Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Perancangan Web Series Film Dokumenter sebagai Media Revitalisasi Kopi Jawa di Ngawonggo, Kaliangkrik, Magelang, Jawa Tengah Widhi Nugroho; I Putu Suhada; Latief Rakhman Hakim; Pius Rino Pungkiawan
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 15, No 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v15i2.3577

Abstract

ABSTRAKRevitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Dalam konteks ini, revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan dengan tanpa mengabaikan sektor lainnya. Pemerintah mewujudkan hal ini dengan mendorong sektor pertanian kopi sebagai salah satu penguat daya saing Indonesia di pasar internasional. Berbicara kopi di Indonesia tidak akan pernah bisa lepas dari sejarah kopi di Jawa. Kopi Jawa (java coffee) yang kemudian sering disebut ini merupakan salah satu cikal bakal dikenalnya Indonesia sebagai salah satu negara terbesar penghasil kopi di dunia. Berdasar uraian tersebut, web series dipilih sebagai media ungkap dalam upaya peran serta memajukan para petani kopi menuju kemandirian serta kedaulatan ekonomi menuju desa berdaya melalui potensi masyarakat desa. Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam perancangan web series ini. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data-data penting secara substantif dalam penyusunan unsur naratif (cerita) berkenaan dengan Kopi Kaliangkrik di Desa Ngawonggo, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Perancangan web series ini bertujuan mewujudkan film dokumenter sebagai salah satu media revitalisasi kopi, terutama kopi jawa. Hasil yang dicapai dalam perancangan web series ini adalah peran serta media sebagai salah satu sarana dalam upaya peningkatan nilai tambah (creating value add) produk pertanian kopi di Indonesia.    Revitalization is the process, method, act of reviving or activating it. In this context, agricultural revitalization implies awareness to place proportional and contextual importance in the agricultural sector, in the sense of refreshing vitality, empowering capabilities and improving agricultural performance in development without ignoring other sectors. The government makes this happen by encouraging the coffee agriculture sector as one of the strengthens of Indonesia's competitiveness in the international market. Talking about coffee in Indonesia can never be separated from the history of coffee in Java. Java coffee (java coffee) which is then often referred to is one of the forerunners of the recognition of Indonesia as one of the largest coffee producing countries in the world. Based on this description, the web series was chosen as a media to express in an effort to participate in advancing coffee farmers towards independence and economic sovereignty towards empowered villages through the potential of rural communities. Qualitative descriptive methods are used in designing this web series. This was done in order to obtain important data substantively in the compilation of narrative elements (stories) regarding Kaliangkrik Coffee in Ngawonggo Village, Kaliangkrik District, Magelang Regency, Central Java Province. The web series design aims to realize documentary films as one of the coffee revitalization media, especially Java coffee. The results achieved in the design of this web series are the role of the media as one of the means in an effort to increase the added value (creating value add) of coffee agricultural products in Indonesia.
Angle Kamera Subjektif dalam Film “Aku Ada” Latief Rakhman Hakim
Rekam: Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Rekam 8
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v0i0.387

Abstract

While watching a movie, the viewers sometimes are get involved to thescreen. The viewers can feel the emotion described in a scene. This is happened due to the projection and imaginary identification processes. The viewers feel as if they have taken part to the scene. However the viewers just passively involved, there is no interaction between the actors/characters and the viewers.A subjective camera angle is the way to invite the viewers to get involvedin the scenes of ‘Aku Ada’ movie. The viewers interact with the actors on that movie through an angle’s point of view variation. The viewers can change the specific actor’s point of view in watching some different events, objects and settings in a scene. Their point of view can also be moved from a certain actor to the other actors, but how if the viewers cannot identify themselves to the movie.This of course can destroy the narrative structure and blur the message delivered by the movie.The originality of the movie “Aku Ada” is to place the viewers to thescenes through a subjective camera angle on the overall shots, and suddenly move the point of view from a certain actor to the others. The viewers will in turn change in involving the act of one actor with the others. This changing of sudden point of view are not be done by the previous movies to be a reference. The application of subjective camera angle in the movie “Aku Ada” can built up the viewer’s interaction to the scenes on the movie. They can project themselves on the movie scenes and can identify themselves to be involved in the movie “Aku Ada” through interaction or eye-contact with the characters on the movie.
PENYUTRADARAAN FILM DRAMA ”DUA PULUH EMPAT JAM LEBIH” DENGAN ANGLE KAMERA SUBJEKTIF UNTUK MENEMPATKAN PENONTON SEBAGAI TOKOH UTAMA Hananda Praditasari; Dyah Arum Retnowati; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (587.954 KB) | DOI: 10.24821/sense.v2i2.5080

