- Suwandi
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendiknas

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Optimasi Jarak Tanam dan Dosis Pupuk NPK untuk Produksi Bawang Merah dari Benih Umbi Mini di Dataran Tinggi Sumarni, N; Rosliani, R; Suwandi, -
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Benih umbi mini bawang merah (shallots set) adalah benih umbi berukuran kecil (<3 g/umbi) yang dihasilkan dari biji botani bawang merah (True Shallot Seeds). Penggunaan benih umbi mini belum umum dilakukan pada budidaya bawang merah di Indonesia. Penelitian bertujuan mendapatkan jarak tanam dan dosis pemupukan NPK untuk produksi umbi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (1.250 m dpl.) dengan jenis tanah Andisol, dari bulan Agustus sampai dengan Desember 2009. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok dengan tiga ulangan dan 12 perlakuan, yaitu tiga taraf jarak tanam (5 x 20 cm, 10 x 20 cm, dan 15 x 20 cm), yang dikombinasikan dengan empat taraf dosis pupuk NPK (½ ; 1,0; 1,5; dan 2,0 dosis NPK standar), dan satu perlakuan kontrol yang menggunakan benih umbi konvensional (5 g/umbi) dengan jarak tanam 15 x 20 cm dan 1,0 dosis pupuk NPK standar. Dosis NPK standar ialah N 190 kg/ha, P2O5 92 kg/ha, dan K2O 120 kg/ha. Benih umbi mini dan benih umbi konvensional yang digunakan ialah varietas Bima Brebes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tanaman yang berumbi (dapat dipanen) paling banyak (39,10%) terdapat pada perlakuan jarak tanam 15 x 20 cm dan dosis pupuk NPK yang rendah (N 95 kg/ha, P2O5 46 kg/ha, dan K2O 60 kg/ha) menggunakan benih umbi mini dibanding perlakuan yang lain (14,66–33,22%). Perlakuan tersebut juga berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan menggunakan benih umbi konvensional (24,99%). Jarak tanam 15 x 20 cm dengan dosis N 190 kg/ha, P2O5 92 kg/ha, dan K2O 120 kg/ha merupakan jarak tanam dan dosis pupuk NPK optimal untuk produksi umbi bawang merah asal benih umbi mini, yang menghasilkan bobot umbi kering eskip sebesar 35,48 g/tanaman. Penggunaan benih umbi mini dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil umbi bawang merah, serta mengurangi (tonase) penggunaan benih umbi per satuan luas.  ABSTRACT. Sumarni, N, Rosliani, R, and Suwandi 2012. Optimization of Plant Distance and NPK Dosage to Produce Shallots from Shallots Set in Highland. Shallots set is small seed bulb derived from true shallot seeds (TSS).  Using of the shallots set in shallots production is not common yet in Indonesia. The objective of this research was to find out the optimum plant distance in combination with NPK dosage to produce shallots bulb from shallots set in highland. The experiment was conducted at the Experimental Garden of the Indonesian Vegetable Research Institute, Lembang (1,250 m asl.) on Andisol soil, from August to December 2009. A randomized complete block design with three replications was applied in the study. There were 12 treatments, viz. three levels of plant distance of 5 x 20 cm, 10 x 20 cm, and 15 x 20 cm that were combined with the application of four levels of standard dosage of NPK, viz. 0.5; 1.0; 1.5; and 2.0 NPK standard dosage, and one treatment as a control using bulb (5 g/set) with 15 x 20 cm planting distance,  and a NPK standard fertilization (N 190 kg/ha, P2O5 92 kg/ha, and K2O 120 kg/ha). Bima Brebes cultivar was used as a planting material source for developing TSS, mini bulbs, and bulbs as generally applied in conventional cultivation.  Research results revealed that the highest number of bulbed-plant harvested in the experiment 39.10% was recorded on shallots set cultivated using plant distance of 15 x 20 cm and NPK dosage of N 95 kg/ha, P2O5 46 kg/ha, and K2O 60 kg/ha compared to other treatments (14.66–33.22%). The treatment also gave higher results compared to conventional cultivation using bulbs (24.99%). The optimum plant distance and NPK dosage to produce shallots bulb from shallots set in highland was 15 x 20 cm and N 190 kg/ha, P2O5 92 kg/ha, and K2O 120 kg/ha that resulted in 35.48 g dry weight of shallots bulb per plant. The application of shallots set could increase the quantity and quality of shallots yield, and reduced quantity of bulbs needed per hectare.
