Ulce Oktrivia
Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

NEOLITHIC OCCUPATIONS ON THE SOUTHERN SLOPE OF THE MÜLLER MOUNTAINS: NANGA BALANG AND MUARA JOLOI (OKUPASI NEOLITIK DI LERENG SELATAN PEGUNUNGAN MÜLLER: NANGA BALANG DAN MUARA JOLOI) Vida Pervaya Rusianti Kusmartono; Ulce Oktrivia
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 4 No. 1 (2018): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2644.578 KB) | DOI: 10.24832/ke.v4i1.37

Abstract

A neolithic occupation in Kalimantan is marked by an open space near the water source and biodiversity which are potential for cultivation. Other characteristics of a neolithic occupation are the presence of archaeological items that suggest a sedentary lifestyle such as pottery, stone adzes, bark-cloth-beaters, and an indication of the arrival of the Austronesia-language-speaking people. Of the sites examined so far, there are two sites indicating open occupations in the southern slope of the Müller Mountains from around 3000-2000 years ago, the Nanga Balang and Muolo Joloi. Both sites are practically located in the heart of Kalimantan in the dense interior of the tropical rainforest. This research discusses the characteristic of Neolithic culture in Nanga Balang and MuaraJoloi to understand their variabilities. The research method used here is descriptive-comparative approach. The result of this research provides information on human strategies in interacting with the natural environment of the tropical rainforest. Keywords: Kalimantan, tropical rainforests, Neolithic occupation, radiocarbon dating, occupation characteristic, human survival. Okupasi neolitik di Kalimantan ditandai oleh ruang terbuka dekat sumber air dan keanekaragaman hayati yang potensial untuk perladangan. Karakteristik lain dari okupasi neolitik adalah keberadaan benda-benda arkeologi yang menunjukkan gaya hidup menetap seperti tembikar, adu batu, pemukul kulit kayu, dan indikasi kedatangan orang-orang berbahasa Austronesia. Dari situs yang diteliti sejauh ini, ada dua situs yang menunjukkan okupasi terbuka di lereng selatan Pegunungan Müller dari sekitar 3000-2000 tahun yang lalu, Nanga Balang dan Muara Joloi. Kedua lokasi tersebut praktis terletak di jantung Kalimantan di pedalaman hutan hujan tropis yang lebat. Penelitian ini membahas karakteristik budaya neolitik di Nanga Balang dan Muara Joloi untuk memahami variasinya. Metode penelitian yang digunakan di sini adalah pendekatan deskriptif-komparatif. Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang strategi manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan alam hutan hujan tropis pada masa lalu. Kata kunci: Kalimantan, hutan hujan tropis, okupasi neolitik, pertanggalan radiokarbon, karakteristik okupasi, kelangsungan hidup manusia
E-MUSEUM: KOMODIFIKASI INFORMASI KOLEKSI MUSEUM Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 8 No 1 (2014): April 2014
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v8i1.102

Abstract

Dewasa ini informasi dapat menyebar dalam hitungan detik tanpa terbatas pada ruang dan waktu. Setiap orang di penjurudunia dapat mengakses informasi dari seluruh dunia dengan hanya duduk di dalam rumah. Museum sebagai lembaga yang bertugasuntuk kepentingan studi, pendidikan, dan kesenangan juga dituntut untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan akurat. Salah satucara agar informasi yang dimiliki oleh museum dapat diakses dengan cepat dan akurat adalah dengan e-museum. Permasalahan yangmuncul adalah bagaimanakah bentuk e-museum, apakah yang menjadi prioritas isi dari e-museum, dan bagaimanakah museummengatasi dampak yang timbul sebagai akibat dari e-museum. Makalah ini bersifat deskriptif komparatif. Segala data tentang e-museumakan dibandingkan. Data yang digunakan adalah data pustaka baik dari buku maupun internet. Hasil dari desk research ini adalah duabuah bentuk e-museum yaitu e-museum berbentuk web site yang sudah banyak digunakan dan e-museum berbasis sistem informasigeografis. Isi dari e-museum akan lebih baik jika difokuskan pada data mengenai seluruh koleksi museum beserta kesejarahannya.Hadirnya museum mungkin saja membuat orang tidak perlu datang ke museum, namun cukup dengan mengakses internet. Oleh sebabitu, museum dituntut untuk lebih interaktif dengan memberikan workshop singkat kepada pengunjung museum.
LIANG ULIN 2: INFORMASI BARU PRASEJARAH KALIMANTAN SELATAN Nia Marniati Etie Fajari; Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 9 No 2 (2015): OKtober 2015
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v9i2.122

