Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

EATING OUT SEBAGAI GAYA HIDUP (Studi Kasus Fenomena Remaja Kota Banda Aceh di Restoran Canai Mamak KL) Fajarni, Suci
Aceh Anthropological Journal Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v3i1.2784

Abstract

Kegiatan konsumsi mendorong seseorang untuk mereproduksi kehidupannya. Kondisi ini berimplikasi pada menjamurnya restoran, café-café, foodcourt, warung kopi, dan berbagai gerai makanan lainnya. Kajian ini diharapkan mampu mengembangkan wawasan terkait dengan perkembangan gaya hidup remaja Kota Banda Aceh yang mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang muncul dari aktivitas eating out. Subjek penelitian adalah kaum remaja yang berusia 17 sampai dengan 30 tahun. Secara garis besar, penelitian ini menunjukkan bahwa eating out telah mewujud dalam kehidupan remaja Kota Banda Aceh dan menjadi kegiatan yang sudah biasa dilakukan sehingga menjadi gaya hidup (life style). Ia berhubungan dengan persoalan selera, habitus seseorang, lingkungan,dan interaksi sosial. Eating out juga dapat menjadi arena bertemunya bentuk-bentuk modal, habitus dan praktek sosial remaja.
KHANDURI APAM: REPRESENTATION OF THEOLOGICAL VALUES IN ACEH’S LOCAL CULINARY BANQUET TRADITIONS Suci Fajarni; Suci Dihanna; Taslim H.M. Yasin
International Conference on Social and Islamic Studies Proceedings of the International Conference on Social and Islamic Studies (SIS) 2021
Publisher : International Conference on Social and Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Khanduri Apam is one of the traditions or custom of banquets that has been passed down from generation to generation among the Acehnese, especially in Pidie Regency. The banquet was carried out by consuming local Aceh culinary, namely Apam cake (Serabi Cake in Bahasa) along with Aceh's typical tuhe sauce. As a society that is thick with Islamic values, Khanduri Apam was held with the aim of welcoming the month of Rajab as well as commemorating the Isra' Mi'raj event of the Prophet Muhammad Saw. Khanduri Apam is routinely held every seventh month in the Aceh calendar system, or what is known as Buleun Apam which is equivalent to Rajab Month in the Hijri Calendar. This study aims to describe the representation of theological values ​​contained in the implementation of the Khanduri Apam tradition among the people of Ulee Tutue Raya Village, Delima District, Pidie Regency, Aceh Province. The research method used is descriptive analytical qualitative method with data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. The determination of informants is done by purposive sampling technique. The results of the study show that Khanduri Apam represents 5 theological values, namely: 1) divine values ​​(worship, alms); 2) social values ​​(togetherness, cooperation, tolerance); 3) spiritual value (commemorating Isra 'Mi'raj); 4) ritual values ​​(remembering and praying for the spirits); and 5) intellectual values ​​(preserving customs as well as local cuisine). Regarding the representation of intellectual values, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan of Pidie Regency also participated by instructing all schools in Pidie Regency, from kindergarten, elementary, to junior high education levels, to hold Khanduri Apam in the school environment as an effort to maintain the continuity of this tradition among the younger generations, so that they can recognize and maintain these traditions in the midst of the onslaught of contemporary culinary. The Khanduri Apam tradition has a rooted relevance to Islamic religious values ​​which are considered not contrary to Islamic Sharia Law. So that the dialectic of Islam with cultural realities will continue to be intertwined with the values ​​of Islamic theology throughout its history.
Teori Kritis Mazhab Frankfurt: Varian Pemikiran 3 (Tiga) Generasi Serta Kritik Terhadap Positivisme, Sosiologi, dan Masyarakat Modern Suci Fajarni
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 24, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v24i1.13045

