Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik pada Tumpangsari Cabai dan Kubis di Dataran Tinggi Rosliani, Rini; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 3 (2009): September 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Baratpada ketinggian tempat 1.250 m dpl. dari bulan Juni sampai September 2005. Jenis tanah percobaan Andisol. Tujuanpercobaan untuk mengetahui pengaruh mikoriza dan penggunaan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, serapan hara,serta hasil tanaman cabai dan kubis yang ditanam secara tumpangsari di dataran tinggi. Perlakuan terdiri atas inokulasimikoriza Glomus sp. (dengan dan tanpa) dan dosis pupuk NPK (0, 250, 500, 750, dan 1.000 kg NPK/ha). Rancanganpercobaan menggunakan acak kelompok faktorial dengan 3 ulangan. Inokulasi mikoriza dilakukan di persemaiandengan cara mencampurkannya dengan media. Waktu tanam cabai di lapangan, yaitu 2 minggu sebelum tanam kubis.Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil kubis. namundapat meningkatkan persentase biji yang berkecambah dan pertumbuhan bibit cabai di persemaian, walaupun tidakmeningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di lapangan. Aplikasi pupuk anorganik (NPK) meningkatkan pertumbuhantanaman serta hasil cabai dan kubis. Tanpa inokulasi mikoriza, aplikasi pupuk NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobotbuah sampel cabai tertinggi. Dengan inokulasi mikoriza, untuk menghasilkan bobot buah cabai yang tinggi hanyamembutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha. Inokulasi mikoriza dapat mengurangi aplikasi pupuk NPK menjadi ¼ dosisstandar. Teknologi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna untuk pengembangan usahatani cabai dan kubisyang efisien dan berkelanjutan di dataran tinggi.ABSTRACT. Rosliani, R. and N. Sumarni. 2009. Application of Mycorrhizae and Anorganic Fertilizer on theGrowth, Nitrient Uptake, and Yield of Hot Pepper and Cabbage Intercropping on the Highland. The experimentwas conducted at Indonesian Vegetable Research Institute Experimental Site, Lembang, West Java. The objectivewas to determine the effect of mycorrhizae inoculation and application of anorganic fertilizer on the growth, nutrientuptake, and yield of hot pepper and cabbage intercropping on the highland. The treatments consisted of 2 rates ofmycorrhizae inoculation (with and without) and NPK anorganic fertilizer (0, 250, 500, 750, and 1,000 kg NPK/ha).Overall, the experiment was arranged in a randomized block design comprises of 10 treatment combinations with 3replicates. Mycorrhizae inoculation was done by mixing with seedling media in nursery. Hot pepper was transplantedto the field 2 weeks before cabbage. The results showed that mycorrhizae inoculation did not increase the growthand yield of cabbage. In the nursery, mycorrhizae inoculation increased percentage of the germinated seed and thegrowth of hot pepper seedling, but it did not increase the growth of hot pepper in the field. Application of anorganicfertilizer increased the growth and yield of both hot pepper and cabbage. Without mycorrhizae inoculation, applicationof (NPK) anorganic fertilizer 1,000 kg/ha produced the highest fruit weight of hot pepper. While mycorrhizaeinoculation could reduce the use of anorganic fertilizer up to ¼ of standard dosage (250 kg NPK/ha). The results ofthis experiment was very beneficial for hot pepper and cabbage farming system in the highland since it was moreefficient and sustainable.
