Tanjung Ayu Sumekar
Unknown Affiliation

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

DIFFERENCES IN INCREASING VO2 MAX BETWEEN BRISK WALKING AND HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING (HIIT) IN YOUNG ADULTS Cindy Calista Chandra; Yosef Purwoko; Sumardi Widodo; Tanjung Ayu Sumekar
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.632 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25788

Abstract

Background: Sedentary lifestyle is widely adopted by the society. Sedentary lifestyle is associated with limited physical activity, thereby increasing the risk of diseases, as well as reducing fitness. Fitness is assessed with VO2Max. However, people with sedentary lifestyle are reluctant to exercise, thus the authors want to see whether briskwalking, an easy exercise and HIIT, a short-time exercise can increase VO2Max. Research Method: Quasi-experimental research with a pre-test and post-test comparison group design. 60 young adult women were divided into three groups, namely brisk walking, HIIT, and control by using purposive sampling. The brisk walking group did brisk walking and HIIT did HIIT aerobics for six weeks, three times in every week. The control group was not treated. All subjects performed VO2Max pretest and posttest with Cooper test. Result: The VO2Max value for brisk walking and HIIT increased by averages of 9.83±3.93 and 8.84±4.76, while the control decreased by -3.97±4.02 The result from paired t-test and Wilcoxon shows significancy thus indicating a significant difference of VO2 max value before and after the treatments towards the brisk walking, HIIT, and control groups. After the Mann Whitney test is performed, no significant difference is found between brisk walking and HIIT, whereas there is a significant difference between brisk walking and control, and also between HIIT and control. Conclusion: Brisk walking and HIIT can increase VO2Max. However, there was no difference in the increase between brisk walking and HIIT.Key Words: VO2Max, brisk walking, HIIT
PENGARUH BRAIN TRAINING TERHADAP TINGKAT INTELIGENSIA PADA KELOMPOK USIA DEWASA MUDA Clarin Hayes; Hardian Hardian; Tanjung Ayu Sumekar
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.06 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18556

Abstract

Latar Belakang: Brain training sebagai latihan otak menjadi industri yang sangat menjanjikan di era ini untuk menghasilkan jutaan dolar tanpa suatu bukti konkret bahwa brain training dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan inteligensia seseorang. Banyak peneliti yang masih meragukan efektivitas transfer dari brain training ke dalam peningkatan inteligensia di kehidupan sehari-hari.Tujuan: Membuktikan manfaat brain training terhadap tingkat inteligensia.Metode: Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen dengan menggunakan rancangan pre dan post test pada satu kelompok yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Sampel penelitian adalah mahasiswa FK Undip (n=26) yang diberikan pretes, lalu diberi brain training, kemudian diberikan postes. Inteligensia subjek sebelum dan sesudah brain training dianalisis menggunakan uji Wilcoxon.Hasil: Dari 26 subjek penelitian, rerata hasil tes inteligensia setelah brain training menunjukkan adanya peningkatan pada semua area inteligensia yang diteskan yaitu problem solving, logic reasoning, dan visuospatial intelligence. Uji Wilcoxon diperoleh hasil bermakna yaitu pada problem solving p=0,000 dan visuospatial intelligence p=0,000, sedangkan hasil tidak bermakna pada logic reasoning p=0,008. Kesimpulan: Terdapat peningkatan yang bermakna pada problem solving dan visuospatial intelligence dan peningkatan yang tidak bermakna pada logic reasoning pada kelompok usia dewasa muda sesudah melakukan brain training dengan aplikasi NeuronationTM selama 30 menit setiap hari, 5 hari dalam 1 minggu selama 4 minggu.
PENGARUH BERMAIN VIDEO GAME KINETIK SIMULASI TARI SEBAGAI EXERGAME TERHADAP KELINCAHAN Sarah Fauzianisa; Tanjung Ayu Sumekar; Arinta Puspita Wati
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.71 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15943

