Jeremias Palito
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DONATION-BASED CROWDFUNDING PADA INDUSTRI FINANCIAL TECHNOLOGY DI INDONESIA Jeremias Palito; Enni Soerjati Priowirjanto; Tasya Safiranita Ramli
Literasi Hukum Vol 4, No 2 (2020): Literasi Hukum
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.25 KB)

Abstract

Teknologi pembayaran berkembang dengan pesat. Bank bukan lagi menjadi satu-satunya lembaga pembayaran yang ada. Merupakan financial technology, suatu inovasi dalam bidang finansial yang marak digunakan masyarakat terutama dikarenakan adanya gelombang revolusi industri 4.0. Salah satu bentuk financial technology yang digandrungi masyarakat dalam mencari dana adalah donation-based crowdfunding, yaitu suatu media pembayaran yang mengutamakan pengumpulan dana dari sejumlah banyak kontributor, digunakan untuk menggalang dana kemanusiaan. Namun, platform donation-based crowdfunding terutama yang berbasis sistem elektronik, memiliki kekurangan, di antaranya lemahnya pengaturannya di Indonesia, serta adanya penyelewengan dana terkumpul. Dalam penelitian ini dilakukan metode penelitian kualitatif dengan metode pendekatan yuridis normatif, berspesifikasi deskriptif analitis dan teknik pengumpulan data studi dokumen. Dengan adanya penelitian ini, instrumen hukum mengenai donation-based crowdfunding berbasis sistem elektronik dapat diketahui sehingga dapat ditelaah prosedur perizinan yang harus dimiliki platform serupa donation-based crowdfunding, meminimalisir terjadinya penyelewengan dana, serta agar masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan platform financial technology di Indonesia
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PLATFORM DONATION-BASED CROWDFUNDING BERBASIS SISTEM ELEKTRONIK TERHADAP PARA PIHAK YANG TERLIBAT DI INDONESIA Jeremias Palito; Enni Soerjati Priowirjanto; Tasya Safiranita Ramli
KADARKUM: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2, No 1 (2021): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/kdrkm.v2i1.3223

Abstract

Abstrak            Teknologi informasi berkembang dengan sangat pesat. Financial technology, juga semakin digunakan masyarakat, terutama karena adanya gelombang revolusi industri 4.0. Salah satu bentuk financial technology yang dikenal dan digunakan masyarakat Indonesia yaitu donation-based crowdfunding. Donation-based crowdfunding dapat diartikan sebagai suatu media financial technology yang menggalang dana dari sejumlah banyak kontributor, berupa donasi kemanusiaan. Namun di Indonesia terdapat kelemahan dari praktik financial technology ini, dengan adanya  kecenderungan dari pemilik campaign  untuk menyelewengkan donasi yang telah terkumpul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab yang dimilki oleh platform. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan jenis ini berarti penelitian diadakan dengan melakukan penelitian melalui kepustakaan sebagai bahan penelitian yang utama. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa platform donation-based crowdfunding biasanya lepas dari tanggung jawab apabila terjadi penyelewengan dana atau semacamnya, sehingga pengaturan baru yang secara khusus mengatur mengenai donation-based crowdfunding berbasis sistem elektronik perlu untuk dibentuk.Kata Kunci: teknologi finansial, penggalangan dana berbasis donasi, pertanggungjawaban hukum. Abstract            Information technology is developing very rapidly. Financial technology is also increasingly being used by the community, especially because of the wave of the industrial revolution 4.0. One form of financial technology that is known and used by the Indonesian people is donation-based crowdfunding. Donation-based crowdfunding can be defined as a financial technology medium that raises funds from a large number of contributors, in the form of humanitarian donations. However, in Indonesia there are weaknesses in the practice of financial technology, with the tendency of campaign owners to divert the donations that have been collected. This study aims to determine how the platform has responsibilities. This research was conducted using a normative juridical approach. This type of approach means that research is conducted by conducting research through the literature as the main research material. From the research conducted, it was found that donation-based crowdfunding platforms are usually free of responsibility in the event of misappropriation of funds or the like, so that specific regulations regarding donation-based crowdfunding based on electronic systems need to be formed.Keywords: financial technology, donation-based crowdfunding, legal liability
PEMILIHAN SRI SULTAN HAMENGKUBUWANA PEREMPUAN DALAM KAITANNYA DENGAN OTONOMI KHUSUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jeremias Palito
KADARKUM: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1, No 2 (2020): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/kdrkm.v1i2.2873