Abstract

ABSTRAKKarya tugas akhir penyutradaraan film fiksi drama “Dua Puluh Empat Jam Lebih” merupakan sebuah karya yang dikemas dengan angle kamera subjektif. Menceritakan tentang sudut pandang seorang laki-laki yang sangat mencintai kekasihnya, namun tidak direstui dari pihak orang tua perempuan. Dirinya tidak dapat menerima kenyataan sehingga mengalami trauma dan stres berkepanjangan.Film fiksi drama yang dikemas dengan angle kamera subjektif pada umumnya jarang digunakan. Konsep ini dipilih dengan pertimbangan akan memperlihatkan bentuk halusinasi seseorang yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia yang penderitanya tidak dapat membedakan antara halusinasi dan kenyataan.Konsep estetika film “Dua Puluh Empat Jam Lebih” dengan angle kamera subjektif secara menyeluruh dari awal hingga akhir cerita. Membuat perekam dari titik pandang tokoh utama yang bertindak sebagai mata penonton. Angle kamera subjektif Adalah salah satu cara yang tepat untuk menempatkan penonton sebagai tokoh utama dalam setiap adegan. Kata Kunci : Penyutradaraan, Film Fiksi, Angle Kamera Subjektif
Tata Cahaya High Contrast sebagai Pendukung Unsur Dramatis pada Film Horor “Derana Dara” Bakti Taufikurrrahman; Alexandri Luthfi Rahman; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.279 KB) | DOI: 10.24821/sense.v4i1.5850

Abstract

Terjadinya tindak kekerasan dan pelecehan pada anak antaralain, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi orang tua, kemauan yang tak realitas kepada kecakapan dan perilaku anak, isolasi sosial, pemasalahan obat-obatan terlarang dan alkohol, serta permasalahan dalam rumah tangga. Kekerasan anak dapat mencakup: penyiksaan jasmani, penyiksaan emosi, pengabaian, dan pelecehan seksual. Permasalahan ini yang dirasa tepat untuk menjadi latar belakang konflik pada film fiksi horror yang akan dibuat dengan menggunakan tata cahaya yang akan mendukung unsur dramatis.Film horor “Derana Dara” mengisahkan tentang sebuah keluarga baru yaitu Laura, Deni dan putri mereka yang bernama Dara. Keluarga ini semula sangat harmonis, namun berubah menjadi berantakan karena kelakuan bejat Deni, yang menyebabkan Dara trauma yang pada akhirnya menyebabkan Dara bunuh diri, lalu menghantui ibunya untuk balas dendam. Tata cahaya high contrast yang akan digunakan didalam film “Derana Dara” Tata cahaya akan membangun mood dan suasana yang bersifat dingin, intim bernuansa misteri, serta mencekam. Perancangan tata cahaya sendiri merupakan faktor pendukung unsur dramatis  secara visual, dengan tata cahaya high contrast  yang di mendominasi detail seperti texture, bayangan, dan kedalaman ruang akan meningkatkan kesan menakutkan, dan mencekam. Elemen natural seperti cahaya kilatan petir akan mendukung suasana mencekam dan meneggangkan di dalam film “Derana Dara”Kata Kunci: Film, Unsur Dramatis, Tata Cahaya High Contrast. 
MEMBANGUN VISUAL STORYTELLING DENGAN KOMPOSISI DINAMIK PADA SINEMATOGRAFI FILM FIKSI “ASMARADANA” Tri Adi Prasetyo; Dyah Arum Retnowati; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 2 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1162.818 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i2.3492

