Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pendekatan Konseling Berbasis Client Centered Ditinjau dari Yohanes 4:4-40 Bagi Penanganan Kasus Generalized Anxiety Disorder dan Insecure Parents Attachment Pada Remaja Linawati Linawati; Thomson Siallagan; Rika Kartika; Bahagia Tarigan
Jurnal Teologi Cultivation Vol 5, No 2 (2021): Desember
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Tarutung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46965/jtc.v5i2.652

Abstract

Abstract:Cases of counseling for adolescents with a background of Generalized Anxiety Disorder (GAD) and Insecure Parents Attachment (IPA) problems are increasing at this time. The purpose of this study are improving the counseling skills of counselors though a Client Centered-based counseling approach in counseling adolescents with anxiety and insecure conditions to achieve the success of the first meeting session and also the success of the long-term counseling process on GAD IPA, as well as make adolescents grow and become more similar to the picture. The Son of God (Rom. 8:29) fits the purpose of Christian counseling. The story of John 4:4-40 illustrates the Client Centered approach, in the process of Jesus' dialogue with the Samaritan woman, a woman who was in anxiety and inseruce taking water during the day. There is a non-judgmental dialogue process, namely unconditional positive regard - acceptance and unconditional love; and congruent -trustworthy and safe, forming the necessary conditions in the therapeutic process. The method used is field qualitative (case study). The technique of collecting data is through semi-structured interviews, both informal and formal.  In this study, it can be concluded that the strategy to build the right starting skills (spirit listening, empathy, understanding, and acceptance) for teenagers is very important in the first session. Activities for parents in the form of psychoeducation, parenting sessions, periodic evaluations, and referrals for family counseling are efforts that can support the success of the long-term counseling process for adolescents. Through the experience of a therapeutic relationship (reconnecting – reattachment) in holistic counseling, that it shown by the counselor with an open, sincere, warm personal attitude, non-possessive acceptance, and empathy, it will bring new experiences for teenagers to be fully accepted and it is hoped that through the work of the Holy Spirit personally, teenagers can grow to be more like the image of the Son of God, the Lord Jesus Christ. Keywords: client centered, generalized anxiety disorder, insecure parents attachment Abstrak:Kasus konseling pada remaja dengan latar belakang masalah Generalized Anxiety Disorder (GAD) dan Insecure Parents Attachment (IPA) semakin meningkat pada saat ini. Tujuan penelitian ini adalah meningkatan keterampilan konseling para konselor melalui pendekatan konseling berbasis Client Centered yang sesuai pada konseling remaja dengan kondisi anxiety dan insecure untuk mencapai keberhasilan sesi pertemuan pertama dan juga keberhasilan pada proses konseling jangka panjang pada GAD IPA, serta membuat klien remaja bertumbuh dan menjadi semakin serupa dengan gambar Anak Allah (Rm.8:29) sesuai dengan tujuan konseling Kristen. Kisah Yohanes 4:4-40 memberikan gambaran pendekatan Client Centered, dalam proses dialog Yesus dengan perempuan Samaria, seorang yang sedang dalam kecemasan dan inseruce mengambil air disiang hari. Terjadi proses dialog yang non-judgemental, yaitu unconditional positive regard -pemerimaan dan kasih tak bersyarat; dan congruent -dapat dipercaya dan aman, membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dalam proses terapeutik Metode yang digunakan adalah kualitatif lapangan (studi kasus). Teknik pengumpulan data melalui wawancara semi terstuktur baik informal maupun formal.  Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa stategi membangun starting skill yang tepat (spirit listening, empathy, understanding, dan acceptance) bagi remaja sangat penting di sesi pertama. Kegiatan bagi orang tua berupa psikoeduasi, sesi parenting, evaluasi berkala dan rujukan untuk konseling keluarga merupakan upaya yang dapat mendukung keberhasilan proses konseling jangka panjang pada remaja. Melalui pengalaman hubungan terapeutik yang ditunjukan konselor dengan sikap pribadi yang terbuka, tulus, hangat, penerimaan yang nonposesif, dan empati yang membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dalam proses terapeutik (reconnecting–reattachment) akan membawa pengalaman baru bagi remaja diterima seutuhnya dan diharapkan melalui karya Roh Kudus secara pribadi remaja dapat bertumbuh menjadi semakin serupa dengan gambar Anak Allah Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan tujuan konseling Kristen. Kata kunci: client centered, generalized anxiety disorder, insecure parents attachment
Dampak Pelayanan Pastoral Konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Tanjung Selamat Thomson Siallagan; Johny Parthotan Simamora; Aslinawati Gurusinga; Rika Kartika
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54024/illuminate.v1i2.156

