Muh Arif Rokhman
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Published : 22 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Positioning the Portrayal of White Protagonists in O.A Bushnell’s the Return of Lono and Ka’a’awa Kristiawan Indriyanto; Ida Rochani Adi; Muh. Arif Rokhman
Journal of Language and Literature Vol 21, No 1 (2021): April
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.916 KB) | DOI: 10.24071/joll.v21i1.2783

Abstract

This paper explores the role of literature in the post-truth age through reading on O.A Bushnell’s the Return of Lono and Ka’a’awa. A Hawai’ian novelist, Bushnell contextualizes the earliest interactions between the native Hawai’ian (Kanaka Maoli) and the white settlers which began with the arrival of Captain Cook’s expedition in 1778. Through his fictions, Bushnell underlines positive portrayal of the white characters to provide a counter-discourse to the generally accepted history of Hawai’ian colonialism. Through first person point of view, white characters become the central figure in both of Bushnell’s fictions. Through reading on O.A Bushnell’s narration, this paper aims to elaborate how the Hawai’ian natives also become a willing partner in western colonialism which highlights their colonial complicity. The concept of colonial complicity is employed to highlight the participation of the natives in promoting Western way of thinking. The analysis argues that although Bushnell contextualizes the complicity of the Hawai’ians in promoting Western discourse, resistance also occurs through creation of a hybrid culture.  This paper concludes that in the post truth era, literature should always strive to uncover the truth based on subjective interpretation instead of abiding of a universal truth.
SEMIOTIKA SEBAGAI TEORI MEMBACA DAN PROBLEMNYA ; SEBUAH CATATAN SINGKAT Muhammad Arif Rokhman
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.294 KB) | DOI: 10.22146/jh.664

Abstract

Definisi dalam Konteks Pembicaraan tentang semiotika2 akan sangat menarik karena, dalam kenyataannya, bidang tersebut tidak terbatas pada satu disiplin tertentu . Pada dasamya, semiotika adalah ilmu tentang tanda . Dalam contoh kehidupan sehari-hari, seseorang dapat diketahui sedang mempunyai perasaan tertentu, misalnya, dart gerak-gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Seseorang yang sedang gembira akan menunjukkan wajah yang ceria, mata yang berbinar, dan jika sangat intens, akan berbicara amat cepat. Sebaliknya, pada saat seseorang sedang merasa sedih, wajahnya, mimiknya, dan gerak tubuhnya akan menunjukkan gejala yang lebih lamban, muram, dan mungkin diam . Asal mula semiotik ini tidak banyak diketahui . Ilmu ini muncul dad usaha para ahli pengobatan pertama di dunia Barat untuk mengetahui bagaimana interaksi antara tubuh dan jiwa bekerja dalam lingkup budaya tertentu. Dalam kenyataannya, pada penggunaannya yang tertua, istilah semiotics 3 diterapkan pada studi tentang pola simtomsimtom fisik yang dapat diamati dan ditimbulkan oleh penyakit-penyakit tertentu . Hippocrates, bapak ilmu kedokteran, mengamati cara-cara yang ditunjukkan dan dihubungkan oleh seorang individu dengan simtomatologi yang berhubungan dengan penyakit sebagai dasar untuk melaksanakan diagnosis dan merumuskan prognosis yang sesuai . Ahli pengobatan lain, Galen dan Pergamum jugs menyebut diagnosis sebagai proses semiosis (Sebeok, 1994 : xi) Istilah semiotika (atau semiotics) kemudian menjadi istilah yang biasa digunakan untuk menunjuk studi tentang kapasitas bawaan manusia untuk memproduksi dan memahami tanda-tanda dad berbagai jenis (dart yang merupakan sistem penandaan fisiologi yang sederhana hingga yang mengungkapkan struktur simbolik yang sangat kompleks) . Asal-usul kata ini dapat dilacak dari kata Yunani, sema (tanda pemarkah), yang juga merupakan akar dari istilah yang berkaitan, semantics, studi tentang makna. Komponen-komponen primer dart proses mental dalam semiotika ini dilihat sebagai tanda (yakni suatu ikon atau image yang representative, kata, dan sebagainya), objek yang diacu (balk yang abstrak maupun kongkrit), dan makna yang muncul ketika tanda dan objek dihubungkan bersama-sama dengan asosiasi (Sebeok,1994 : )ii) .
BRITISH IMMIGRANT’S FATHER-AND-SON: PSYCHOANALYSING KUREISHI’S MY SON THE FANATIC Muh Arif Rokhman
Humaniora Vol 17, No 2 (2005)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.971 KB) | DOI: 10.22146/jh.846