Abstract

The Critical Theory of the Frankfurt School through its emancipatory vision requires a new paradigm in social science that can liberate humans from the economic domination of capitalism, various established ideologies, and social order that is oppressive and unfair. This article aims to: 1) review in detail the variants of Critical Theory thought developed by the first, second, and third generations of the Frankfurt School; 2) explain the criticisms of Critical Theory on positivism; 3) describe the criticisms of Critical Theory on Sociology; and 4) reviewing the criticisms of Critical Theory on modern society. By using a qualitative approach and library research design, as data mining techniques, this study concludes that: 1) There are differences of thought among the three generations of the Frankfurt School. The first generation has built the foundation of Critical Theory towards the ideas of emancipation while acknowledging the subject-object relation, as well as agreeing to objectification. Jurgen Habermas as the second generation through his communicative action theory framework answers the stagnation of the first generation by emphasizing his Critical Theory on developing the subject's argumentative capacity. The third generation of thought by Axel Honneth departs from ethical interests through recognition; 2) Critical Theory criticizes positivism for preserving the status quo so that it fails to get out of the existing problems and preserving these problems; 3) Critical Theory criticizes Sociology because it is considered ideological, neutral, passive, and too focused on methodology, thus failing to build public awareness to overcome unequal and unfair realities; 4) Critical theory states that modern society went through cultural repression, where certain social and cultural obligation was institutionalized by the capitalistic economy. Those capitalism ethics makes humans view other humans as things or objects. Abstrak: Teori Kritis Mazhab Frankfurt melalui visi emansipatorisnya menghendaki sebuah paradigma baru dalam ilmu pengetahuan sosial yang mampu membebaskan manusia dari dominasi ekonomi kapitalisme, ragam ideologi mapan, serta tatanan sosial yang penuh penindasan dan ketidakadilan. Artikel ini bertujuan untuk: 1) mengulas secara rinci varian pemikiran Teori Kritis yang dikembangkan oleh generasi pertama, generasi kedua, dan generasi ketiga Mazhab Frankfurt; 2) menjelaskan kritik-kritik Teori Kritis terhadap positivisme; 3) memaparkan kritik-kritik Teori Kritis terhadap Sosiologi; serta 4) mengulas kritik-kritik Teori Kritis terhadap masyarakat modern. Melalui pendekatan kualitatif dengan desain library research, artikel ini menyimpulkan bahwa: 1) Terdapat perbedaan pemikiran diantara ketiga generasi Mazhab Frankfurt. Generasi pertama telah membangun fondasi Teori Kritis ke arah emansipatoris dengan tetap mengakui relasi subjek-objek, sekaligus mengamini objektifikasi dan kemudian mengalami kebuntuan pemikiran akibat terjebak dengan kritik yang mereka buat sendiri. Jurgen Habermas sebagai generasi kedua melalui kerangka teori tindakan komunikatifnya menjawab kebuntuan generasi pertama dengan menitikberatkan Teori Kritisnya pada pengembangan kapasitas argumentatif subjek. Adapun pemikiran generasi ketiga oleh Axel Honneth berangkat dari kepentingan etis melalui jalan pengakuan; 2) Teori Kritis mengkritik positivisme karena melanggengkan status quo, sehingga ia tidak mampu keluar dari permasalahan yang ada melainkan melanggengkan permasalahan tersebut; 3) Teori Kritis mengkritik Sosiologi karena dianggap bersifat ideologis, netral, pasif, dan terlalu fokus pada metodologi, sehingga gagal dalam membangun kesadaran masyarakat agar dapat mengadakan perubahan terhadap realitas yang penuh dengan ketimpangan dan ketidakadilan; 4) Teori Kritis menyatakan bahwa masyarakat modern mengalami represi kultural, yakni suatu kondisi di mana tuntutan sosial budaya tertentu dilembagakan oleh tatanan ekonomi kapitalisme. Prinsip kinerja kapitalis tersebut membuat manusia memandang yang lain sebagai benda (things) atau objek.
ANALISIS PERILAKU PENCARIAN INFORMASI MAHASISWA DIFABEL NETRA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA SELAMAMASA PANDEMI COVID-19 T Mulkan Safri; Ro'fah Ro'fah; Suci Fajarni
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN (JIPER) Vol 4, No 1 (2022) Maret
Publisher : Unversitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jiper.v4i1.8318