Abstract

AbstractPastoral counseling services in local churches are often neglected because the pastor or pastor does not have the expertise to do counseling. However, because so many problems arise in the personal and family life of the congregation, pastoring must be done, but it is often ineffective. At the Indonesian Wesleyan Church, the Tanjung Selamat Congregation, pastoral counseling was also conducted. Pastoral counseling is said to be effective, if it meets at least three indicators, namely: first, the counselee and the counselor agree on the problem at hand. Second, the counselor is able to carry out the stages of counseling well. Third, the counselee looks for a way out of the problems he faces. To measure the effectiveness of pastoral counseling in the Wesleyan Indonesia Congregation of Tanjung Selamat, researchers conducted a qualitative field study involving 15 sample members consisting of 12 counselees and 3 counselors. With three research focuses, namely the opening stage of counseling, counseling steps and counseling results. Based on the findings and discussion of the research through data analysis techniques, it was found that the implementation of pastoral counseling in the Wesleyan Indonesian Congregation of the Tanjung Selamat Congregation was quite effective. This is proven, both from taxonomic data and triangulation of 90% of cases handled by counselors running effectively. Based on the discussion, it can be concluded that although counselors do not have a special academic background in counseling, they can provide pastoral counseling effectively. Therefore, the researcher suggests that counselors improve their ability to do counseling and improve their spiritual quality.AbstrakPelayanan pastoral konseling di gereja lokal, sering diabaikan karena alasan para pelayan atau Pendeta tidak memiliki keahlian melaksanakan konseling. Namun demikian, karena ada begitu banyak masalah yang timbul dalam kehidupan pribadi maupun keluarga jemaat, maka pastoral harus dilakukan, namun sering kurang efektif. Di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, pastoral konseling juga dilaksanakan. Pastoral yang konseling dikatakan efektif, jika memenuhi setidaknya tiga indikator, yaitu: pertama, konseli dan konselor sepakat mengenai masalah yang dihadapi. Kedua, konselor mampu melaksanakan tahapan-tahapan konseling dengan baik. Ketiga, konsele mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Untuk mengukur efektifitas pastoral konseling di Gereja Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, maka peneliti melakukan penelitian kualitatif lapangan, dengan melibatkan 15 anggota sample, yang terdiri dari 12 konseli dan 3 konselor. Dengan tiga fokus penelitian, yaitu tahapan pembukaan konseling, langkah-langkah konseling dan hasil konseling. Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian melalui tehnik analisis data ditemukan bahwa pelaksanaan pastoral konseling di Wesleyan Indonesia Jemaat Tanjung Selamat, berjalan cukup efektif. Hal ini terbukti, baik dari data taksonomi ataupun trianggulasi 90% kasus yangditangani oleh konselor berjalan efektif. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpukan bahwa sekalipun para konselor tidak memiliki latar belakang akademis khusus konseling, tetapi mereka dapat menyelenggarakan pastoral konseling secara efektif. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar para konselor semakin meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan konseling sekaligus meningkatkan kualitas rohani.
Signifikansi Memahami Sikap yang Benar di konteks Penderitaan Menurut 1 Petrus 4:7-11 untuk Berperilaku Saleh Rika Kartika; jamli barus; rasmalem raya sembiring; aslinawati gurusinga; dhean amos lumbantobing
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 2, No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54024/illuminate.v2i2.164

Abstract

AbstractSuffering is a reality in life. No one is willing to suffer, but no one can escape from it. Suffering is a grace of God for believers. Among believers, some can understand the meaning of suffering in their life, but some do not understand it. 1 Petrus 4:7-11 describes about the true attitude in suffering contexts in order to behaving a goodliness life. The problem is how significant is  the true attitude in suffering contexts according to 1 Peter 4:7-11 in order to behaving a goodliness life? Method used in to answer the question is a quantitative research with survey method. As a result is the signification of the understanding of the true attitude in suffering contexts according to 1 Peter is very significant to influence to behave a goodliness life; the value of (r xy2) is 0.90 or 90 %; regression equation Y = 106,3 + 89x is significant. So, the more believer understand the true attitude in suffering contexts, the stronger he keep on behaving a goodliness life although he suffers..Key words: signification, true attitude, suffering, behaving a goodliness lifeAbstrakPenderitaan adalah realitas dalam hidup. Penderitaan tidak dikehendaki, namun penderitaan tak dapat dihindari. Penderitaan adalah anugerah bagi orang percaya. Di kalangan orang percaya, ada yang dapat memahami makna penderitaan, dan ada yang kurang memahaminya.  Ada orang percaya yang dapat memaknai penderitaan, namun lebih banyak yang kurang memahamnya. 1 Petrus 4:7-11 membicarakan tentang Sikap yang benar di konteks penderitaan untuk berperilaku saleh. Permasalahannya adalah bagaimanakah signifikansi memahami sikap yang benar di konteks penderitaan menurut 1 Petrus 4:7-11 untuk berperilaku saleh?  Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey. Hasilnya adalah Signifikansi Memahami Sikap yang Benar di konteks Penderitaan menurut 1 Petrus 4:7-11 sangat berpengaruh untuk berperilaku saleh; nilai derteminasinya (r xy2)sebesar 90 %; persamaan regresi  Y = 106,3 + 89x adalah signifikan. Jadi, jika orang percaya semakin memahami sikap yang benar berada di berbagai-bagai penderitaan, maka semakin gigih orang itu untuk  tetap berperilaku saleh sekalipun menderita.Kata kunci: signifikansi, sikap yang benari, Penderitaan, berperilaku saleh
Keselamatan dan Kontraversi Murtad Johnny Parthotan Simamora; Rika Kartika
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54024/illuminate.v6i1.217