Kebutuhan Pupuk Npk Optimum Bawang Bombay di Dataran Tinggi Sumarni, Nani; Rosliani, Rini
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanaman bawang Bombay membutuhkan ketersediaan unsur hara NPK di dalam tanah dalam jumlah yang cukup dan berimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk NPK yang optimum untuk 2 kultivar bawang Bombay introduksi di dataran tinggi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, 1.250 m dpl dengan jenis tanah andisol. Rancangan percobaan menggunakan petak terpisah dengan 3 ulangan. Kultivar bawang bombay asal Australia yaitu E-515 dan Z-512 ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan 14 kombinasi dosis N-P2O5-K2O ditempatkan sebagai anak petak. Kisaran dosis pupuk N, P, dan K adalah 75-375 kg/ha N, 75-375 kg/ha P2O5 dan 75-375 kg/ha K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dan hasil umbi bawang bombay kultivar E-515 dan Z-512 mempunyai respons yang tidak berbeda terhadap dosis pupuk N, P, dan K. Dosis pupuk N, P, dan K yang optimum untuk kedua kultivar bawang bombay introduksi adalah 137 kg/ha N, 160 kg/ha P2O5, dan 195 kg/ha K2O. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan hasil tanaman bawang bombay.Onion plants need balance of NPK nutrient supply in soil. This experiment was conducted at Experimental Garden of Indonesian Vegetables Research Institute Lembang, 1,250 m asl with andisol soil type, to find out the optimum dosage of NPK fertilizer application for 2 introduced onion cultivars in highland. A split plot design with 3 replications was used. Two introduced onion cultivars from Australia (E-515 and Z-512) were assigned to main plot, and 14 combination of NPK dosages were assigned to subplot. The range of N, P, K dosages were 75-375 kg/ha N, 75-375 kg/ha P2O5 and 75-375 kg/ha K2O. The results revealed that both onion cultivars No. E-515 and No. Z-512 did not give different respons to NPK fertilization, expressed in the vegetative growth and bulb yield. The optimum dosage of NPK for both cultivars was 137 kg/ha N, 160 kg/ha P2O5 and 195 kg/ha K2O. The results can be applied to increase the efficiency of NPK fertilization on the introduced short-day onion.
Pengaruh Kultivar dan Ukuran Umbi Bibit Bawang Bombay Introduksi terhadap Pertumbuhan, Pembungaan, dan Produksi Benih Sumiati, Etty; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembungaan bawang Bombay memerlukan suhu rendah, 5-12°C. Di daerah tropika, untuk terjadi pembungaan, umbi benih divernalisasi pada suhu 10°C selama 2 bulan. Untuk terjadi inisiasi pembungaan suhu rendah berinteraksi dengan faktor lain di antaranya faktor genetik, umur fisiologi, dan ukuran umbi benih. Penelitian pembungaan  bawang Bombay pada kondisi agroekosistem tropika Indonesia, dilakukan di dataran tinggi Lembang, Jawa Barat, 1.250 m dpl. Penelitian bertujuan (1) mendapatkan ukuran umbi bibit yang sesuai untuk memperoleh hasil umbi, bunga, dan biji bawang Bombay introduksi yang tertinggi dan (2) mengkaji jenis serta konsentrasi giberelin alami untuk menstimulasi inisiasi pembungaan bawang Bombay introduksi. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama kultivar bawang Bombay introduksi yaitu kultivar No. E-537, dan No. Z-512. Anak petak ukuran umbi bibit, yaitu >40 g per umbi, 25-40 g per umbi, dan <25 g per umbi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa produksi biji total tertinggi berasal dari bawang Bombay introduksi kultivar No. Z-512 ukuran >25 g. Inisiasi pembungaan distimulasi oleh sintesis de novo giberelin alami dengan jenis dan konsentrasi bergantung pada kultivar dan ukuran umbi bibit yang digunakan. Semakin besar ukuran umbi bibit (>25 g per umbi) semakin tinggi konsentrasi giberelin alami yang dihasilkan dan semakin tinggi pula pembungaan dan hasil biji. Jenis giberelin alami yang disintesis oleh bawang Bombay kultivar No. E-537 yaitu GA3, GA7, dan GA45, dan dari kultivar No. Z-512 yaitu GA3, GA21, dan GA45. Hasil produksi umbi bawang Bombay tertinggi berasal dari kultivar No. E-537. Ukuran umbi bibit >25->40 g per umbi tidak berpengaruh terhadap produksi umbi kedua kultivar.Low air temperature of 5-12°C is needed to stimulate flower initiation of onion, while in tropical regions it can be done by vernalizing the onion mother bulbs at 10°C for 2 months. Flower initiation was stimulated by low temperature interacts with several factors, such as genetic, physiological age, and size of mother bulbs. The experiment was conducted at high altitude Lembang, Bandung 1,250 asl. The aims of this study were (1) to find out the proper size of the onion mother bulbs in order to get the highest yield of flowers, seed, and bulb, (2) to study kind of natural gibberellins and their concentrations which stimulate flower initiation of introduced onion cultivars. A split plot design with 3 replications was set up in the field. The main plot was two introduced onion cultivars i.e. cultivar No. E-537, and No. Z-512. The subplot was size of onion mother bulbs i.e. >40 g, 25-40 g, and <25 g per bulb. Research results revealed that the highest total seed yield was gained from cultivar No. Z-512 with the size of mother bulb of more than 25 g. Flower initiation was stimulated by de novo natural gibberellin with kind and concentration depend on cultivars and the size of mother bulb. The bigger mother bulb size (>25 g) the higher the concentration of natural gibberellin and the higher the flowers/umbels and seed yield produced. Kind of natural gibberellins sintesized by onion cultivar No. E-537 were GA3, GA7, and GA45, while from cultivar No. Z-512 were GA3, GA21, and GA45. The highest onion bulb yield was gained from cultivar No. E-537. The mother bulb size >25->40 g did not affect the total onion bulb yield for both cultivars.
