLC and GC-MS.Based on the research result and identification had been carried out on samples of red ginger, it could be concluded that the water content of red ginger samples were 9.70%, with levels of 8.72% oleoresin. The weight of crude gingerol obtained in 1.0 N KOH concentration was to 0.61 g, while the concentration of KOH that produces greatest gingerol was 0.5 N, which amounted of 6.13%. The other peak than the gingerol peak suggested that the isolation was not pure yet. Homovanilil  alcohol  compounds  was  always  in  the greatest  prosentase,  which  was  22%,  followed  by  shogaol  compounds of 4.30% . Ion  with  a value  137 of  m / e:  was  the highest  ions  to be formed and the most stable ion Most compounds isolated by KOH  were phenolic  compounds groups, such as gingerol, shogaol and homovanilil alcohol.Keywords: red ginger, gingerol, extraction, TLC, GC-MS ABSTRAK          Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang paling banyak digunakan dalam berbagai resep makanan dan minuman. Jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, anti-inflamasi, dan lain-lain. Beberapa komponen utama dalam jahe seperti gingerol dan shogaol bersifat antioksidan. Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengisolasi gingerol pada rimpang jahe merah secara optimum dan mengidentifikasinya.Metode penelitian yang digunakan meliputi proses ekstraksi jahe merah dengan menggunakan teknik ekstraksi perkolasi suhu ruang dengan pelarut etanol, dilanjutkan dengan isolasi gingerol dengan penambahan larutan KOH pada konsentrasi 0,1N; 0,5N; 1,0N. Selanjutnya senyawa hasil ekstraksi diidentifikasi dengan menggunakan TLC dan GC-MS. Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi yang telah dilakukan pada sample jahe merah, dapat disimpulkan bahwa kadar air sampel jahe merah yang diteliti adalah sebesar 9,70%, dengan kadar oleoresin sebesar 8,72%. Bobot kasar gingerol terbesar diperoleh pada konsentrasi KOH 1,0N yaitu sebesar 0,61g, sedangkan konsentrasi KOH yang menghasilkan %kemelimpahan gingerol terbesar adalah pada konsentrasi 0,5N, yaitu sebesar 6,13%. Adanya puncak lain selain gingerol menunjukkan bahwa hasil isolasi belum murni. Senyawa homovanilil alkohol selalu terdapat dengan %kemelimpahan terbesar pada setiap sample, yakni 22%, diikuti senyawa shogaol sebesar 4,30%. Ion dengan nilai m/e : 137 adalah ion yang paling banyak terbentuk dan merupakan ion yang stabil. Sebagian besar senyawa yang terisolasi oleh KOH adalah senyawa golongan fenol, seperti gingerol, shogaol dan homovanilil alkohol.Kata kunci : jahe merah, gingerol, ekstraksi, TLC, GC-MS
BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI MINYAK BUMI DENGAN BAKTERI PETROBA DAN BIOSURFAKTAN Lilis Sugiarti; Fhadilatut Tatqiroh; Amry Syawaalz
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 3 No. 1 (2013): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (879.982 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v3i1.55

Abstract

Bioremediation
ISOLASI DAN KARAKTERISASI KITIN DARI LIMBAH UDANG Mahyudin A. R; Rahmat Yuliandri; Amry Syawaalz
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 1 No. 2 (2011): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.286 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v1i2.26