Abstract

Latar Belakang Exergame mengharuskan pemainnya untuk menggerakkan fisiknya secara aktif. Simulasi tari merupakan exergame yang populer dan menuntut pemainnnya untuk memiliki koordinasi visual dan motorik, dengan salah satu parameter yang bisa diukur untuk mengevaluasi adalah kelincahan.Tujuan Membuktikan pengaruh bermain video game kinetik simulasi tari terhadap kelincahan.Metode Penelitian eksperimental dengan two-groups pre-test and post-test design ini dilakukan di Semarang pada bulan Januari 2016 terhadap 18 mahasiswi FK yang dibagi menjadi 9 subjek kelompok perlakuan dengan latihan bermain exergame selama 30 menit, 2 kali tiap minggu dan 9 subjek kelompok kontrol tanpa exergame. Pengambilan data terhadap kedua kelompok dilakukan pada minggu ke-0 dan akhir minggu ke-8.Hasil Kelompok yang bermain exergame memiliki rerata kelincahan yang lebih baik (17,8±1,68 detik pre, 12,0±1,06 detik post; p=0,008) dibandingkan kelompok tanpa exergame (17,7±1,91 detik pre, 16,9±1,65 detik post; p=0,008). Nilai post-test kelincahan kelompok perlakuan juga lebih baik (12,0±1,06 vs 16,9±1,65 detik; p<0,001). Kelompok perlakuan juga memiliki indeks kelincahan yang lebih baik yaitu 7(38,9%) subjek dengan nilai sangat baik dan 2(11,1%) subjek dengan nilai di atas rata-rata, sementara pada kelompok kontrol, 7(38,9%) subjek tergolong rata-rata dan 2(11,1%) tergolong rata-rata. (p<0,001).Kesimpulan Bermain video game kinetik simulasi tari sebagai exergame berpengaruh terhadap kelincahan. Terdapat perbedaan kelincahan yang bermakna antara mahasiswi yang bermain exergame dengan yang tidak.
PENGARUH SINKRONISASI MUSIK TERHADAP INDEKS KEBUGARAN JASMANI DAN SKOR RPE PADA LATIHAN TES BANGKU HARVARD Annisa Falihati Salsabila; Tanjung Ayu Sumekar; Yuswo Supatmo
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.245 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18546

Abstract

Latar Belakang: Musik merupakan salah satu karya seni yang banyak digunakan masyarakat saat beraktivitas fisik. Peneliti menduga bahwa musik berpengaruh positif terhadap aspek saat latihan fisik, yaitu aspek psikologi, fisiologis, dan ergogenik. Namun hal ini masih banyak diperdebatkan efektifitasnya dan belum dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya karena bukti ilmiah yang mendukung masih sangat kurang.Tujuan: Mengetahui pengaruh sinkronisasi musik terhadap indeks kebugaran jasmani dan skor RPE.Metode: Penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan post test only control group design dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Tembalang, Semarang. Sampel penelitian ini adalah kelompok usia dewasa muda yang tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang (n=28), yang kemudian dibagi menjadi kelompok kontrol (n=14) dan kelompok perlakuan yang mendengarkan musik (n=14) saat melakukan latihan tes bangku Harvard. Indeks Kebugaran Jasmani dan skor RPE diukur pada kedua kelompok. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji independent t test dan uji Mann Whitney.Hasil: Rerata skor IKJ pada kelompok kontrol adalah sebesar 56,4 dan rerata skor IKJ pada kelompok perlakuan adalah 69,0. Rerata skor RPE pada kelompok kontrol adalah 13,1 dan skor RPE pada kelompok perlakuan adalah 12,4. Peningkatan skor IKJ dinilai bermakna, namun penurunan RPE dinilai tidak bermakna. Kedua analisis diatas menggunakan uji independent t test karena memiliki distribusi yang normal (p>0,05).Kesimpulan: Penggunaan sinkronisasi musik pada latihan tes bangku Harvard dapat meningkatkan skor IKJ secara bermakna tetapi tidak dapat menurunkan skor RPE secara bermakna.
PENGARUH BRAIN TRAINING TERHADAP MEMORI DIUKUR DENGAN SCENERY PICTURE MEMORY TEST Ditha Yusdiyanti; Hardian Hardian; Tanjung Ayu Sumekar
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.353 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18562

