Budi Nugraha
Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN KAPAL TUNA LONGLINE DI PERAIRAN LAUT BANDA Budi Nugraha; Umi Chodrijah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.866 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.4.2010.305-309

Abstract

Tuna merupakan sumber daya ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan, khususnya tuna adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai daerah penangkapan yang potensial. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah penangkapan atau penyebaran tuna sangat diperlukan guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Komposisi hasil tangkapan kapal tuna longline yang diperoleh dari perairan Laut Banda dan didaratkan di Benoa didominansi oleh madidihang (Thunnus albacares) yaitu 49,69% dan tuna mata besar (Thunnus obesus) 11,74%. Ukuran madidihang dan tuna mata besar yang tertangkap berkisar 101-160 cm (FL) dengan modus 101-110 cm. Daerah penangkapan kapal tuna longline di perairan Laut Banda berada pada koordinat 5-6° LS dan 129-130° BT yang memiliki nilai hook rate total berkisar antara 1,19-1,48 dengan rata-rata 1,34. Tuna is the fish resource having important economic value. The main problems encountered in the effort to optimize the catch of fish, particularly tuna is very limited data and information on potential fishing grounds. Therefore, information about the tuna fishing ground is needed to support the success of tuna fishing operations. The catch composition of tuna longline vessels from the Banda Sea waters and landed at Benoa is dominated by yellowfin tuna 49.69% and bigeye tuna 11.74%. The size of yellowfin tuna and bigeye tuna caught in the range 10-160 cm (FL) with a mode from 101-110 cm. Fishing ground of tuna longline vessels in the Banda Sea waters at coordinates 5-6° S and 129-130° E which have hook rates ranged from 1.19-1.48 withaverage 1.34.
ESTIMASI KEDALAMAN MATA PANCING TUNA LONGLINE DI SAMUDERA HINDIA: METODE YOSHIHARA DAN MINILOG Budi Nugraha; Ronny Irawan Wahju; Muhammad Fedi Alfiadi Sondita; Zulkarnain Zulkarnain
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1138.643 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.195-203

Abstract

Penyebaran tuna secara vertikal (berdasarkan atas kedalaman perairan) sangat dipengaruhi oleh suhu dan swimming layer. Informasi mengenai penyebaran tuna baik secara horisontal maupun vertikal sangat penting guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Penelitian mengenai kedalaman mata pancing tuna longline telah dilakukan di Samudera Hindia pada bulan Juli sampai Agustus 2005. Data kedalaman mata pancing diestimasi dengan menggunakan metode Yoshihara dan hasil pengukuran minilog. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi kedalaman mata pancing tuna longline dengan menggunakan metode Yoshihara dan minilog dan membandingkan perhitungan kedua metode tersebut serta mengetahui kedalaman renang tuna. Hasil perhitungan metode Yoshihara diperoleh kedalaman mata pancing terdalam diperoleh pada setting kesembilan pada pancing nomor 10 yaitu 359,1-379,1 m dan kedalaman terendah terdapat pada pancing nomor 1 setting kedelapan dan 10 yaitu 101,1 121,1 m. Kedalaman pancing terdalam yang diperoleh dari hasil pengukuran minilog terdapat pada pancing nomor 10 yaitu 339,8 414,6 m dengan suhu 9,2-11,7°C, sedangkan kedalaman pancing terendah terdapat pada pancing nomor 1 yaitu 110,3-151,1 m dengan suhu 20,6-25,4°C. Selisih kedalaman mata pancing yang terendah antara hasil perhitungan metode Yoshihara dengan minilog terdapat pada pancing nomor 2 yaitu 8,0 m, sedangkan selisih yang tertinggi terdapat pada pancing nomor 7 yaitu 81,8 m. Bigeye tuna tertangkap pada kedalaman 250-450 m dengan suhu 9-16°C, yellowfin tuna tertangkap sekitar kedalaman 200 m dengan suhu sekitar 17°C dan albacore tertangkap sekitar kedalaman 150 m dengan suhu sekitar 20°C. Vertical tuna distribution (based on depth of water) is strongly influenced by temperature and swimming layer. Information on the distribution of tuna either horizontally or vertically is very important to the success of tuna fishing operations. Research on deep tuna longline was carried out in Indian Ocean during July until August 2005. The data of hook depth was estimated using Yoshihara’s method and result of measurement minilog. The objectives of the research are to estimate depth of hook on operation of tuna longline using by Yoshihara method and minilog and to compare the calculation Yoshihara method with the result of measurement minilog also to know the swimming layer of tuna. Yoshihara method of calculation results obtained by the depth of the deepest hook is 359.1-379.1 m and the lowest depth is 101.1-121.1 m. The deepest hook obtained from the minilog measurement results is 339.8-414.6 m with temperature range from 9.2-11.7°C, while the lowest depth there is in 110.3-151.1 m with temperature range 20.6-25.4°C. Difference between hook depth of the lowest among the results of the calculation Yoshihara methods and minilog is 8.0 m, whereas the highest difference is 81.8 m. Bigeye tuna caught at depths of 250-450 m with range temperature of 9-16°C, yellowfin tuna caught around depth of 200 m with temperature around 17°C and albacore caught around depth of 150 m with temperature around 20°C.
STATUS PERIKANAN HUHATE (POLE AND LINE) DI BITUNG, SULAWESI UTARA Budi Nugraha; Enjah Rahmat
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 3 (2008): (September 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.773 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.3.2008.313-320