Pemupukan Fosfat Alam, Pupuk Kandang Domba, dan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun pada Tanah Masam Rosliani, Rini; Hilman, Yusdar; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan dilaksanakan di lahan petani Kabupaten Lebak, Banten, mulai bulan Juli sampai Oktober 2001.  Jenis tanah masam adalah ultisols yang mempunyai ketersediaan P rendah dan sifat fisik jelek. Tujuan percobaan adalah mempelajari pengaruh inokulasi cendawan mikoriza arbuskula, penyediaan bahan organik dari pupuk kandang domba dan dosis fosfat alam (P) terhadap pertumbuhan, serapan P, dan hasil mentimun. Perlakuan terdiri atas 3 dosis fosfat alam, pupuk kandang domba, dan inokulasi mikoriza. Kombinasi perlakuan seluruhnya ada 12 dengan 3 ulangan yang disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang domba meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat alam, pertumbuhan, bobot buah, dan infeksi akar.  Pengaruh mikoriza tampak jelas jika disertai penggunaan pupuk kandang domba.  Tanpa  pupuk kandang domba maupun tanpa mikoriza, dosis P yang dibutuhkan untuk menghasilkan buah mentimun adalah 200 kg P2O5 /ha, sedangkan dengan pupuk kandang domba maupun dengan mikoriza dosis P yang dibutuhkan untuk menghasilkan buah mentimun yang sama hanya 100 kg  P2O5 /ha.  Tanpa pupuk kandang, mikoriza, dan pupuk P (kontrol), tanaman tidak menghasilkan buah mentimun. Teknologi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna untuk pengembangan tanaman sayuran pada tanah-tanah masam atau lahan marginal seperti ultisols.The experiment was conducted at the farmer field in Lebak Distric of Banten Province, from July until October 2001. The soil type was ultisols with low P availability and poor physical property. The objectives of this experiment was to study the effect of application of rock phosphate, sheep manure, and arbuscular mycorrhiza fungi inoculation on the growth, P uptake, and yield of cucumber in acid soil.  The treatments consisted of three rates of rock phosphate, 2 rates of sheep manure and 2 rates of mycorrhiza inoculation. All treatment combinations were arranged in a factorial randomized block design with 3 replications. The results showed that sheep manure application increased the efficiency of rock phosphate application, growth, yield of cucumber, and root infection. The effect of mycorrhiza inoculation was distinct when accompanied with sheep manure supply. Without sheep manure supply and without mycorrhiza inoculation, 200 kg P2O5/ha of rock phosphate was needed to produce cucumber, while sheep manure supply and mycorrhiza inoculation, only 100 kg P2O5/ha of rock phosphate was needed to produce equivalence cucumber fruit. Without rock phosphate application, sheep manure supply, and mycorrhiza inoculation (control), the plant did not produce any cucumber fruit. The results of the experiment can be usefull for developing vegetables cultivation on acid soils or marginal land such as ultisols.