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji: 1) kebutuhan informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; 2) karakteristik sumber informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; 3) perilaku pencarian informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; dan 4) hambatan-hambatan yang dihadapi oleh mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam memperoleh informasi selama Pandemi Covid-19. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan interpretatif. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive, yakni mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi, sebanyak 3 orang mahasiswa. Ketiga mahasiswa difabel netra tersebut tergolong dalam kategori kehilangan penglihatan dengan derajat lemah atau rendah (low vision). Artikel ini menyimpulkan bahwa terdapat tiga jenis kebutuhan informasi mahasiswa difabel netra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang terdiri dari: 1) jenis everyday need approach; 2) jenis current need approach; 3) jenis catching-up need approach. Selain itu terdapat 2 karakteristik sumber perolehan informasi mahasiswa difabel netra berdasarkan. Pertama, sumber informasi mandiri, dan kedua, sumber informasi bantuan, yakni sumber informasi yang didapatkan oleh mahasiswa difabel netra dengan cara meminta bantuan relawan atau mengakses layanan bantuan pendampingan dari relawan PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun perilaku pencarian informasi mahasiswa difabel netra yang dianalisis dengan menggunakan 8 tahapan model Ellis yang terdiri dari: 1) starting: 2) chaining; 3) browsing; 4) differentiating; 5) monitoring; 6) extracting; 7) verifying; dan 8) ending. Penulis juga berhasil menyimpulkan bahwa 1 dari 3 orang mahasiswa difabel netra UIN sunan Kalijaga Yogyakarta menggunakan seluruh tahapan dalam proses pencarian informasi dengan menggunakan model tersebut. Artikel ini juga mengidentifikasi 7 (tujuh) bentuk hambatan pencarian informasi yang dialami oleh mahasiswa difabel netra pada masa pandemi Covid-19.
Kostribusi Glidik Terhadapa Ekonomi Keluarga: Dari Pemenuhan Materi Hingga Konsep Saving (Studi Kasus Pada Masyarakat Pedukuhan Sompok, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul) Suci Fajarni
Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi) Vol 9, No 1 (2016): Politik dan Perubahan Sosial
Publisher : Sociology Department Of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.106 KB)

Abstract

Fenomena menjamurnya sektor informal di perkotaan merupakan salah satu dampak yang tidak direncanakan dari kebijakan pembangunan ekonomi politik Orde Baru, di mana hal tersebut ikut mentransformasikan masyarakat desa dengan bekerja di kota pada pagi hari dan kembali ke desa pada sore hari. Secara lokal istilah tersebut dikenal sebagai Glidik. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memahami dinamika glidik dan kontribusinya terhadap perbaikan ekonomi keluarga di Pedukuhan Sompok, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari sebelah Selatan Kota Yogyakarta. Metode studi kasus (case study) digunakan untuk mencapai tujuan penelitian  dengan  khalayak  sasaran  warga  pelaku  glidik  di  luar  desa  yang berasal dari Pedukuhan Sompok. Teknik pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa   kecenderungan untuk bekerja di sektor non pertanian diperkotaan mulai berkembang di masyarakat dengan  di  dukung  oleh  tersedianya  sarana  transportasi  yang  memudahkan masyarakat untuk beralih mencari kerja di sektor informal. Glidik bagi masyarakat Sompok tidak hanya membantu mengurangi beban perekonomian dan masalah sosial (pengangguran terbuka dan kemiskinan) di masyarakat, namun  glidik  juga  berkontribusi  penuh  untuk  memenuhi  keperluan  rumah tangga   jangka   panjang   masyarakat   di   Pedukuhan   Sompok,   baik   untuk kebutuhan primer seperti konsumsi, maupun untuk pemenuhan kebutuhan- kebutuhan yang bersifat sekunder. Hal ini terbukti dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa penghasilan dari bekerja sebagai glidik pada keluarga di Pedukuhan Sompok tidak lagi digunakan untuk sekedar pemenuhan materi semata, namun juga memenuhi konsep penyimpanan (saving). Kata Kunci: Glidik, Ekonomi Masyarakat Desa, Konsep Saving
EATING OUT SEBAGAI GAYA HIDUP (Studi Kasus Fenomena Remaja Kota Banda Aceh di Restoran Canai Mamak KL) Suci Fajarni
Aceh Anthropological Journal Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v3i1.2784

