Budi Nugraha
Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN KAPAL TUNA LONGLINE DI PERAIRAN LAUT BANDA Budi Nugraha; Umi Chodrijah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.866 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.4.2010.305-309

Abstract

Tuna merupakan sumber daya ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan, khususnya tuna adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai daerah penangkapan yang potensial. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah penangkapan atau penyebaran tuna sangat diperlukan guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Komposisi hasil tangkapan kapal tuna longline yang diperoleh dari perairan Laut Banda dan didaratkan di Benoa didominansi oleh madidihang (Thunnus albacares) yaitu 49,69% dan tuna mata besar (Thunnus obesus) 11,74%. Ukuran madidihang dan tuna mata besar yang tertangkap berkisar 101-160 cm (FL) dengan modus 101-110 cm. Daerah penangkapan kapal tuna longline di perairan Laut Banda berada pada koordinat 5-6° LS dan 129-130° BT yang memiliki nilai hook rate total berkisar antara 1,19-1,48 dengan rata-rata 1,34. Tuna is the fish resource having important economic value. The main problems encountered in the effort to optimize the catch of fish, particularly tuna is very limited data and information on potential fishing grounds. Therefore, information about the tuna fishing ground is needed to support the success of tuna fishing operations. The catch composition of tuna longline vessels from the Banda Sea waters and landed at Benoa is dominated by yellowfin tuna 49.69% and bigeye tuna 11.74%. The size of yellowfin tuna and bigeye tuna caught in the range 10-160 cm (FL) with a mode from 101-110 cm. Fishing ground of tuna longline vessels in the Banda Sea waters at coordinates 5-6° S and 129-130° E which have hook rates ranged from 1.19-1.48 withaverage 1.34.
ESTIMASI KEDALAMAN MATA PANCING TUNA LONGLINE DI SAMUDERA HINDIA: METODE YOSHIHARA DAN MINILOG Budi Nugraha; Ronny Irawan Wahju; Muhammad Fedi Alfiadi Sondita; Zulkarnain Zulkarnain
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1138.643 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.195-203

Abstract

Penyebaran tuna secara vertikal (berdasarkan atas kedalaman perairan) sangat dipengaruhi oleh suhu dan swimming layer. Informasi mengenai penyebaran tuna baik secara horisontal maupun vertikal sangat penting guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Penelitian mengenai kedalaman mata pancing tuna longline telah dilakukan di Samudera Hindia pada bulan Juli sampai Agustus 2005. Data kedalaman mata pancing diestimasi dengan menggunakan metode Yoshihara dan hasil pengukuran minilog. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi kedalaman mata pancing tuna longline dengan menggunakan metode Yoshihara dan minilog dan membandingkan perhitungan kedua metode tersebut serta mengetahui kedalaman renang tuna. Hasil perhitungan metode Yoshihara diperoleh kedalaman mata pancing terdalam diperoleh pada setting kesembilan pada pancing nomor 10 yaitu 359,1-379,1 m dan kedalaman terendah terdapat pada pancing nomor 1 setting kedelapan dan 10 yaitu 101,1 121,1 m. Kedalaman pancing terdalam yang diperoleh dari hasil pengukuran minilog terdapat pada pancing nomor 10 yaitu 339,8 414,6 m dengan suhu 9,2-11,7°C, sedangkan kedalaman pancing terendah terdapat pada pancing nomor 1 yaitu 110,3-151,1 m dengan suhu 20,6-25,4°C. Selisih kedalaman mata pancing yang terendah antara hasil perhitungan metode Yoshihara dengan minilog terdapat pada pancing nomor 2 yaitu 8,0 m, sedangkan selisih yang tertinggi terdapat pada pancing nomor 7 yaitu 81,8 m. Bigeye tuna tertangkap pada kedalaman 250-450 m dengan suhu 9-16°C, yellowfin tuna tertangkap sekitar kedalaman 200 m dengan suhu sekitar 17°C dan albacore tertangkap sekitar kedalaman 150 m dengan suhu sekitar 20°C. Vertical tuna distribution (based on depth of water) is strongly influenced by temperature and swimming layer. Information on the distribution of tuna either horizontally or vertically is very important to the success of tuna fishing operations. Research on deep tuna longline was carried out in Indian Ocean during July until August 2005. The data of hook depth was estimated using Yoshihara’s method and result of measurement minilog. The objectives of the research are to estimate depth of hook on operation of tuna longline using by Yoshihara method and minilog and to compare the calculation Yoshihara method with the result of measurement minilog also to know the swimming layer of tuna. Yoshihara method of calculation results obtained by the depth of the deepest hook is 359.1-379.1 m and the lowest depth is 101.1-121.1 m. The deepest hook obtained from the minilog measurement results is 339.8-414.6 m with temperature range from 9.2-11.7°C, while the lowest depth there is in 110.3-151.1 m with temperature range 20.6-25.4°C. Difference between hook depth of the lowest among the results of the calculation Yoshihara methods and minilog is 8.0 m, whereas the highest difference is 81.8 m. Bigeye tuna caught at depths of 250-450 m with range temperature of 9-16°C, yellowfin tuna caught around depth of 200 m with temperature around 17°C and albacore caught around depth of 150 m with temperature around 20°C.
STATUS PERIKANAN HUHATE (POLE AND LINE) DI BITUNG, SULAWESI UTARA Budi Nugraha; Enjah Rahmat
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 3 (2008): (September 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.773 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.3.2008.313-320