Abstract

Penelitian ini mencoba menerapkan teori-teori psikoanalisis Freud terhadap sebuah karya sastra. Teori-teori yang digunakan adalah unconscious (bawah sadar), conscious (sadar) dan identification (identifikasi). Sebuah cerita pendek yang berjudul “My Son the Fanatic” dipilih sebagai objek kajian. Cerita tersebut berisi tentang hubungan yang buruk antara seorang ayah, Parvez dan anaknya, Ali. Parvez sebagai seorang imigran mencoba memaksakan impian-impiannya kepada anaknya. Mimpi-mimpinya tersebut merupakan bagian yang laten atau bawah sadar dari jiwa. Di lain pihak, Ali melakukan identifikasi terhadap ayahnya. Akan tetapi, keduanya gagal dalam usahanya masing-masing.Identifikasi Ali gagal dan ia mencari figur ayah pada Tuhan dalam Islam. Hal ini memperburuk hubungan antara keduanya sehingga Parvez melakukan kekerasan terhadap Ali.Penelitian ini menunjukkan bahwa teori-teori Freud dapat diterapkan dalam karya tersebut.
REREADING BARTHES’ READING METHOD: COMPARING FRENCH AND INDONESIAN/BRITISH CASES Muh Arif Rokhman
Humaniora Vol 18, No 3 (2006)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.386 KB) | DOI: 10.22146/jh.880

Abstract

Tulisan ini membahas metode pembacaan Roland Barthes yang dikenal dengan nama semiotika. Metode ini diterapkan pada fenomena budaya yang terdapat di Prancis dan dimuat dalam buku Barthes yang berjudul Mythologies. Cara pembacaan Barthes dapat dipertanyakan karena cara itu akan menghasilkan suatu titik pandang dari dalam. Pengamat dari luar budaya Prancis akan berpandangan berbeda karena pemahaman kontekstual budaya Prancis tidak akan dipertimbangkan dalam pembacaan gambar negro yang menghormati bendera Prancis. Kasus pemakaian jilbab di London untuk para polisi wanita dapat dibandingkan dengan kasus negro itu. Selain itu, kasus kenaikan harga di Prancis juga dibandingkan dengan kasus Indonesia pada saat perayaan Idul Fitri. Dari perbandingan itu, tampak bahwa metode pembacaan Barthes mempunyai keterbatasan sehingga menghasilkan suatu fleksibilitas.
KETERKAITAN KAJIAN BUDAYA DAN STUDI SASTRA DI INGGRIS: SEBUAH TELAAH SINGKAT Muh Arif Rokhman
Humaniora Vol 20, No 1 (2008)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.052 KB) | DOI: 10.22146/jh.916

Abstract

The paper attempts to demonstrate the interrelationship between literary theory and criticism and Cultural Studies existing in the United Kingdom from 1920s to 1990s. The Liberal Humanism critical movement appearing around 1920s was the effect of the view of culture commonly shared by some intellectuals in the country. They believed that culture belonged to the smaller group of people in a higher social class. The more elite conception of culture was then responded by other groups of intellectuals belonging to the tradition of the Left. The latter held that culture included all activities of people in society regardless of their social class, a notion proposed by the proponents of British Cultural Studies. This then gave birth to another model of criticism called Cultural Materialism. From the discussion, it can be shown that literary criticism and cultural studies in UK during the era were strongly interrelated
BEBERAPA CATATAN SINGKAT TENTANG PENERJEMAHAN: Studi Kasus dalam Bahasa Inggris dan Indonesia Muh. Arif Rokhman
Humaniora No 6 (1997)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (823.117 KB) | DOI: 10.22146/jh.1866

Abstract

Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang menyangkut penerjemahan. Pertama-tama akan dibeberkan beberapa pembahasan istilah penerjemahan. Ini kemudian akan diikuti dengan pembicaraan tentang faktor-faktor yang terlibat di dalam prosesnya. Setelah itu, kemudahan-kemudahan dan kesulitan-kesulitan dalam penerjemahan akan disinggung. Pembahasan ini akan ditutup dengan kesimpulan. Untuk menjelaskan pembahasannya, kasus penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia diambil sebagai contohnya.
The Shelleyan Stylistics Muh Arif Rokhman
Humaniora No 3 (1996)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1242.821 KB) | DOI: 10.22146/jh.1947