Abstract

Karya tugas akhir penciptaan seni yang berjudul Membangun Visual Storytelling Dengan Komposisi Dinamik Pada Sinematografi Film Fiksi “Asmaradana” merupakan sebuah karya film pendek yang mengangkat kisah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Konflik utama yang terjadi adalah tokoh Jaya selalu mengorbankan perasaan dan fisiknya demi bukti cinta kepada tokoh Ratih, tetapi justru Ratih mengalami atau menderita sebuah kelainan seksual.Secara umum film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Di dalam unsur sinematik terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sinematografi, mise-en-scene, editing, dan suara. Sinematografi dapat dikatakan sebagai menulis dengan cahaya ke dalam sebuah gerakan gambar, sehingga sangat bergantung serta berhubungan erat pada bidang fotografi.Konsep estetik pada penciptaan karya seni film fiksi “Asmaradana” menggunakan komposisi dinamik sebagai media untuk membangun sebuah visual storytelling pada film fiksi. Visual Storytelling adalah penyampaian cerita secara naratif melalui urutan kejadian-kejadian tertentu dengan menggunakan image- image visual atau grafik, baik bergerak maupun diam. Penggunaan komposisi dinamik pada sinematografi film fiksi “Asmaradana” bertujuan untuk menyampaikan ketidakharmonisan antar karakter tokoh cerita, melalui dominasi ukuran dan posisi objek utama pada penataan elemen-elemen visual komposisi gambar di dalam bidang sinematografi.
DYNAMIC SHOT UNTUK MEMPERKUAT REALITAS PADA SINEMATOGRAFI FILM MOCKUMENTARY “BOOKING OUT” Khanif Irkham Muzaki; Arif Eko Suprihono; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.824 KB) | DOI: 10.24821/sense.v3i2.5108

Abstract

ABSTRACTThe final project of art creation entitled "Dynamic Shot to Strengthen Reality in The Cinematography of Mockumentary film production “Booking Out” is taking form in a mockumentary film that raises the issue of sexuality in Indonesian society, especially at the city of Yogyakarta.  The film tells the story of a fake online sex worker who wants to gain profit by tricking a man on the internet whose think that he is a sexual worker and paying him money, but in the end he's being caught by the police because of fraud, exploitation, misuse of data along with his sister-in-law's report to the police. Mockumentary film is a work of fictional film which has a visual structure resembling a documentary film and must be able to build its own reality.  Cinematography is one of the fragment of how filmmaker could tell a narrative through visuals and it consists of three aspects, namely camera film, framing and image duration, and that should be one of the main concerns in the creation of a mockumentary film.  The use of dynamic shot as a cinematographic concept in the creation of a mockumentary film "Booking Out" can maximize the exploration of motion on the camera through the use of long take, handheld, and zoom techniques, this is useful as an enhancer of the reality especially in the visual look and mood or atmosphere of the mockumentary film. Keyword : Cinematography, Dynamic Shot, Reality, Mockumentary Film  ABSTRAK            Karya tugas akhir penciptaan seni berjudul Dynamic Shot Untuk Memperkuat Realitas Pada Sinematografi Film Mockumentary “Booking Out” merupakan sebuah karya film mockumentary yang mengangkat isu seksualitas di masyarakat Indonesia, khususnya kota Yogyakarta. Film Mockumentary “Booking Out” bercerita mengenai seorang pekerja seks online palsu, menginginkan keuntungan banyak dari pekerjaannya, namun justru tertangkap polisi karena kasus penipuan, eksploitasi, dan penyalahgunaan data dengan pelapor adik iparnya sendiri.Film mockumentary merupakan sebuah karya film fiksi yang  memiliki struktur visual menyerupai film dokumenter haruslah dapat membangun sebuah realitas kehidupan yang nyata. Sinematografi sebagai salah satu bagian dari cara bertutur sebuah film melalui visual terdiri dari tiga aspek yaitu kamera dan film, framing serta durasi gambar, patutlah menjadi salah satu perhatian utama dalam penciptaan sebuah film mockumentary. Penggunaan dynamic shot sebagai konsep sinematografi pada penciptaan film mockumentary “Booking Out”  dapat memaksimalkan eksplorasi gerak pada kamera melalui penggunaan teknik longtake, handheld, dan juga zoom, hal ini berguna sebagai pemerkuat realitas look (nuansa) dan mood (suasana) sebuah film mockumentary. Kata Kunci : Sinematografi, Dynamic Shot, Realitas, Film Mockumentary