Abstract

AbstractThis paper answers the arguments and rebuttals of those who believe salvation can be lost. Expository truth-telling: an approach to extracting the meaning of a text that begins with an observation of the historical context, and then relates the truth found to the present meaning.  This method emphasises finding the meaning of the text so that it can be put into context, rather than the other way round.  The results of the exploration of word meanings, the review of the Old and New Testaments, and the meaning of the texts show that salvation cannot be lost. The assurance of God's power is the basis of salvation that cannot be lost. Since salvation in the Christian faith is grace, the word grace itself both with regard to salvation and God's promises reveals that the word grace is firm, strong, and enduring. Gifts of grace such as the second giving of the tablets of stone to Moses and the fulfilment of the promises to Abraham were given and fulfilled not because of the obedience of the recipient, even the recipient was not always in a good spiritual state, but the gifts were still received and the promises were still fulfilled. The righteousness and goodness of man is not a condition for receiving God's promise. The use and transformation of the Old Man into the New Man confirms that the transformation of the New Man cannot return to the Old Man because it has been crucified in the death of Christ. The truth is that the salvation obtained from God in Jesus Christ cannot be changed. It can no longer be lost. Texts that appear as if they can be lost must be seen and considered for their true meaning based on the context and stage usage of the author when writing his letter. The purpose of the writing is to explain, to reveal that salvation based on the Christian faith is salvation that cannot be lost. Keywords: salvation, apostasy, new man  AbstrakTulisan ini menjawab argumentasi dan sanggahan dari mereka yang meyakni keselamatan dapat hilang. Penggungkapan kebenaran menggunakan eksposisi: suatu pendekatan penggalian makna teks diawali dari pengamatan akan konteks historis, yang kemudian mengaitkan kebenaran yang ditemukan dengan makna ke kinian.  Metode ini menekankan penemuan makna teks agar dapat dimaksukkan dalam konteks, bukan sebaliknya.  Hasil penggalian arti kata, tinjauan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,  dan makna teks-teks menunjukkan bahwa keselamatan sesungguhnya tidak dapat hilang. Jaminan kekuatan Allah adalah dasar keselamatan yang tidak dapat hilang. Karena keselamatan dalam iman Kristen adalah anugerah, maka dari kata anugerah itu sendiri baik berkenaan dengan kesalamatan dan janji-janji Tuhan menyatakan bahwa kata anugerah bersifat teguh, kuat, dan tahan uji. Pemberian anugerah seperti pemberian Loh Batu yang kedua kali kepada Musa dan penggenapan janji-janji kepada Abraham diberikan dan digenapi bukan karena ketaatan si penerima, bahkan si penerima bukan sedang dalam keadaan rohani yang selalu baik, tetapi pemberian tetap diterima dan janji tetap digenapi. Keataan dan kebaikan manusia bukan menjadi syarat untuk mendapatkan janji Allah. Ditegaskan dengan penggunaan dan perubahan Manusia Lama menjadi Manusia Baru, mengukuhkan bahwa perubahan dari Manusia Baru tidak mungkin lagi kembali menjadi manusia lama karena telah disalibkan di dalam kematian Kristus. Kebenaran itu menyatakan keselamatan yang diperoleh dari Allah di dalam Yesus Kristus tidak mungkin lagi dirubah. Keselamatan itu tidak mungkin lagi hilang. Teks-teks yang kelihatan seolah-olah dapat hilang ternyata harus dilihat dan dipertimbangkan arti yang sebenarnya berdasarkan konteks dan penggunaan panggung si Penulis waktu menuliskan suratnya. Tujuan penulisan yaitu untuk menjelaskan, mengungkapkan bahwa keselamatan berdasarkan iman Kristen adalah keselamatan yang tidak dapat hilang.Kata Kunci: keselamatan, murtad, manusia baru