Abstract

Kawasan karst Mantewe yang menjadi bagian jalur Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan memiliki dataarkeologi yang penting untuk memberikan gambaran kehidupan prasejarah Kalimantan. Liang Ulin 2 yang berada digugusan Bukit Ulin di Desa Sukadamai, Kecamatan Mantewe merupakan ceruk yang memiliki bukti hunian manusia padamasa prasejarah. Morfologi Liang Ulin 2 memiliki karakteristik yang unik, yaitu terdiri atas tiga tingkat teras gua yang beradadi tebing kapur Bukit Ulin. Teras gua dengan temuan arkeologi terdapat pada tingkat yang paling atas, yang kemudiandisebut Liang Ulin 2A. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan terkait dengan apa bentuk data arkeologiyang terdapat di Liang Ulin 2. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan survei arkeologi dan ekskavasi dilantai ceruk Liang Ulin 2A. Data yang diperoleh dianalisis dengan pilihan metode analisis yang sesuai dengan rumusanpermasalahan. Penjelasan bentuk data arkeologi yang terdapat di Liang Ulin 2 memberikan gambaran mengenai kehidupanmanusia pada masa prasejarah terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
SITUS PULAU SIRANG: DATA BARU JEJAK PALEOLITIK DI KALIMANTAN (PULAU SIRANG: NEW DATA ON THE PALAEOLITHIC IN KALIMANTAN) Nia Marniati Etie Fajari; nfn Jatmiko; Imam Hindarto; Eko Herwanto; Yuka Nurtanti Cahyaningtyas; Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 12 No 1 (2018): NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2018
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2011.884 KB) | DOI: 10.24832/nw.v12i1.249

Abstract

Jejak budaya paleolitik di Kalimantan ditemukan di lembah Sungai Riam Kanan, yaitu di situs Awang  Bangkal dan Rantau Balai. Data arkeologi yang ditemukan di situs-situs tersebut berupa kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, kerakal dipangkas, dan fragmen serpih. Debit air waduk Riam Kanan yang akhir-akhir ini mengalami penurunan secara signifikan memunculkan situs yang semula tenggelam, yang disebut Pulau Sirang. Fenomena ini memunculkan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan bentuk, sebaran, dan kronologi data arkeologi. Penelitian ini merupakan penelitian penyelamatan yang bertujuan untuk mengumpulkan,  dan mendokumentasikan data arkeologi sebanyak mungkin dengan rangkaian metode penelitian survei, ekskavasi, dan analisis. Kami laporkan hasil survei dan ekskavasi di Pulau Sirang berupa (dalam terminologi Movius) kapak perimbas, kapak penetak, proto pahat genggam, kapak genggam, serpih, serut,bilah, lancipan, fragmen serpih, perkutor, batu inti, dan tatal. Sebaran artefak batu tersebut terkonsentrasi di permukaan Pulau Sirang utama, dan beberapa ditemukan di pulau-pulau lain di sekitarnya.Palaeolithic sites in Kalimantan are located in the Riam Kanan Valley at the Awang Bangkal and Rantau Balai sites. Lithics include pebble tools, hand-axes, flakes and debitage. Power plant construction has recently lowered the level of the Riam Kanan reservoir, revealing a formerly submerged site with surface lithics called Pulau Sirang. This phenomenon raises questions on the morphology of lithics, and their distribution and chronology. The present investigation is a rescue research which aims to collect and record as many archaeological data as possible by a sequence of method comprising survey, excavation, and analysis. We report on archaeological survey and excavation at Pulau Sirang, a site which has yielded (in Movius terminology) a range of choppers, chopping tools, proto-hand-adzes, hand-axes, flakes, scrapers, blades, points, flake shatter, awls, cores, and debitage. The distribution of these lithics is concentrated on the surface of the main Pulau Sirang, and some are also found on other small emergent islands around it.
KERANGKA MANUSIA DARI SITUS GUA JAUHARLIN 1, KOTA BARU, KALIMANTAN SELATAN [THE HUMAN SKELETON FROM GUA JAUHARLIN 1, KOTA BARU, KALIMANTAN SELATAN] Delta Bayu Murti; Eko Herwanto; Nia Marniati Etie Fajari; Ulce Oktrivia; Gregorius Dwi Kuswanta; Muhammad Wishnu Wibisono; Toetik Koesbardiati
Naditira Widya Vol 14 No 2 (2020): NADITIRA WIDYA VOLUME 14 NOMOR 2 OKTOBER 2020
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v14i2.423