Abstract

Tulisan ini menyajikan tentang status perikanan huhate di Bitung meliputi deskripsi unit penangkapan, daerah penangkapan, komposisi hasil tangkapan, catch per unit of effort, dan ukuran ikan pertama kali tertangkap. Data dikumpulkan selama tahun 2004 sampai dengan 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa huhate yang terdapat di Bitung dioperasikan dengan kapal penangkapan yang terbuat dari kayu berukuran 50 sampai dengan 80 GT. Daerah penangkapan di sekitar lokasi rumpon di Laut Sulawesi dan Laut Maluku. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri atas cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), baby tuna (Thunnus spp.), dan tongkol (Auxis spp.) serta hasil tangkapan sampingan yaitu lemadang (Coryphaena hippurus) dan sunglir (Elagatis bipinnulatus). Hasil analisis catch per unit of effort diperoleh bahwa nilai catch per unit of effort baby tuna (Thunnus spp.) mengalami kenaikan pada bulan Agustus 2004, dan cakalang (Katsuwonus pelamis) mengalami kenaikan pada bulan September 2004. Hasil analisis terhadap ukuran pertama kali cakalang (Katsuwonus pelamis) tertangkap oleh huhate 49,3 FLcm. Ukuran ini lebih panjang dibandingkan ukuran pertama kali cakalang (Katsuwonus pelamis) matang gonad. Sedangkan hasil analisis terhadap ukuran pertama kali madidihang (Thunnus albacares) tertangkap oleh huhate 51,6 FLcm. Ukuran ini lebih pendek dibandingkan ukuran pertama kali madidihang (Thunnus albacares) matang gonad. This paper presents the status of pole and line fishery in Bitung of North Sulawesi, consisting of description of fishing gear, fishing ground, catch composition, catch per unit of effort, and length at first capture. Data were collected during the period of 2004 until 2005. Results show that the pole and line in Bitung operated by wooden vessels of 50 until 80 GT. The fishing grounds were the waters around FADs location in Sulawesi Sea and Maluku Sea. Catch composition consists of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), yellow fin tuna (Thunnus albacares), baby tuna (Thunnus spp.), and frigate tuna (Auxis spp.), while the bycatch consisted of dolphinfish (Coryphaena hippurus) and rainbow runner (Elagatis bipinnulatus). Catch per unit of effort analysis shows that catch per unit of effort value of baby tuna (Thunnus spp.) increased on August 2004, whereas catch per unit of effort value of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) increased on September 2004. The length at first capture of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) was 49,3 FLcm. The catch size was bigger than the length at first maturity for skipjack tuna (Katsuwonus pelamis). The length at first capture of yellowfin tuna (Thunnus albacares) was 51,6 FLcm. This catch size was smaller than the length at first maturity for yellowfin tuna (Thunnus albacares).