Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Proceeding SENDI_U

BUDAYA HUKUM HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN ., Rochmani; Faozi, Safik; Suliantoro, Adi
Proceeding SENDI_U 2016: SENDI_U
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.512 KB)

Abstract

Hakim sebagai pihak pemutus yang merupakan salah satu unsur peradilan yang paling berperaan diantaraunsur-unsur peradilan lainnya. Apabila hakim tidak memperhatikan lingkungan hidup dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup akan mempengaruhi terwujudnya keadilan bagi lingkunganhidup. Hal ini juga berpotensi penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan selalu kalah dan”tidak ada keberpihakan kepada yang paling menderita” dalam perkara pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup.. Sebagai tujuan penelitian untuk menjelaskan budaya hukum hakim dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Metode penelitian menggunakan socio-legal. Hasil peneleitianmenunjukkan bahwa budaya hukum hakim yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dandiimplementasikan dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup merupakan suatu kelemahan yang padaakhirnaya tidak akan menghasilkan suatu keadilan ekologis. Kesimpulan, Hakim wajib mengggali hukumyang hidup dimasyarakat untuk mewujudkan keadilan ekologis. Hakim tidak hanya berpedoman padapemikiran tradisioanl, bahwa hukum hanya ada dalam undang-undang saja (law in books), tetapi hakimperlu memperhatikan bahwa hukum juga ada dalam asas-asas hukum yang hidup di masyarakat (law inaction).Kata kunci: hakim, budaya hukum, penyelesaian perkara, lingkungan hidup, keadilan ekologis
POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS BATIK SEMARANG Suliantoro, Adi; Andraini, Fitika; Juwanda, Farikhin
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1151.753 KB)

Abstract

Semarang mempunyai ikon yang berpotensi dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, sosial dan budaya, yaitu dengan melakukan pendaftaran Indikasi Geografis untuk Batik dengan motif khas Kota Semarang, seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, Sam poo Kong, Gereja Blendug, Warag Ngendog. Selain Hak Cipta, maka agar bermanfaat secara komunal dan dikenal secara meluas maka perlu diupayakan Hak Indikasi Geografis Batik Ikon Kota Semarang.Permasalahannya adalah bagaimanakah peluang Batik Semarang agar dapat diajukan sebagai Indikasi Geogrfais dan bagaimanakah syarat dan hambatannya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah Yuridis-Normatif. Diharapkan akan ada pijakan teori yang kuat untuk menemukan potensi Indikasi Geografis untuk Batik Semarang. Disimpulkan bahwa Kota Semarang mempunyai ikon khas yang tidak dimiliki oleh kota lain, bereputasi dan didukung komitmen Pemerintah Kota meningkatkan potensi daerah. Ikon tersebut adalah Tugu Muda, Lawang Sewu, Sam poo Kong, Gereja Blendug, Warag Ngendog. Dengan demikian maka Semarang mempunyaipeluang yang sangat besar untuk mendapatkan Indikasi Geografis. Kendala atau tantangan yang harus diantisipasi adalah sulitnya membentuk Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis / MPIG, kesulitan membuat penyusunanBuku Persyaratan, sosialisasi yang harus terus menerus dilakukan, dukungan masyarakat, validitas tim penyusun dan lamanya proses termasuk pemeriksaan substantif.
POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS BATIK SEMARANG Suliantoro, Adi; Andraini, Fitika; Juwanda, Farikhin
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1151.753 KB)

Abstract

Semarang mempunyai ikon yang berpotensi dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, sosial dan budaya, yaitu dengan melakukan pendaftaran Indikasi Geografis untuk Batik dengan motif khas Kota Semarang, seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, Sam poo Kong, Gereja Blendug, Warag Ngendog. Selain Hak Cipta, maka agar bermanfaat secara komunal dan dikenal secara meluas maka perlu diupayakan Hak Indikasi Geografis Batik Ikon Kota Semarang.Permasalahannya adalah bagaimanakah peluang Batik Semarang agar dapat diajukan sebagai Indikasi Geogrfais dan bagaimanakah syarat dan hambatannya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah Yuridis-Normatif. Diharapkan akan ada pijakan teori yang kuat untuk menemukan potensi Indikasi Geografis untuk Batik Semarang. Disimpulkan bahwa Kota Semarang mempunyai ikon khas yang tidak dimiliki oleh kota lain, bereputasi dan didukung komitmen Pemerintah Kota meningkatkan potensi daerah. Ikon tersebut adalah Tugu Muda, Lawang Sewu, Sam poo Kong, Gereja Blendug, Warag Ngendog. Dengan demikian maka Semarang mempunyaipeluang yang sangat besar untuk mendapatkan Indikasi Geografis. Kendala atau tantangan yang harus diantisipasi adalah sulitnya membentuk Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis / MPIG, kesulitan membuat penyusunanBuku Persyaratan, sosialisasi yang harus terus menerus dilakukan, dukungan masyarakat, validitas tim penyusun dan lamanya proses termasuk pemeriksaan substantif.
PENATAAN ULANG PARADIGMA NORMATIF HUKUM KEPAILITAN SEIRING TINGGINYA BONUS DEMOGRAFI DI INDONESIA Suliantoro, Adi; Andraini, Fitika
Proceeding SENDI_U 2019: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.867 KB)