Abstract

Penelitian di situs Gua Jauharlin 1 telah dilakukan selama dua tahun, pada 2018 dan 2019. Pada tahun kedua diperoleh temuan kerangka manusia. Kondisinya hampir lengkap, tanpa bagian kaki, dan diberi kode GJL 1.1. Akan tetapi, di dekat cranium GJL 1.1, ditemukan sepasang tulang kaki manusia yang diduga milik individu GJL 1.1. Tujuan penelitian ini adalah menentukan identitas rangka GJL 1.1 berkaitan dengan data individu dan analisis konteks kuburnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis makroskopis untuk data individu GJL 1.1, serta pendekatan arkeotanatologi untuk analisis konteks kuburnya. Analisis makroskopis menghasilkan informasi profil biologis GJL 1.11, yang mengindikasikan individu berjenis kelamin laki-laki, umur 26,9-42,5 tahun, tinggi badan 155,1 cm–165 cm, dan memiliki afiliasi dengan populasi Asia. Aktivitas mengunyah sirih pinang terindikasi berdasarkan fitur warna kuning kecoklatan pada permukaan labial dan buccal gigi individu GJL 1.1. Hasil analisis arkeotanatologi menunjukkan arsitektur kubur peletakan-penimbunan mayat GJL 1.1, serta tipe kubur yang bersifat primer. Hasil uji short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) dengan menggunakan sampel dari sepasang tulang kaki dan rangka GJL 1.1, menunjukkan bahwa keduanya adalah individu yang berbeda. The two-season researches in Gua Jauharlin 1 site were carried out in 2018 and 2019. A human skeleton, sans its lower limbs, was discovered during the second season of excavation and coded GJL 1.1. However, a pair of human leg bones were found close to the cranium of GJL 1.1, which was suggested to belong to the individual of GJL 1.1. The research objective was to determine the identity of the GJL 1.1 in association with its individual attribute and the analysis of its burial context. This study uses a macroscopic analysis method to obtain individual data of GJL 1.1, as well as an archeothanatology approach to analyse the burial context. The macroscopic analysis yielded information on the biological profile of GJL 1.11 suggesting the individual is male, aged 26.9-42.5 years, height 155.1-165 cm, and has an affiliation with the Asian population. The brownish-yellow stain on the labial and buccal surface of human teeth of GJL 1.1 indicate betel nut chewing. The result of archeothanatological analysis suggests the architecture of the burial of GJL 1.1 with regard to laying-covering corpses and a primary burial. The results of the short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) test, using samples from a pair of leg bones and the GJL 1.1 skeleton, indicate that the two came from different individuals.