Peran Pupuk Limbah Cair Peternakan Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi, Selada, dan Kangkung Y, Sastro; Lestari, L P; Suwandi, -
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Tingginya harga pupuk kimia menyebabkan pengembangan pupuk alternatif sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu sumber pupuk alternatif yang potensial untuk dikembangkan adalah limbah cair peternakan sapi. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk limbah cair peternakan sapi terhadap pertumbuhan dan hasil sawi, selada, dan kangkung.  Pengujian skala pot dengan menggunakan Ultisols sebagai media  dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta mulai bulan Maret hingga Oktober 2007.  Perlakuan meliputi pemupukan menggunakan limbah cair peternakan sapi (tanpa dan diencerkan dengan air 1:1 dan 1:2), campuran Urea, TSP, dan KCl (NPK), dan tanpa pemupukan sebagai kontrol.  Perlakuan diatur menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima ulangan. Pertumbuhan dan hasil tanaman yang didasarkan pada tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat biomasa dijadikan sebagai variabel pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk limbah cair peternakan sapi nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil sawi, selada, dan kangkung. Apabila dibandingkan dengan perlakuan NPK, hasil sawi, selada, dan kangkung berturut-turut mencapai 95, 87, dan 61%.  Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pupuk limbah cair peternakan sapi dapat menggantikan pupuk kimia dalam budidaya sayuran, khususnya sawi dan selada.ABSTRACT.  Sastro, Y., I.P. Lestari, and Suwandi. 2010. The Effect of  Liquid Cattle Manure on the Growth and Yield of Chinese Cabbage, Lettuce, and Kangkong. Alternative fertilizer is very important to be developed because the high price of chemical fertilizers. One of the potential fertilizer to be developed is liquid cattle manure. This research was aimed to study the effect of liquid cattle manure on the growth and yield of chinese cabbage, lettuce, and kangkong.  The pot scale study used Ultisols as media was conducted in Glasshouse of the Assessment Institute of Agriculture Technology, Jakarta from March until October 2007.  The treatments were diluted cattle manure (1:1, 1:2, no cattle manure); combination of Urea, TSP, and KCl (NPK), and no fertilizer as control. The experiment was arranged in a complete randomized design with five replications. The parameters observed were plant high, leaf number, and biomass weight. The results showed that liquid cattle manure was significantly increase the growth and yield of chinese cabbage, lettuce, and kangkong. The application of liquid cattle manure on chinese cabbage, lettuce, and kangkong could produce 95, 87, and 61% compare with NPK fertilizer, respectively. The results indicated that liquid cattle manure could replace chemical fertilizers in the vegetable production, especially in chinese cabbage and lettuce.
Penentuan Paket Teknologi Budidaya Bawang Merah di Dataran Rendah dan Medium melalui Pendekatan Analisis Model Indeks Komposit Suwandi, -; Moekasan, Tonny Koestoni
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Percobaan dilaksanakan di dataran rendah (Kramat, Tegal, Jawa Tengah), dan di dataran medium (Rancaekek, Jawa Barat). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan paket teknologi usahatani bawang merah yang cocok untuk dataran rendah dan dataran medium melalui pendekatan analisis model indeks komposit. Perlakuan yang diteliti terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor A: 5 varietas bawang merah (No. 86, No. 88, No. 22, No. 33, dan var. Menteng untuk pelaksanaan di dataran medium dan kultivar Kuning di dataran rendah), faktor B: 3 jenis paket teknologi budidaya bawang merah. Rancangan percobaan yang digunakan petak terpisah dengan 3 ulangan. Analisis yang digunakan ragam data gabungan dan ragam data individual, serta model indeks komposit analisis faktor. Hasil analisis menunjukkan bahwa varietas bawang merah yang sebaiknya direkomendasikan untuk dataran rendah Kramat, Tegal adalah kultivar Kuning, dan perpaduan komponen teknologinya adalah paket teknologi T3. Varietas bawang merah yang sebaiknya direkomendasikan untuk dataran medium Rancaekek adalah varietas Menteng, Klon No. 33 dan Klon 88 dengan paket teknologi T1. Budidaya bawang merah di dataran medium menghasilkan rerata susut bobot umbi lebih kecil dibandingkan di dataran rendah.ABSTRACT. Suwandi, R. Rosliani, and T.K. Moekasan. 