Abstract

Style in literature has been the most unique way of expressing the authors' ideas. It is one of the authors' identities, one that distinguishes a given author from another. Style plays a distinctive role in the language of literature. It is "another way of saying" things. This is to say that both "what is said" and "how it is said - "which are studied under stylistics- exist in any work of literature, that both are not to be taken for granted, and that the vay ot saying it" is often more important than the thing said. Consisting of twenty two lines and written by Percy Bysshe Shetley, "Music" was chosen as tne topic of the study. The focus of the study will be on the relation between the meanings of the poem and its style. The study Isaimed at seeing the uniqueness of the poem's style.
ANTARA "BERITA" DAN "CERITA" : Beberapa Catatan Singkat tentang Kaitan Sejarah dan Sastra Muh Arif Rokhman
Humaniora No 8 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (990.02 KB) | DOI: 10.22146/jh.2066

Abstract

Studi sastra modern telah melepaskan diri dari keterikatannya terhadap model yang membatasi metode studinya hanya pada ilmu sastra. Studi sastra yang dimaksud telah mengakomodasi berbagai teori dari disiplin-disiplin ilmu yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan adanya persinggungan studi tersebut dengan disiplin-disiplin lain, seperti studi budaya (cultural studies), antropologi, psikologi, filsafat, dan sejarah dalam memandang objek studinya, yakni tekS. Di Eropa dan Amerika, berbagai buku dan jurnal telah terbit sebagai hasil dari studi-studi interdisipliner semacam itu, misalnya literary into Cultural Studies (Easthope, 1991), Psychoanalytic Literary Criticism (Ellmann, 1994). Mosaic (Hinz, 1997, 30/11) New Literary History (Cohen, 1997, 28/31). Tulisan ini melihat beberapa formulasi hubungan antara sejarah dan sastra dalam perspektif sastra. Alasannya adalah karena beberapa teori sastra dipengaruhi oleh cara pandang antarruang dan waktu. Di samplng itu, terdapat karya sastra yang dianggap mengandung unsut-unsur historis karena seolah-olah karya tersebut mempunyai acuan pada peristiwa sejarah.
POSTWAR JAPANESE ADOPTION OF AMERICAN CULTURE IN LYNNE KUTSUKAKE’S THE TRANSLATION OF LOVE: A POSTCOLONIAL APPROACH Bhakti Satrio Nugroho; Muh. Arif Rokhman
Rubikon : Journal of Transnational American Studies Vol 6, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.662 KB) | DOI: 10.22146/rubikon.v6i2.61495

Abstract

This paper discusses postwar Japanese adoption of American culture in a debut novel by Lynne Kutsukake entitled The Translation of Love. This novel is set during the U.S. occupation of Japan after the end of World War II. Postwar Japanese are forced to live under American power, while undergoing an economic, social, and moral crisis (kyodatsu). By using postcolonial perspective under Transnational American Studies, this paper finds the adoption of American culture by postwar Japanese characters in the novel, which come from various social backgrounds, including schoolteachers, schoolchildren, bar girls, and prostitutes. The adoption of American culture includes language (English), Western dating (lifestyle), custom, and fashion. This cultural adoption can be defined as the construction of new Japanese society built under American influence to be more “American-oriented”. Moreover, it further implies the devaluation of Japanese culture, the humiliation of postwar Japanese people, and the birth of Japanese cultural dependency toward American culture.Keywords: American culture; postcolonial; postwar Japan; transnational; U.S. occupation
AMERICAN JEWS AS A WHITE ETHNIC AND HOW THEY WERE PERCEIVED: A SOCIOLOGICAL APPROACH Rizqy A.R. Ahmad; Muh Arif Rokhman
Rubikon : Journal of Transnational American Studies Vol 7, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.585 KB) | DOI: 10.22146/rubikon.v7i1.62509

Abstract

This study aims to determine the changes of American Jews social status from the ‘other’ to the white ethnic. Social Identity theory is used in order to breakdown how the American Jews were perceived. The classification as a white ethnic, while it has its benefits, does not automatically put the American Jews and the WASP in the exact same position. Rather, the American Jews managed to stay within their ethnic boundaries while enjoying the white privilege.