Abstract

Tulisan ini menyajikan tentang status perikanan huhate di Bitung meliputi deskripsi unit penangkapan, daerah penangkapan, komposisi hasil tangkapan, catch per unit of effort, dan ukuran ikan pertama kali tertangkap. Data dikumpulkan selama tahun 2004 sampai dengan 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa huhate yang terdapat di Bitung dioperasikan dengan kapal penangkapan yang terbuat dari kayu berukuran 50 sampai dengan 80 GT. Daerah penangkapan di sekitar lokasi rumpon di Laut Sulawesi dan Laut Maluku. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri atas cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), baby tuna (Thunnus spp.), dan tongkol (Auxis spp.) serta hasil tangkapan sampingan yaitu lemadang (Coryphaena hippurus) dan sunglir (Elagatis bipinnulatus). Hasil analisis catch per unit of effort diperoleh bahwa nilai catch per unit of effort baby tuna (Thunnus spp.) mengalami kenaikan pada bulan Agustus 2004, dan cakalang (Katsuwonus pelamis) mengalami kenaikan pada bulan September 2004. Hasil analisis terhadap ukuran pertama kali cakalang (Katsuwonus pelamis) tertangkap oleh huhate 49,3 FLcm. Ukuran ini lebih panjang dibandingkan ukuran pertama kali cakalang (Katsuwonus pelamis) matang gonad. Sedangkan hasil analisis terhadap ukuran pertama kali madidihang (Thunnus albacares) tertangkap oleh huhate 51,6 FLcm. Ukuran ini lebih pendek dibandingkan ukuran pertama kali madidihang (Thunnus albacares) matang gonad. This paper presents the status of pole and line fishery in Bitung of North Sulawesi, consisting of description of fishing gear, fishing ground, catch composition, catch per unit of effort, and length at first capture. Data were collected during the period of 2004 until 2005. Results show that the pole and line in Bitung operated by wooden vessels of 50 until 80 GT. The fishing grounds were the waters around FADs location in Sulawesi Sea and Maluku Sea. Catch composition consists of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), yellow fin tuna (Thunnus albacares), baby tuna (Thunnus spp.), and frigate tuna (Auxis spp.), while the bycatch consisted of dolphinfish (Coryphaena hippurus) and rainbow runner (Elagatis bipinnulatus). Catch per unit of effort analysis shows that catch per unit of effort value of baby tuna (Thunnus spp.) increased on August 2004, whereas catch per unit of effort value of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) increased on September 2004. The length at first capture of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) was 49,3 FLcm. The catch size was bigger than the length at first maturity for skipjack tuna (Katsuwonus pelamis). The length at first capture of yellowfin tuna (Thunnus albacares) was 51,6 FLcm. This catch size was smaller than the length at first maturity for yellowfin tuna (Thunnus albacares).
PENANGKAPAN TUNA DENGAN MENGGUNAKAN KAPAL RISET M. V. SEAFDEC DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Budi Nugraha; Erfind Nurdin
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3818.714 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.3.2006.95-105