2008. Determrmination of Shallot Cultivation Techchnologygy Package at Low and Medium Elevation Thr ough Analysis of Composite Index Model. The experiment was conducted at low elevation (Kramat, Tegal, Central Java), and at medium elevation (Rancaekek, West Java). The objectives of the experiment was to find out the appropriate cultivation technology package of shallot at low and medium elevation through analysis of composite index model. The treatment consisted of 2 factors of A: 5 varieties of shallot (No.86, No. 88, No. 22, No. 33, and var. Menteng/Majalengka for medium elevation and var. Kuning for low elevation), factor B: 3 kinds of cultivation technology package of shallot. Experimental design used was split plot with 3 replications. Analyses were done using combination data variance analysis, individual data variance analysis and composite index model of factor analysis. The results showed that the best recommended variety of shallot for low elevation at Kramat, Tegal was var. Kuning, and the cultivation technology package was T3. While the best recommended variety of shallot for medium elevation were var. Menteng, Clone No. 33, and Clone no. 88, and the cultivation technology package was T1. Cultivation of shallot at medium elevation gave lower bulb weight-lost than at low elevation.
Pengaruh Waktu Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh Mepiquat Klorida terhadap Pembungaan dan Pembijian Bawang Merah (TSS) Rosliani, Rini; Suwandi, -; Sumarni, Nani
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang. Budidaya bawang merah dapat dilakukan melalui penggunaan umbi bibit atau true shallot seed (TSS). Keuntungan TSS adalah lebih mudah, murah, volume lebih sedikit, dan bebas virus. Banyak cara untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah, antara lain melalui waktu tanam yang tepat atau aplikasi ZPT. Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan waktu tanam yang tepat serta untuk mempelajari pengaruh ZPT terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah. Perlakuan terdiri atas petak utama yaitu waktu tanam bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober dan anak petak yaitu perlakuan pembungaan: kontrol, mepiquat khlorida, dan mepiquat klorida + polinator buatan dengan tangan. Rancangan percobaan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan waktu tanam dengan perlakuan pembungaan terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang. Waktu tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang, sedangkan ZPT mepiquat klorida dan polinator buatan tidak berpengaruh nyata. Penanaman bulan September menghasilkan berat biji per petak tertinggi dengan hasil sebesar 27,5 g per petak luas 9 m2 atau setara dengan 22,92 kg/ha dengan efisiensi lahan 75%. Pemilihan waktu tanam yang tepat dapat digunakan untuk memproduksi biji TSS yang tinggi.Effect of planting time and plant growth regulator mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. Cultivation of shallot could be conducted by using bulb or true shallot seed (TSS). The benefecial of TSS were easier, cheaper, small volume, and free-virus. Many methods for increasing flowering and seed-set were by appropriate planting time and application of plant growth regulator. The experiment was conducted at the Experimental Field of IVEGRI Lembang. The objectives of the experiment were to determine appropriate planting time and the effect of plant growth regulator (PGR) mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. The treatments were arranged in a split plot design with three replications. Four planting time of July, August, September, and October were assigned to main plots, and pgr treatments of control, pgrpgrpgr mepiquat chloride, and PGR mepiquat chloride + artificial hands pollinator were assigned to subplots. The results showed that there was no interaction between planting time and pgr treatments on flowering and seed-set of shallot grown in Lembang. Planting time influenced significantly the growth, flowering, and seed-set of shallot, meanwhille pgr mepiquat chloride and artificial pollinator by hands had no significant effect. Planting time on September produced the highest seed weight per plot of 27.5 g per 9 m2 or equivalent to 22.92 kg/ha at land efficiency of 75%. The appropriate planting time could be applied to produce the high seed-set of shallot.
Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh terhadap Produksi Umbi Bibit Bawang Merah Asal Biji Kultivar Bima Sumarni, Nani; Sumiati, Ety; Suwandi, -
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah menentukan kerapatan tanaman dan konsentrasi aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS yang tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal biji botani (TSS). Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Tiga macam kerapatan tanaman 5 x 5 cm (400 tanaman/m2), 5 x 7,5 cm (266 tanaman/m2), dan 5 x 10 cm (200 tanaman/m2) ditempatkan sebagai petak utama dan empat konsentrasi ZPT mepiquat klorida 50 AS, 0, 2, 4 dan 6 ml/l ditempatkan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman paling tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal TSS adalah 400/m2 (5 x 5 cm) dengan jumlah umbi berukuran kecil (2,5-5 g/umbi) paling banyak dan tidak menghasilkan umbi bibit mini (1-2 g/umbi). Kerapatan tanaman 200/m2 lebih cocok digunakan untuk produksi umbi konsumsi asal TSS dengan 50% umbi yang dihasilkan berukuran besar (>7,5 g/umbi). Aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah asal TSS, tetapi pada konsentrasi 6 ml/l dapat meningkatkan persentase jumlah umbi berukuran besar (>7,5 g/umbi). Hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan produksi dan kualitas umbi bibit bawang merah.Effect of plant densities and application of plant growth regulator on seed bulb yield of shallot from true seed of cultivar bima. The objectives were to determine the proper plant density in combination with application of mepiquat chloride 50 AS for production of seed bulb of shallot from true seed. A split plot design with three replications was set up in this experiment. Three levels of plant densities of 5 x 5 cm (400 plants/m2), 5 x 7.5 cm (266 plants/m2), and 5 x 10 cm (200 plants/m2) were assigned to main plots and plant growth regulator mepiquat chloride 50 AS concentrations of 0, 2, 4, and 6 ml/l were assigned to subplots. The results revealed that proper plant density to produce seed bulb from true seed was 400 plants/m2 which produced the highest percentage of small size bulb (2.5-5 g/bulb) and did not produce mini shallot bulb (1-2 g/bulb). Plant density of 200 plants/m2 was proper to produce consumption bulb from true seed, this treatment produced big size bulb (>7.5 g/bulb) more than 50%. Application of PGR mepiquat chloride 50 AS did not increase growth and bulb yield of shallot, however at concentration of mepiquat chloride 50 AS 6 ml/l could increase number of big size bulb (>7.5 g/bulb). This results can improve quality and production of shallot seed.
Pengaruh Kompos, Pupuk Ni tro gen dan Kalium pada Cabai yang Ditanam Tumpanggilir dengan Bawang Merah Suwandi, -; Rosliani, Rini
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 1 (2004): Maret 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kompos, pupuk Ni tro gen dan Kalium terhadap pertumbuhandan hasil bawang merah dan cabai yang ditanam secara tumpanggilir pada tanah aluvial Kramat-Tegal di musim hujan.Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah dengan ulangan tiga kali. Perlakuan terdiri atas dua tarafpemupukan kompos (sebagai petak utama) dan empat belas kombinasi perlakuan pemupukan N dan K (sebagai anakpetak). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos pada tanah aluvial untuk tanaman bawangmerah (tumpanggilir dengan cabai) tidak nyata meningkatkan hasil bawang merah, tetapi dapat menekan susut bobotbawang merah setelah dikeringkan/disimpan. Pemupukan N dan K serta kombinasinya dengan kompos berpengaruhnyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buah sehat, dan bobot buah sehat cabai per petak.Dosis op ti mum pemupukan N dan K untuk tanaman cabai yang ditanam secara tumpanggilir dengan bawang merahdicapai pada dosis pemupukan 59,9 kg/ha N dan 55,1 kg/ha K20 yang diaplikasikan sebanyak tiga kali. Teknikpenanaman bawang merah dan cabai secara tumpanggilir tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemupukan (N dan K)karena kebutuhan dosisnya lebih rendah dibandingkan dengan sistem monokultur, sehingga dapat meningkatkankeuntungan usahataninya.Ef fects of com post, ni tro gen, and po tas sium fer til iz ers on hot pep perplanted in re lay crop ping with shal lot. The ob jec tive of trial was to study the ef fects of com post, ni tro gen and po tas siumap pli ca tion on growth and yield of re lay crop ping be tween shal lot and hot pep per at al lu vial soil of Kramat-Tegal in rainysea son. A split-plot de sign with three rep li ca tions was ap plied. The treat ments con sisted of two lev els of com post ap pli ca -tions (as main plot) and 14 treat ments com bi na tion of N and K fer til iz ers (as sub-plot). The re sults showed that the ap pli ca -tion of com post did not sig nif i cantly in crease yield of shal lot (re lay crop ping with hot pep per), but its re duced weight lost ofshallot after dry ing/strorage. The application of N and K fertilizers and its com bination with com post affected significantlythe growth of plant height, num ber of branches, healthy fruit num ber, and healthy fruit weight of hot pep per per plot. Theop ti mum rate of N and K fer til iza tion on hot pep per cul ti va tion af ter shal lot are achieved at 59.9 kg N/ha and 55.1 kgK2O/ha which was ap plied three times. Re lay crop ping sys tems be tween shal lot and hot pep per could in crease NK fer til iz -ers ef fi ciency due to re duc tion of those NK dos ages com pared to mono cul ture sys tems, so it could in crease the profit oftheir farm ing.