Abstract

AbstrakProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari sedikit provinsi di Indonesia yang memiliki otonomi khusus yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia, yaitu berupa Kepala Daerah yang bukan disebut Gubernur, melainkan Sri Sultan Hamengkubuwana. Sri Sultan Hamengkubuwana merupakan gelar yang dimiliki oleh Kepala Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara historis, sejak tahun 1755, seorang Sri Sultan Hamengkubuwana kesemuanya adalah laki-laki, yang dipilih secara otomatis menurut garis keturunan patriarki. Namun masalah muncul ketika Sri Sultan Hamengkubuwana X, yang sekarang sedang menjabat, tidak memiliki keturunan laki-laki. Alhasil, anak perempuan tertua Sri Sultan Hamengkubuwana X yang bergelar GKR Pembayun diberikan gelar baru yaitu GKR Mangkubumi, yang pada dasarnya gelar tersebut diberikan kepada penerus takhta Keraton. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, dengan menelaah peraturan perundang-undangan serta literatur terkait terutama dalam bidang pemerintahan daerah dan hak asasi manusia. Dengan adanya penelitian ini, diketahui bahwa tidak ada peraturan Keraton yang mewajibkan seorang Sri Sultan Hamengkubuwana adalah laki-laki, namun di saat yang sama, pemberian gelar Mangkubumi kepada seorang perempuan dianggap menyalahi adat dan aturan Keraton. Apabila GKR Pembayun yang kini dikenal sebagai GKR Mangkubumi nantinya berhasil menjadi Sri Sultan Hamengkubuwana perempuan pertama, maka hal tersebut akan menjadi tonggak sejarah kontestasi pemilihan kepala daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dapat menjadi kunci utama penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan Keraton.Kata Kunci: Sri Sultan Hamengkubuwana perempuan; otonomi khusus; Provinsi D. I. Yogyakarta, hak asasi manusia. AbstractSpecial Region of Yogyakarta is one of the few provinces of Indonesia that holds a special autonomy that other provinces of Indonesia don’t have, which is not ruled by a Governor, but instead by a Sri Sultan Hamengkubuwana. Sri Sultan Hamengkubuwana is the title that is owned by the Regional Head of Special Region of Yogyakarta. Historically, since the year of 1755, a Sri Sultan Hamengkubuwana has always been a male, which is selected automatically according to the patriarchial lineage. However, problem arises when Sri Sultan Hamengkubuwana X, who is still incumbent, doesn’t have a son. As a result, the oldest daughter of Sri Sultan Hamengkubuwana X who goes by the title GKR Pembayun, is given a new title, GKR Mangkubumi, where basically the title is given for the successor of the throne of Keraton. This research was conducted using a normative juridical approach, by examining statutory regulations and related literature, especially in the field of local government and human rights. With this research, it is known that there is no Keraton regulation that requires a Sri Sultan Hamengkubuwana to be a man, but at the same time, granting the title Mangkubumi to a woman is considered to violate the customs and rules of the Keraton. If GKR Pembayun, now known as GKR Mangkubumi, later succeeded in becoming the first female Sri Sultan Hamengkubuwana, then this would be a milestone in the history of regional head election contestation in the Special Region of Yogyakarta Province, and could be the key for the elimination to discrimation of women in Keraton.Keywords: Female Sri Sultan Hamengkubuwana, special autonomy, Special Region of Yogyakarta, human rights.