Abstract

Tuna merupakan jenis ikan peruaya jauh (highly migratory species) dan hidup bergerombolan. Tuna long lina dan tuna purse Seine merupakan alat tangkap yang sangat efektif digunakan terutama untuk menangkap tuna di perairan terbuka atau samudera. Tulisan ini memberikan data dan informasi mengenai kegiatan penangkapan tuna dengan kapal riset M. V. SEAFDEC milik SEAFDEC Thailand pada bulan Desember 2004 di perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dengan menggunakan alat tangkap tuna long line dan tuna purse seine Hasil tangkapan tuna long line didominasi oleh swordfish, diikuti oleh bigeye tuna dan yellovvlin tura, sedangkan hasil tangkapan tuna purse seine didominasi oleh skipjack tuna, diikuti oleh bigaye tuna, yelloMin tuna, dan ikan lain (by catch).
PERIKANAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares) DI PERAIRAN MARISA. TELUK TOMINI Budi Nugraha; Suwarso Suwarso
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1916.702 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.3.2006.107-111

Abstract

Eksploilasi sumber daya tuna di perairan Teluk Tomini telah berlangsung lama dan cukup intensif dengan menggunakan  kapal-kapal yang bersifat tradisionar. Jenis ikan utama yang dieksploitasi di Teluk Tomini adalah madidihang atau tuna sirip kuning alau yellowfin tuna (Thunnus albacares). Tulisan ini berisi tentang perikanan tuna yang ditangkap oleh pancing ulur, antara lain mengenai aspek operasional, akivitas penangkapan, dan hasil tangkapan, berdasarkan pada data dan informasi yang terkumpul di Marisa (Propinsi Gorontalo).
PERIKANAN TUNA YANG BERBASIS DI KENDARI, SULAWESI TENGGARA Agustinus Anung Widodo; Budi Nugraha
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.605 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.6.2009.299-307

Abstract

Kendari merupakan salah satu basis perikanan tangkap di Kawasan Timur Indonesia yang berhadapan langsung dengan Laut Banda. Produksi perikanan tuna di Kendari cukup besar, hal ini dikarenakan alat tangkap yang digunakan merupakan alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap ikan tuna, yaitu huhate, pukat cincin mini, dan pancing tonda. Pada bulan April, Agustus, dan Desember 2007 dilakukan penelitian dengan mengambil pengambilan contoh di PPS Kendari. Pengambilan contoh dilakukan secara acak terhadap kapal-kapal yang mendarat pada minggu terakhir bulan April, Agustus, dan Desember. Masing-masing jenis kapal (huhate, pukat cincin mini, dan tonda) diambil satu unit sebagai contoh. Jenis data yang diambil adalah aspek eksploitasi yang meliputi upaya, jumlah, dan jenis hasil tangkapan dan daerah penangkapan. Data lain yang dikumpulkan adalah produksi tuna tahunan dari PPS Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi tuna selama 10 terakhir cenderung naik, pada tahun 2007 mencapai 8.381 ton. Daerah operasi penangkapan huhate dan pukat cincin mini meliputi perairan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, adapun pancing tonda sampai Laut Banda. Rata-rata CPUE huhate rata-rata 6,6 ton/trip, rata-tara CPUE pukat cincin mini 0,9 ton per setting dan rata-rata CPUE pancing tonda 1,3 ton/trip. Penangkapan tuna terjadi sepanjang tahun, puncak musim tahun 2007 terjadi pada bulan September dengan indeks mencapai 0,4. Jenis tuna yang tertangkap huhate, pukat cincin mini, maupun tonda ada empat, yaitu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), dan tongkol (Auxis sp.). Komposisi dari keempat jenis tuna tersebut didominansi oleh ikan cakalang yaitu mencapai lebih dari 65%.
KOMPOSISI UKURAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) HASIL TANGKAPAN HUHATE YANG DIDARATKAN DI TULEHU, AMBON Budi Nugraha; Siti Mardlijah; Enjah Rahmat
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1514.356 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.3.2010.199-207