Abstract

Isolation and Characterization of Chitin From Shrimp Waste           Chitin is a natural biopolymer that is widespread in nature and the second abundance only to cellulose organic compounds are available in the earth. In general, in nature chitin are not included in the free state, but binds to the protein, mineral and pigment in various animal skeletons group of arthropoda, annelida, mollusk, coelenterata, nematodes, insects, and some classes of fungi and the  organic constituent part is very important. Average shrimp shell contains 25-40% protein, 40-50% CaCO3 and 15-20% chitin, but the magnitude of the component content is still dependent on species and habitats. Although chitin is widespread in nature, but the main source that can be utilized as a source of chitin is the use of shrimp waste. This is because the shrimp waste easily obtained in large quantities that can be produced commercially. The purpose of this study was to determine how the isolation of chitin from shrimp waste by chemical processes and their characterization and compare in detail the content of chitin found in the head, body and tail skin of the shrimp. In addition, to determine the effect of insulating phases of chitin to chitin produced. This study is an experimental research by isolation of chitin in the head, body and tail skin of the shrimp. In the early stages of shrimp waste preparation where the head and skin of the body and tail of each shrimp was separated, cleaned, dried, and milled. Chitin isolation process is done by two ways in which the first stage on the way deproteination done first and subsequent demineralization stages. While in the second stage of demineralization way done first, followed deproteination stage. In phase deproteinasi  NaOH  1N solution with a ratio of 1: 10 (by weight of shrimp sample: NaOH 1N). This process was carried out at a temperature of 65oC for three hours. While in the process of demineralization using HCl 2N solution and soaked for 2 hours with a comparison between the  shells samples with HCl used are 1: 15. After that just do the bleaching process. Each repetition of the way done twice. Research results show that the insulating phase difference of chitin used apparently affect the yield and ash content obtained, where the first way yield of chitin and ash content  obtained was higher yield compared to the results obtained of the latter, while the drying process was done would affect water levels  obtained. In the solubility test, partially chitin produced solved in LiCl or dimethylacetamide. Overall chitin obtained meet the requirements of the specification of commercial chitin. In addition, from the head, the skin of the body and the tail of shrimp the higest chitin content ever found was on the skin of the bodyKey words : Isolation, Characterization, Chitin, and Shrimp Waste ABSTRAK           Kitin adalah biopolimer alami yang tersebar luas di alam dan merupakan senyawa organik kedua setelah selulosa yang sangat melimpah di bumi. Pada umumnya kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral dan berbagai macam pigmen pada kerangka hewan golongan Arthropoda, Annelida, Molusca, Coelenterata, Nematoda, beberapa kelas serangga serta jamur dan merupakan bagian konstituen organik yang sangat penting. Rata-rata kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3 dan 15-20% kitin, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut juga masih tergantung kepada spesies dan habitat. Walaupun kitin tersebar luas di alam, akan tetapi sumber utama yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber kitin adalah penggunaan limbah udang. Hal ini dikarenakan limbah udang mudah diperoleh dalam jumlah banyak sehingga dapat diproduksi secara komersial.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara isolasi kitin dari limbah udang dengan proses kimia beserta karakterisasinya dan membandingkan secara terperinci kandungan kitin yang terdapat pada bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh dari tahapan isolasi kitin terhadap kitin yang dihasilkan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan isolasi kitin pada bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang. Pada tahap awal dilakukan preparasi limbah udang dimana bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang masing-masing dipisahkan dan dibersihkan, lalu dikeringkan dan digiling. Proses isolasi kitin dilakukan dengan dengan dua cara dimana pada cara pertama tahap deproteinasi dilakukan terlebih dahulu dan berikutnya tahap demineralisasi. Sementara pada cara kedua tahap demineralisasi dilakukan terlebih dahulu, lalu diikuti tahap deproteinasi. Pada tahap deproteinasi menggunakan larutan NaOH 1N dengan perbandingan 1 : 10 (berat sampel kulit udang : NaOH 1N). Proses ini dilakukan pada suhu 65oC selama tiga jam. Sementara pada proses demineralisasi menggunakan larutan HCl 2N dan direndam selama 2 jam dengan perbandingan antara sampel kulit udang dengan HCl yang digunakan adalah 1 : 15. Setelah itu baru dilakukan proses pemutihan. Masing-masing cara dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tahap isolasi kitin yang digunakan ternyata berpengaruh terhadap rendemen hasil dan kadar abu yang didapatkan, dimana pada cara pertama rendemen hasil kitin dan kadar abu yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen hasil yang didapatkan pada cara kedua, sedangkan proses pengeringan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kadar air yang didapatkan. Pada uji kelarutan, kitin yang dihasilkan larut sebagian dengan  LiCl atau dimetilasetamida. Secara keseluruhan kitin yang diperoleh memenuhi persyaratan dari spesifikasi kitin niaga. Selain itu dari bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang kandungan kitin terbanyak terdapat pada kulit bagian badanKata kunci : Isolasi, karakterisasi, kitin, dan limbah udang
PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DALAM SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK PELEMBAB KULIT Herlina Eva Fitriani; Supriyono Eko Wardoyo; Amry Syawaalz
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 4 No. 2 (2014): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.626 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v4i2.92

Abstract

Effect of Concentration of Pectin in Different Temperature and Storage Time on Characteristics of Skin Moisturizing        The use of pectin as a substituent a synthetic material in the manufacture of skin moisturizers can support the reuse of natural ingredients for skin care . This study aimed to obtain optimum concentrations in the preparation of skin moisturizers and to see the characteristics of skin moisturizer with the addition of the pectin concentration . The result showed the optimum concentration of pectin in the preparation of moisturizing the skin with a concentration of 0.05 % with a characteristic appearance ( viscosity ) was most preferably , the pH value of 7.08 ; a specific gravity of 0.98 g / ml ; viscosity of 2229 cP , emulsion stability of 100 % , and there was no microbial contamination in accordance with the standard of quality of skin moisturizersKeyword:. Pectin, concentration, characteristics, skin moisturizing ABSTRAK         Penggunaan pektin sebagai pensubstitusi bahan sintetik dalam pembuatan pelembab kulit dapat mendukung penggunaan kembali bahan-bahan alami untuk perawatan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimum dalam sediaan pelembab kulit dan mempelajari karakteristik pelembab kulit dengan penambahan konsentrasi pektin.  Hasil penelitian didapatkan konsentrasi optimum pektin dalam sediaan pelembab kulit dengan konsentrasi 0,05 % dengan karakteristik penampakan (kekentalan) yang paling disukai, nilai pH 7,08; bobot jenis 0,98 g/ml; viskositas 2229 cP, stabilitas emulsi 100 %, dan tidak terdapat cemaran mikroba sesuai dengan syarat mutu pelembab kulit..Kata kunci: Pektin, konsentrasi, karakteristik, pelembab kulit
IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA PADA SIMPLISIA DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn.) Mamay Maslahat; Amry Syawaalz; Rahayu Restianingsih
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 3 No. 1 (2013): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1100.23 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v3i1.56

Abstract

Identification