Pertumbuhan, Hasil, dan Kelayakan Finansial Penggunaan Mulsa dan Pupuk Buatan pada Usahatani Cabai Merah di Luar Musim Soetiarso, Thomas Agoes; Ameriana, Mieke; Prabaningrum, Laksminiwati; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan, hasil, dan kelayakan finansial penggunaan mulsa dan pupuk buatan pada usahatani cabai merah di luar musim. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung, Jawa Barat (±1.250 m dpl) pada musim hujan (Oktober 1999 – Juli 2000). Rancangan percobaan menggunakan petak terpisah. Mulsa sebagai petak utama dan sebagai anak petak adalah dosis pemupukan berimbang, serta ulangan 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak terjadi interaksi yang nyata antara mulsa plastik hitam perak dan dosis pupuk (NPK) terhadap pertumbuhan dan hasil cabai. Secara independen, penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan jumlah buah sehat per tanaman, bobot buah sehat per tanaman, dan bobot buah sehat per petak secara nyata. Penggunaan mulsa plastik hitam perak juga dapat menekan serangan Thrips, namun tidak berpengaruh terhadap kerusakan akibat serangan ulat grayak, Spodoptera litura. Penggunaan ketiga dosis pupuk (NPK) yang diuji tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah buah sehat per tanaman, bobot buah sehat per tanaman, bobot buah sehat per petak, dan tidak berpengaruh terhadap kerusakan tanaman cabai oleh Thrips dan S. litura. Secara teknis penggunaan mulsa plastik hitam perak dan dosis pupuk (150 kg N/ha + 150 kg P2O5/ha + 150 kg K2O/ha) memberikan hasil produksi cabai yang tinggi (147,36 kg per 220 m2) dan efisien dari segi penggunaan pupuk. Secara ekonomis hasil analisis anggaran parsial juga menunjukkan bahwa perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang paling menguntungkan, ditunjukkan oleh tingkat pengembalian marjinalnya paling tinggi (557,51%). Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai teknologi alternatif untuk usahatani cabai merah di luar musim.The objectives of this experiment were to assess the growth, yield, and financial feasibility of the use of mulch and inorganic fertilizer on hot pepper off-season cultivation. The experiment was conducted in Margahayu Experimental Garden, Indonesian Vegetable Research Institute, Lembang, Bandung, West Jawa (± 1,250 m asl) by using split plot design. Mulch was designed as main plot, while balanced-fertilization was arranged as subplot. Each combination was repeated 3 times. Results indicated that there was no significant interaction between the use of black-silver plastic mulch and (NPK) fertilizer dosages. Independently, the use of black-silver plastic mulch could significantly increase the number and weight of healthy fruits per plant, and the weight of healthy fruits per plot. The use of black-silver plastic mulch could also suppress the infestation by Thrips, but unable to prevent yield loss caused by Spodoptera litura. The three dosage levels of (NPK) fertilizer did not show any significant effects to the number and weight of healthy fruits per plant, and the weight of healthy fruits per plot. Furthermore, these treatments also did not show any relationships with yield loss caused by Thrips and S. litura. Technically, the use of plastic mulch and fertilizer (150 kg N/ha + 150 kg P2O5/ha + 150 kg K2O/ha) provided a relatively high yield (147.36 kg per 220 m2) and indicated high efficiency of fertilizer use. Meanwhile, partial budget analysis also showed that such treatment provided the highest profit as indicated by highest of marginal return (557.51%). It suggests that this technological component may be used as an alternative agronomic practices in hot pepper off-season cultivation.