Abstract

Bonus demografi berupa tingginya usia produktif mengakibatkan kegiatan usaha masyarakat menjadi tinggi. Tingginya kegiatan usaha mengakibatkan resiko bisnis juga tinggi, yang pada beberapa kasus mengakibatkan pailit. Disisi lain ketentuan tentang kepailitan perlu ditinjau ulang. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah menimbulkan polemik pada masyarakat, terlebih dengan adanya kasus Telkomsel dan pembangunan apartemen yang terhenti (contohnya Apartemen Kemanggisan Residence di Jakarta), semua karena putusan pailit. Hakim menerapkan secara normatif bunyi pasal – pasal tersebut. Permasalahannya adalah dengan penerapan secara normatif ketentuan Kepailitan ini, ternyata menimbulkan keresahan dan kerugian besar bagi masyarakat dan melanggar azas keadilan, sehingga muncul keberatan – keberatan. Menghindari kerugian besar masyarakat, maka perlu para hakim dan kurator untuk menerapkan hukum yang responsif, dengan mengedepankan hati nurani sehingga dapat mencapai keadilan substantif. Kata kunci: Bonus Demografi, Hukum Kepailitan,Progresif.
BUDAYA HUKUM HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN ., Rochmani; Faozi, Safik; Suliantoro, Adi
Proceeding SENDI_U 2016: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hakim sebagai pihak pemutus yang merupakan salah satu unsur peradilan yang paling berperaan diantaraunsur-unsur peradilan lainnya. Apabila hakim tidak memperhatikan lingkungan hidup dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup akan mempengaruhi terwujudnya keadilan bagi lingkunganhidup. Hal ini juga berpotensi penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan selalu kalah dan”tidak ada keberpihakan kepada yang paling menderita” dalam perkara pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup.. Sebagai tujuan penelitian untuk menjelaskan budaya hukum hakim dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Metode penelitian menggunakan socio-legal. Hasil peneleitianmenunjukkan bahwa budaya hukum hakim yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dandiimplementasikan dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup merupakan suatu kelemahan yang padaakhirnaya tidak akan menghasilkan suatu keadilan ekologis. Kesimpulan, Hakim wajib mengggali hukumyang hidup dimasyarakat untuk mewujudkan keadilan ekologis. Hakim tidak hanya berpedoman padapemikiran tradisioanl, bahwa hukum hanya ada dalam undang-undang saja (law in books), tetapi hakimperlu memperhatikan bahwa hukum juga ada dalam asas-asas hukum yang hidup di masyarakat (law inaction).Kata kunci: hakim, budaya hukum, penyelesaian perkara, lingkungan hidup, keadilan ekologis
DIALOG HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL Faozi, Safik; Rochmani, Rochmani; Suliantoro, Adi
Proceeding SENDI_U 2020: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perubahan sosial dewasa ini dikontruksi oleh hasil perpaduan perkembangan teknologi informasi dan kapitalisme internasional. Era Industri 5.0 yang berbasis teknologi dan berpusat pada perlindungan kemanusiaan menempatkan posisi hukum dalam perubahan sosial yang sangat strategis yaitu mengintegrasikan pengaruh konvergensi teknologi informasi dan ekonomi global dengan cita hukum untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakatnya. Pada era industri 5.0 yang berbasis teknologi dan berpusat pada kemanusiaan, terbuka kemungkinan hukum justru dapat digunakan sebagai media untuk mendialogkan secara kritis nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keberadaban, pluralitas, dan keadilan sosial.