Abstract

Kegiatan konsumsi mendorong seseorang untuk mereproduksi kehidupannya. Kondisi ini berimplikasi pada menjamurnya restoran, café-café, foodcourt, warung kopi, dan berbagai gerai makanan lainnya. Kajian ini diharapkan mampu mengembangkan wawasan terkait dengan perkembangan gaya hidup remaja Kota Banda Aceh yang mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang muncul dari aktivitas eating out. Subjek penelitian adalah kaum remaja yang berusia 17 sampai dengan 30 tahun. Secara garis besar, penelitian ini menunjukkan bahwa eating out telah mewujud dalam kehidupan remaja Kota Banda Aceh dan menjadi kegiatan yang sudah biasa dilakukan sehingga menjadi gaya hidup (life style). Ia berhubungan dengan persoalan selera, habitus seseorang, lingkungan,dan interaksi sosial. Eating out juga dapat menjadi arena bertemunya bentuk-bentuk modal, habitus dan praktek sosial remaja.
Peran Ulama dalam proses Rekonsiliasi Pasca Konflik di Aceh Muhammad Sahlan; Suci Fajarni; Siti Ikramatoun; Ade Ikhsan Kamil; Iromi Ilham
Society Vol 7 No 2 (2019): Society
Publisher : Laboratorium Rekayasa Sosial FISIP Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.541 KB) | DOI: 10.33019/society.v7i2.106

Abstract

In the context of Aceh, the word “Ulama" refers to an Islamic scholar who own boarding school (In Aceh language known as Dayah) or a leader of an Islamic boarding school (known as Teungku Dayah). Ulama become "the backbone" of any social problem and play strategic and influential roles in Acehnese society. However, The Ulama roles have changed in the post-conflict era in Aceh. The assumption that Ulama are unable running their authorities in Acehnese society especially in the post-conflict era. Ideally, their roles are needed in the reconciliation regarding the agents of reconciliation who have authority like the Ulama and are trustworthy by Acehnese society. Therefore, this article aims to discuss the position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh. To investigate the problem, a descriptive qualitative method was used, where the method is to describe the nature of a temporary situation that occurs when the research is carried out in detail, and then the causes of the symptoms were examined. The data were literature studies, participatory observation, and in-depth interviews. The results of this research showed that during an important period of Aceh's history, the Ulama constantly become guardians that provide a religious ethical foundation for each socio-political change in Aceh, and subsequently they also act as the successor to the religious style that developed in the society. Even the formation and development of the socio-political and cultural system occurred partly on the contribution of the Ulama. The position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh can be found in four ways. Firstly, knowledge transmission. Secondly, as a legal decision-maker which refers to Sharia law, especially related to the reconciliation process. Thirdly, as a mediator. Fourthly, cultural roles in the form of ritual or ceremonial guides that are carried out when the parties of the conflict have met an agreement to reconcile.
Pelaksanaan Siyāsah Syar‘iyyah di Aceh Suci Fajarni
Jurnal Sosiologi Agama Vol 9, No 1 (2015)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.997 KB) | DOI: 10.14421/jsa.2015.091-06