Penggunaan Pupuk TSP dan SP-36 pada tanaan Bawang Putih di Dataran Tinggi Hilman, Yusdar; Suwandi, -; Rosliani, Rini
Jurnal Hortikultura Vol 9, No 1 (1999): Maret 1999
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Efisiensi penggunaan pupuk fosfat pada bawang putih tergolong rendah. Salah satu alternatif untuk meningkakan efisiens penggunaan pupuk fofat adalah penggunaan pupuk SP-36 (Superfosfat 36). Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani bawang putih di dataran tinggi iidey Kabupaten Bandung (1.400 d.p.l) dengantipe tanah andosol. Tujuan peneltian ini adalah untuk mendapatkan sumber da dosis fosfat yang paling efisien dan untuk mempelajari seberapa jauh pupuk SP-36 dapat mempertahankan hasil umbi serta perubahan ciri kimia tanah pada budidaya bawang putih. Perlakuan terdiri dari dua jenis pupuk fosfat yakni TSP dan SP-36 yang dikombinasikan dengan empat taraf dosis pemupukan fosfat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Acak kelompok dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pupuk SP-36 dan TSP pada berbagai dosis tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering, dan berat basah tanaman bawang putih dan tidak juga menigkatkan serapan nitrogen, fosfor, dan kalium total. Hasil umi total bawang putih tertinggi terjadi pada sumber fosfat yang berasal dari TSP dengan dosis 250 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk fosfat yang berasal dari SP-36. Dengan demikian, pupuk fosfat yang berasal SP-36 dengan dosis 150 kg/ha merupakan penggunaan pupuk fosfat yang paling efisien. Peningkatan dosis TSP sedikit meningkatkan pH tanah, sebaiknya peningkatan dosis SP-36 cenderung memasamkan tanah. Makin tinggi dosis TSP dan SP-36 yang digunakan makin tinggi pula P ersedia di dalam tanah. Abstract.Utilization of triple superphniplaite (TSP). and superphosphate (SP)-36 fertilizers on garlic in highland of Ciwiday, The efficiency of using P fertilizer on garlic is low. One of the alternatives to increase the efficiency is by the utilization of SP-36 fertilizer,  Experiment was conducted at farmers field at Ciwidey, West Jawa. The altitude was 1400 m a.s.l. with Andosol suit type. The objectives of this research were to find out the most efficient rate of phosphate fertilizer and to study how far SP-36 fertilizer could increase bulb yield as well as the change of soil chemical properties in the cultural practises of garlic. The treatments  consisted of 4 dosage levels each of TSP and SP-36. Result of the experiment showed that SP-36 and TSP fertilizers al all rates tested did not influence plant height, leaf number, dry weight and fresh weight of garlic plant nor increase the total N, P, and K uptakes. The highest increase in total yield occured al the rate of 250 kg/ha TSP. However, the most rieiefficient was 150 kg/ha SP-36. Utilization of TSP slightly increased soil pH, but SP-36 tended to decrease soil pH. Soil P availability can he improved by increasing TSP and SP-36 dosage.