Pengaruh Waktu Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh Mepiquat Klorida terhadap Pembungaan dan Pembijian Bawang Merah (TSS) Rosliani, Rini; Suwandi, -; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang. Budidaya bawang merah dapat dilakukan melalui penggunaan umbi bibit atau true shallot seed (TSS). Keuntungan TSS adalah lebih mudah, murah, volume lebih sedikit, dan bebas virus. Banyak cara untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah, antara lain melalui waktu tanam yang tepat atau aplikasi ZPT. Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan waktu tanam yang tepat serta untuk mempelajari pengaruh ZPT terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah. Perlakuan terdiri atas petak utama yaitu waktu tanam bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober dan anak petak yaitu perlakuan pembungaan: kontrol, mepiquat khlorida, dan mepiquat klorida + polinator buatan dengan tangan. Rancangan percobaan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan waktu tanam dengan perlakuan pembungaan terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang. Waktu tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang, sedangkan ZPT mepiquat klorida dan polinator buatan tidak berpengaruh nyata. Penanaman bulan September menghasilkan berat biji per petak tertinggi dengan hasil sebesar 27,5 g per petak luas 9 m2 atau setara dengan 22,92 kg/ha dengan efisiensi lahan 75%. Pemilihan waktu tanam yang tepat dapat digunakan untuk memproduksi biji TSS yang tinggi.Effect of planting time and plant growth regulator mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. Cultivation of shallot could be conducted by using bulb or true shallot seed (TSS). The benefecial of TSS were easier, cheaper, small volume, and free-virus. Many methods for increasing flowering and seed-set were by appropriate planting time and application of plant growth regulator. The experiment was conducted at the Experimental Field of IVEGRI Lembang. The objectives of the experiment were to determine appropriate planting time and the effect of plant growth regulator (PGR) mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. The treatments were arranged in a split plot design with three replications. Four planting time of July, August, September, and October were assigned to main plots, and pgr treatments of control, pgrpgrpgr mepiquat chloride, and PGR mepiquat chloride + artificial hands pollinator were assigned to subplots. The results showed that there was no interaction between planting time and pgr treatments on flowering and seed-set of shallot grown in Lembang. Planting time influenced significantly the growth, flowering, and seed-set of shallot, meanwhille pgr mepiquat chloride and artificial pollinator by hands had no significant effect. Planting time on September produced the highest seed weight per plot of 27.5 g per 9 m2 or equivalent to 22.92 kg/ha at land efficiency of 75%. The appropriate planting time could be applied to produce the high seed-set of shallot.
Optimasi Pupuk dalam Usahatani LEISA Bawang Merah di Dataran Rendah Asandhi, Aziz Azirin; Nurtika, Nunung; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Usahatani bawang merah telah dianggap menggunakan input bahan kimia sintetik terlalu tinggi, sehingga perlu dicari teknologi alternatif yang lebih ramah lingkungan dengan mengganti sebagian input kimia sintetik dengan bahan alami, seperti bahan organik. Untuk itu, diadakan kegiatan penelitian di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana dari bulan Juni sampai dengan September 2003 menggunakan bawang merah varietas bangkok warso yang ditanam dengan jarak 17x17 cm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan macam pupuk organik dan dosis pupuk NPK untuk meningkatkan hasil sayuran dalam usahatani Leisa di dataran rendah. Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah kombinasi jenis pupuk organik (Oo = tanpa pupuk organik, O1= kompos ampas tebu dan O2 = bokasi jerami) dengan dosis pupuk NPK (Po = 0 kg/ha; P1 = 375 kg/ha; P2 = 750 kg/ha; P3 = 1.125 kg/ha, dan P4 = 1.500 kg/ha). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada tanaman yang tidak diberi bahan organik, penggunaan pupuk NPK (15-15-15) kadar 375 kg/ha sudah meningkatkan bobot basah dan bobot kering bawang merah secara nyata. Pada tanaman yang diberi bahan organik ampas tebu, pemupukan NPK (15-15-15) dosis 375 kg/ha sudah memberikan kenaikan hasil bawang merah baik bobot basah maupun bobot kering secara nyata. Sedang penggunaan bahan organik bokasi jerami dengan pupuk NPK (15-15-15) dosis 375 kg/ha hanya meningkatkan bobot basah hasil bawang merah secara nyata.Optimization of vegetable production input in lowland under LEISA system. Production of shallot has been considered to use high chemical synthetic input, so there is a need to look for an alternative technology which is more environmentally safe by replacing some chemicals input with natural product such as organic matters. The experiment has been conducted in Kemukten, Kersana, Brebes from June up to September 2003 by using shallot variety bangkok warso that was planted at planting distance of 17x17 cm. The objective of this experiment was to find out kind of organic manure and dosage of NPK to increase yield of shallot under LEI SA system. The experimental arranged in a randomized complete block design with three replications. The treatments were the combination between kind of organic matters without organic matter, sugarcane waste, and fermented rice straw) with dosages of NPK (0 kg/ha; 375 kg/ha; 750 kg/ha; 1,125 kg/ha; and 1,500 kg/ha). The results showed that shallot plantation without organic matters combined with 375 kg/ha NPK (15-15-15) could improve fresh and dry crops weight significantly. The application of sugarcane waste in combination with 375 kg/ha NPK (15-15-15), significantly increased fresh and dry weight of the harvested crops, while application of fermented rice straw organic matters in combination with 375 kg/ha NPK (15-15-15) just improved the yield in term of fresh crops weight significantly.
Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh terhadap Produksi Umbi Bibit Bawang Merah Asal Biji Kultivar Bima Sumarni, Nani; Sumiati, Ety; Suwandi, -
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah menentukan kerapatan tanaman dan konsentrasi aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS yang tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal biji botani (TSS). Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Tiga macam kerapatan tanaman 5 x 5 cm (400 tanaman/m2), 5 x 7,5 cm (266 tanaman/m2), dan 5 x 10 cm (200 tanaman/m2) ditempatkan sebagai petak utama dan empat konsentrasi ZPT mepiquat klorida 50 AS, 0, 2, 4 dan 6 ml/l ditempatkan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman paling tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal TSS adalah 400/m2 (5 x 5 cm) dengan jumlah umbi berukuran kecil (2,5-5 g/umbi) paling banyak dan tidak menghasilkan umbi bibit mini (1-2 g/umbi). Kerapatan tanaman 200/m2 lebih cocok digunakan untuk produksi umbi konsumsi asal TSS dengan 50% umbi yang dihasilkan berukuran besar (>7,5 g/umbi). Aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah asal TSS, tetapi pada konsentrasi 6 ml/l dapat meningkatkan persentase jumlah umbi berukuran besar (>7,5 g/umbi). Hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan produksi dan kualitas umbi bibit bawang merah.Effect of plant densities and application of plant growth regulator on seed bulb yield of shallot from true seed of cultivar bima. The objectives were to determine the proper plant density in combination with application of mepiquat chloride 50 AS for production of seed bulb of shallot from true seed. A split plot design with three replications was set up in this experiment. Three levels of plant densities of 5 x 5 cm (400 plants/m2), 5 x 7.5 cm (266 plants/m2), and 5 x 10 cm (200 plants/m2) were assigned to main plots and plant growth regulator mepiquat chloride 50 AS concentrations of 0, 2, 4, and 6 ml/l were assigned to subplots. The results revealed that proper plant density to produce seed bulb from true seed was 400 plants/m2 which produced the highest percentage of small size bulb (2.5-5 g/bulb) and did not produce mini shallot bulb (1-2 g/bulb). Plant density of 200 plants/m2 was proper to produce consumption bulb from true seed, this treatment produced big size bulb (>7.5 g/bulb) more than 50%. Application of PGR mepiquat chloride 50 AS did not increase growth and bulb yield of shallot, however at concentration of mepiquat chloride 50 AS 6 ml/l could increase number of big size bulb (>7.5 g/bulb). This results can improve quality and production of shallot seed.
Perbaikan Teknologi Produksi Umbi Benih Bawang Merah dengan Ukuran Umbi Benih, Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh, dan Unsur Hara Mikroelemen Sumiati, Ety; Sumarni, Nani; Hidayat, A
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 1 (2004): Maret 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bawang merah untuk benih umumnya diperbanyak dengan menggunakan umbi. Penelitian bertujuan untukmemperbaiki cara perbanyakan umbi untuk benih yang berkualitas. Penelitian dilakukan di Desa Tambakan, Cagak,Subang ± 600 m dpl. Rancangan percobaan menggunakan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ada tiga,yaitu ukuran umbi benih <3 g, 3-5 g, dan >5 g per umbi. Anak petak ada lima buah yaitu zat pengatur tumbuh enzimkarbonil 0,2 ml/l+ppc mikroelemen metalik 1,0 ml/l, enzim karbonil 0,2 ml/l + metalik 1,5 ml/l, triakontanol 0,2 ml/l +metalik 1,0 ml/l, triakontanol 0,2 ml/l + metalik 1,5 ml/l, dan kontrol. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa aplikasiukuran umbi benih >5 g per umbi yang diberi zat pengatur tumbuh triakontanol 0,2 ml/l + ppc mikroelemen metalik 1,5ml/l nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi bobot to tal umbi bawang merah untuk benih.Ame lio ra tion of seed production technology ofshal lot by ap pli ca tion of proper size of mother bulb, plant growth regulators, and microelement nutrient.Shal lot for seed generally are propagated by using the mother bulb. The aim of this experiment was to improve seedproduction technology to find out high quality and quantity of shallot mother bulbs. Research was conducted atTambakan, Cagak, Subang ± 600 m asl. A split plot design with three replication was set up in the field. Main plot wassize of mother bulbs, viz. : <3 g, 3-5 g, and >5 g per bulb, respectively. Subplot was plant growth regulators treatmentin combination with microelement nutrient, viz. : plant growth regulaor en zyme carbonyl 0.2 ml/l + microelementmetalic 1.0 ml/l, en zyme car bonyl 0.2 ml/l + metalic 1.5 ml/l, triakontanol 0.2 ml/l + metalic 1.0 ml/l, triakontanol 0.2ml/l + metalic 1.5 ml/l, and check. Research results revealed that application of size of mother bulb >5 g per bulb incombination with pgr triacontanol 0.2 ml/l + metalic 1.5 ml/l significantly increased growth and total production ofshallot bulbs for seed.
Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Mulsa Organik terhadap Produksi Cabai dan Erosi Tanah Sumarni, Nani; Hidayat, Aang; Sumiati, Eti
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 3 (2006): September 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Masalah utama budidaya cabai di lahan kering pegunungan dengan kemiringan >15° adalah erosi tanah dan pencucian hara sebagai akibat aliran air di permukaan tanah. Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dengan tujuan mendapatkan jenis tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang cocok untuk penanaman cabai. Penelitian menggunakan strip plot design dengan 4 perlakuan jenis tanaman penutup tanah (tanpa tanaman penutup tanah, kacang jogo, kacang tanah, dan ubi jalar) dan 3 jenis mulsa organik (tanpa mulsa, jerami, dan sisa-sisa tanaman). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Tanaman penutup tanah dan tanaman cabai ditanam pada waktu bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa jerami dan mulsa sisa-sisa tanaman tidak meningkatkan hasil bobot buah cabai, tetapi meningkatkan jumlah buah cabai masing-masing 6,8 dan 4,0% dan menekan erosi tanah sebesar 34,82%. Tanaman kacang jogo dan kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah dapat meningkatkan produksi cabai masing-masing sebesar 11,74 dan 33,91%, dan juga dapat menurunkan erosi tanah masing-masing sebesar 22,41 dan 39,65%. Sebaliknya tanaman penutup tanah ubi jalar dapat menurunkan hasil cabai, tetapi paling efektif untuk menekan erosi tanah, yaitu sebesar 41,38%. Tanaman penutup tanah paling baik untuk penanaman cabai adalah kacang tanah karena dapat memberikan peningkatan hasil cabai paling tinggi (33,91%). Penggunaan tanaman penutup dan mulsa organik yang baik diharapkan dapat mempertahankan keberlanjutan produktivitas lahan.ABSTRACT. Sumarni, N., A. Hidayat, and E. Sumiati. 2006. The effect of cover crops and organic mulches on hot pepper yield and soil erosion. The main problem of hot pepper cultivation in dry upland with slope of >15° is the nutrient leaching and soil erosion due to run-off. One of the efforts to overcome this problem is by utilization of cover crops and organic mulches. The aim of the experiment was to determine the best cover crop and organic mulch in hot pepper cultivation. A strip plot design with 3 replications was used. The treatments were 4 kinds of cover crops (without cover crop, red bean, ground peanut, and sweet potato) and 3 kind of organic mulches (without mulch, rice straw, and plant residues). Cover crops and hot pepper were planted at the same time. Results of the experiment indicated that application of rice straw and plant residues mulches did not affect the yield of hot pepper, but increased the fruit number by 6.8% and 4% respectively, and decreased soil erosion by 34.82%. Using red bean and ground peanut as cover crops could increase hot pepper yield by 11.74 and 33.91%, and also decreased soil erosion by 22.41 and 39.65%, respectively. On the other hand, cover crop of sweet potato decreased the growth and yields of pepper, however, it was the most effective for decreasing soil erosion (41.38%). The best cover crop for cultivating hot pepper was ground peanut which gave the highest increased in yield of hot pepper (33.91%). Application of suitable cover crop and organic mulch can maintain soil productivity.