Abstract

Eksploitasi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Laut Banda telah berlangsung lama. Saat ini sumber daya ikan cakalang telah memperlihatkan tanda-tanda overfishing. Indikasi ini antara lain ditandai oleh penurunan hasil tangkapan dan ukuran individu, perubahan komposisi hasil tangkapan, serta kecenderungan meningkatnya proporsi beberapa jenis ikan berukuran kecil. Data frekuensi panjang dikumpulkan dari bulan Maret sampai Desember 2007 berjumlah 4.293 ekor. Pengukuran panjang dan bobot untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot ikan dilakukan pada bulan Maret, Mei, Juli, dan Desember 2007 dengan jumlah contoh 296 ekor. Tulisan ini menyajikan informasi tentang distribusi ukuran panjang dan bobot, hubungan panjang dan bobot ikan cakalang dan ukuran pertama kali tertangkap (Lc) hasil tangkapan huhate yang beroperasi di perairan Laut Banda. Hasil analisis menunjukan bahwa ikan cakalang mempunyai kisaran panjang cagak (FL) antara 30-78 cmFL dan kisaran bobot antara 600-4300 g. Analisis regresi hubungan panjang dan bobot diperoleh persamaan W=0,0485 L2,751, R2=0,9427 dengan nilai koefisien regresi (r)=0,9709, dan nilai slope (b)=2,751. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan cakalang bersifat allometrik negatif. Ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan cakalang oleh huhate adalah 41,7 cmFL. Eksploitasi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Laut Banda telah berlangsung lama. Saat ini sumber daya ikan cakalang telah memperlihatkan tanda-tanda overfishing. Indikasi ini antara lain ditandai oleh penurunan hasil tangkapan dan ukuran individu, perubahan komposisi hasil tangkapan, serta kecenderungan meningkatnya proporsi beberapa jenis ikan berukuran kecil. Data frekuensi panjang dikumpulkan dari bulan Maret sampai Desember 2007 berjumlah 4.293 ekor. Pengukuran panjang dan bobot untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot ikan dilakukan pada bulan Maret, Mei, Juli, dan Desember 2007 dengan jumlah contoh 296 ekor. Tulisan ini menyajikan informasi tentang distribusi ukuran panjang dan bobot, hubungan panjang dan bobot ikan cakalang dan ukuran pertama kali tertangkap (Lc) hasil tangkapan huhate yang beroperasi di perairan Laut Banda. Hasil analisis menunjukan bahwa ikan cakalang mempunyai kisaran panjang cagak (FL) antara 30-78 cmFL dan kisaran bobot antara 600-4300 g. Analisis regresi hubungan panjang dan bobot diperoleh persamaan W=0,0485 L2,751, R2=0,9427 dengan nilai koefisien regresi (r)=0,9709, dan nilai slope (b)=2,751. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan cakalang bersifat allometrik negatif. Ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan cakalang oleh huhate adalah 41,7 cmFL. Exploitation of skipjack tuna resources in the Banda Sea have lasted long. Currently skipjack tuna resources have been showing signs of over fishing. Indications were, among others, characterized by a decrease in the catch and the size of the individual, changes in the composition of the catch and the trend of increasing proportions of several types of small fish. Length frequency data collected from March until December 2007 amounted 4,293. Length and weight measurements to determine the length and weight relationship of fish conducted in March, May, July, and December 2007 with a total sample was 296. This paper presents information about the distribution of length and weight, length and weight relationship and the length at first capture (Lc) caught by pole and liner operating in theBanda Sea. The analysis showed that the skipjack tuna has a long range between 30-78 cmFL and weight range between 600-4300 g. Regression analysis of length and weight relationship equation was W=0.0485 L2.751, R2=0.9427 with regression coefficient (r)=0.9709, and slope value (b)=2.751. Result show that the growth pattern of skipjack tuna was negative allometric. The length at first captured (Lc) of skipjack was 41.7 cmFL.
KOMPOSISI UKURAN, PERBANDINGAN JENIS KELAMIN, DAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TODAK BERPARUH PENDEK (Tetrapturus angustirostris) DI SAMUDERAHINDIA Dian Novianto; Budi Nugraha; Andi Bahtiar
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 2 (2010): (Agustus 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.793 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.2.2010.123-128