Abstract

Siyāsah Syar’iyyah merupakan sistem politik yang mengelola urusan pemerintahan dan rakyat Islam dalam setiap aspek. Kaedah pengelolaan tersebut berdasarkan dalil-dalil syari’ah yang terdiri dari alQur’an dan SunnahNabi yang ditafsirkan oleh para ulama. Jika kaedah pengelolaan tersebut tidak disebut dalam dalil al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka ia diambil dari pendapat imam mujtahid dengan syarat tidak bertentangan dengan ketetapan-ketetapan umum dan kaedah-kaedah yang ditetapkan oleh syari’at Islam.Tujuan utama dari pelaksanaan Siyāsah Syar‘iyyah adalah memastikan kepentingan umum masyarakat agar terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya masyarakat dari kemudharatan.Tulisan ini mengkajipraktek Siyāsah Syar‘iyyah di Provinsi Aceh yang dibahas melalui dua kebijakanyakni:(1)penerapan syari’at Islam; dan (2) institusionalisasi Wilāyat al-Ĥisbah (WĤ).Kata kunci:Siyāsah Syar‘iyyah, Syari’at Islam, Wilāyat al-Ĥisbah (WĤ).
Pengaruh Tradisi Khanduri Toet Apam di Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie Suci Dihanna; Suci Fajarni
Jurnal Pemikiran Islam Vol 2, No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jpi.v2i1.13142

Abstract

Khanduri Apam is a tradition that has been practiced for generations by the community of Pidie Regency. In the ancient times,  this tradition was very Islamic. Over the years, this tradition has changed. This study aims to determine the procession of the khanduri apam tradition and its influence on social, cultural, and religious values in society. The purpose of this study was to explain  the Khanduri Apam tradition in the Delima community, Pidie. This study uses a qualitative method. Data collection was carried out from observations, interviews, and relevant literatures. The results showed that the Khanduri Apam  had an influence on the religious life of the community in terms of Khanduri Apam considered as worship, especially when it regarded as sedekah, besides the Khanduri Apam tradition also gave a feeling of happiness to those who carried it out and who received the sedekah. For the Delima community, the Khanduri Apam tradition has been entrenched and carried out for generations by the community, and they set the month of Ra'jab as the month of practising this tradition.  AbstrakKhanduri Apam merupakan salah satu tradisi yang dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat di Kabupaten Pidie. Pada zaman dahulu Tradisi Khanduri Apam ini sangat kental dengan Budaya Islami. Seiring perkembangan zaman tradisi ini telah mengalami perubahan dari sisi pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosesi tradisi khanduri apam dan pengaruh dari pelaksanaan tradisi tersebut terhadap kehidupan sosial, agama, dan kebudayaan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tradisi Khanduri Apam dalam masyarakat Delima, Pidie. Dalam penelitian ini, pendekatan metode yang digunakan adalah pendekatan metode kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan mulai dari observasi, wawancara, hingga pengumpulan dokumen yang diperlukan untuk mendukung hasil penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tradisi Khanduri Apam di Kecamatan Delima Kabupaten Pidie memberikan pengaruh terhadap kehidupan agama masyarakat, yang mana Khanduri Apam akan menjadi nilai ibadah jika diniatkan untuk bersedekah, selain itu tradisi Khanduri Apam juga berpengaruh terhadap kebahagiaan bagi mereka yang melaksanakan teot apam dan yang menerima sedekah apam, mereka yang menerima selain masyarakat umum, anak yatim, fakir maskin dan para tetangga di sekitar rumah. Bagi masyarakat Delima Tradisi Khanduri Apam sudah membudaya dan dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat, dan mereka menetapkan bulan Ra’jab sebagai bulan teot apam dan Khanduri Apam.
Integrasi Tipologi Paradigma Sosiologi George Ritzer dan Margaret M. Poloma Suci Fajarni
Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI) Vol 1 No 2 (2020)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jsai.v1i2.554

Abstract

Sociology as a science has a variety of paradigms born of social scientists. Some of these are the sociology paradigm according to George Ritzer (which consists of a social facts paradigm, a social definition paradigm, a social behavior paradigm), and a sociology paradigm according to Margaret M. Poloma (consisting of a naturalistic / positivistic paradigm, a humanistic / interpretative paradigm, and a paradigm evaluative). This article aims to integrate between the sociology paradigm according to Ritzer and the sociology paradigm according to Poloma through comparative analysis that refers to paradigm elements consisting of ontological, epistemological, methodological, and axiological dimensions.