Abstract

Ikan todak berparuh pendek atau ikan tumbuk atau shortbill spearfish (Tetrapturus angustirostris) merupakan salah satu hasil tangkapan sampingan rawai tuna. Informasi mengenai ikan todak berparuh pendek seperti komposisi ukuran, perbandingan kelamin, dan tingkat kematangan gonadsangat terbatas. Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan data dan informasi mengenai aspek biologi ikan todak berparuh pendek yang merupakan hasil tangkapan sampingan dari rawai tuna yang beroperasi di Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Desember 2008 di perairan Samudera Hindia. Hasil penelitian menunjukan bahwa ikan todak berparuh pendek memiliki kisaran panjang tubuh 135-175 cmLJFL dan modus pada kisaran 155-165 cmLJFL.Perbandingan jenis kelamin ikan jantan dan betina 1:13,5, berdasarkan atas hasil uji chi-square menunjukan bahwa rasio ikan jantan dan betina pada periode penelitian ini tidak seimbang. Pada bulan September ikan todak berparuh pendek betina didominansi oleh tingkat kematangan gonad IIsebesar 66,7%, bulan Oktober oleh tingkat kematangan gonad V sebesar 46,2%, bulan Nopember oleh tingkat kematangan gonad II sebesar 53,3%, sedangkan pada bulan Desember oleh tingkat kematangan gonad III sebesar 42,9%. Pada bulan Nopember sampai Desember terlihat bahwa tingkat kematangan gonad V mulai berkurang, hal ini menunjukan bahwa pada bulan Nopember sampai Desember diduga banyak ikan todak berparuh pendek betina yang sudah memijah. Shortbill Spearfish (Tetrapturus angustirostris) is one of bycatch of tuna longline. Information about shortbill spearfish on the size composition, sex ratio, and maturity stage is still very limited. The objective this paper is to present the data and information about shortbill spearfish which is a bycatch of tuna longline that operated in the Indian Ocean. Research was conducted during September until December 2008 in Indian Ocean. The results showed that the shortbill spearfish have body length about 135-175 cmLJFL and modes in 155-165 cmLJFL. Sex ratio of the male and female was 1:13.5. Based on chi-square test showed that the ratio of male and female in the period of the study was not balanced. In September, the female stage maturity was dominated by level II of 66.7%, October by level V of 46.2%, November by level II of 53.3%, and December by level III of 42.9%. During November until December showed that the maturity stage of level V was decreased, this shows that in this time the female of shortbill spearfish was spawned.
BEBERAPAASPEK BIOLOGI CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DIDARATKAN DI BITUNG, SULAWESI UTARA Budi Nugraha; Siti Mardlijah
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.543 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.1.2008.45-50

Abstract

Penelitian biologi ikan cakalang hasil tangkapan kapal huhate (pole and line) yang didaratkan di Bitung dilakukan di tempat pendaratan ikan, perusahaan perikanan, dan tempat pengasapan atau fufu cakalang. Aspek yang diteliti meliputi hubungan panjang bobot, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas. Pengambilan contoh dilakukan pada bulan Juli dan September 2005. Dari hasil analisis hubungan panjang bobot diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan cakalang bersifat allometrik positif. Perbandingan jenis kelamin betina dan jantan pada bulan Juli 1:0,73, sedangkan pada bulan September perbandingan 1:2,05. Tingkat kematangan gonad ikan jantan maupun betina didominasi oleh stadium III. Fekunditas telur berkisar antara 1.000.000 sampai dengan 14.000.000 butir.
PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG Erfind Nurdin; Budi Nugraha
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.565 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.1.2008.27-33

Abstract

Alat tangkap pancing ulur di Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdadap Sendang Biru Malang, telah ada sejak tahun 1997 di mana pada tahun tersebut Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdadap melakukan sosialisasi tentang rumpon laut dalam. Dengan ada rumponisasi, perkembangan pancing ulur di daerah tersebut cukup pesat. Sasaran utama tangkapan nelayan pancing ulur adalah tuna dari jenis madidihang dan mata besar. Hasil tangkapan lain yang diperoleh adalah cakalang, sunglir, dan lemadang. Produksi tuna dan cakalang pada tahun 2003 melonjak naik cukup besar dibandingkan pada tahun 2002, pada tahun 2002 produksi tuna yang didaratkan hanya 197.418 kg dan cakalang 357.524 kg, sedangkan pada tahun 2003 produksi tuna yang didaratkan 1.986.653 kg dan cakalang 2.788.746 kg. Musim penangkapan terjadi antara bulan Mei sampai dengan Oktober dengan puncak musim penangkapan terjadi pada bulan September, sedangkan musim paceklik terjadi antara bulan Nopember sampai dengan April. Sejak tahun 1998 penurunan nilai catch per unit of effort terus terjadi sampai dengan tahun 2002. Penurunan inidikarenakan jumlah armada kapal terus meningkat dengan upaya penangkapan yang cukup besar.