Abstract

Latar Belakang Memori merupakan salah satu fungsi kognitif yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Brain training atau latihan otak merupakan salah satu pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan otak salah satunya fungsi memori, namun hal ini masih banyak diperdebatkan efektifitasnya dan belum dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya karena bukti ilmiah yang mendukung masih sangat kurang.Tujuan Membuktikan manfaat brain training terhadap fungsi memori.Metode Penelitian eksperimental dengan rancangan one group pre and post design dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Tembalang, Semarang. Sampel penelitian ini adalah kelompok usia dewasa muda yang pada periode penelitian tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang (n=35). Memori diukur dengan scenery picture memory test. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Mc. Nemar dan uji Wilcoxon.Hasil Rerata skor memori sebelum dilakukan perlakuan brain training Neuronation™ adalah sebesar 17,22±3,15 dan rerata skor memori sesudah dilakukan perlakuan brain training Neuronation™ adalah sebesar 19,17±3,12. Hal ini menunjukan adanya peningkatan fungsi memori setelah dilakukan perlakuan. Peningkatan dinilai bermakna setelah diuji dengan menggunakan uji Wilcoxon karena memiliki distribusi yang tidak normal yaitu senilai P<0,001.Kesimpulan Penggunaan brain training Neuronation™ selama 30 menit sehari, sebanyak 20 kali dalam 4 minggu dapat meningkatkan memori secara bermakna.
PENGARUH AKUT SUSU COKELAT DAN MINUMAN OLAHRAGA KOMERSIAL SEBAGAI MINUMAN PEMULIHAN PASCA LATIHAN PADA PROGRAM INTERVAL TRAINING (STUDI PADA SEKOLAH SEPAK BOLA UNIVERSITAS DIPONEGORO) Aulia Safitri; Tanjung Ayu Sumekar; Yuswo Supadmo
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.416 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14250

Abstract

Latar belakang : Diet pasca latihan merupakan hal penting untuk mengembalikan tubuh ke kondisi sebelum melakukan latihan. Susu cokelat dipercaya dapat membantu mengisi ulang glikogen yang habis pasca latihan sedangkan minuman olahraga komersial dapat mempercepat rehidrasi, mengurangi stres fisiologis latihan, serta memasok karbohidrat yang digunakan selama latihan.Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian susu cokelat dan minuman olahraga komersial secara akut terhadap masa pemulihan pasca latihan pada program interval training.Metode : Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Subjek penelitian adalah siswa Sekolah Sepak Bola Universitas Diponegoro (n=10). Subjek penelitian dimasukkan dalam satu kelompok perlakuan, kemudian diberi tiga perlakuan berbeda yaitu air mineral, susu cokelat dan minuman olahraga komersial dimana masing-masing perlakuan berjarak 1 minggu Subjek penelitian diinduksi kelelahan dengan cara interval training berupa lari 8 x 50 m kemudian subjek diberi perlakuan dan diistirahatkan 15 menit. Indeks kelelahan subjek penelitian diukur dengan Running-based Anaerobic Sprint Test (RAST).Hasil : Uji One Way ANOVA nilai indeks kelelahan antar kelompok menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p =0.044). Didapatkan perbedaan nilai indeks kelelahan yang bermakna (p = 0.046) antara kelompok air mineral dengan kelompok minuman olahraga. Perbedaan nilai indeks kelelahan yang bermakna (p = 0,021) juga didapatkan antara kelompok susu cokelat dengan kelompok minuman olahraga. Perbedaan nilai indeks kelelahan antara kelompok air mineral dengan kelompok susu cokelat menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p = 0.723).Kesimpulan :.Pemberian susu cokelat dan minuman olahraga komersial memiliki pengaruh akut terhadap masa pemulihan pasca latihan pada program interval training
DIFFERENCES OF PEAK EXPIRATION FLOW RATE (PEFR) BETWEEN BRISK WALKING AND HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING (HIIT) IN YOUNG ADULTS Vania Nazhara Fitriana; Yosef Purwoko; Sumardi Widodo; Tanjung Ayu Sumekar
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 1 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.109 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i1.26568

Abstract

Background : Sedentary lifestyle makes people having less physical activities that may lead to the reduce lung function. Peak expiratory flow rate (PEFR) was used to measure lung function. High Intensity Interval Training (HIIT) is a high-intensity aerobic exercise, while brisk walking is an moderate-intensity aerobic exercise. The aim of this research is to determine the difference of PEFR between HIIT and brisk walking, that could depict lung function. Method : This research used quasi experimental with pre-test and post-test comparison group design. The samples were medical students at Diponegoro University, who had inclusion criteria and did not have exclusion criteria. This research used samples of 3 groups that contained of control group, HIIT, and brisk walking with 14 people in each group. Groups of HIIT and brisk walking got 3 times of intervention in each week, for 6 weeks. Measurement of PEFR was using Miniwright Peak Flow Meter. The normality of numerical scaled data was tested by using Saphiro-Wilk method, to find abnormal data that was tested by using Mann Whitney Method. Results : The average post-test of PEFR in HIIT was (397.14±33.738), while in brisk walking was (370.14±34.851), and in the control group was (327.78±29.271).  The increase in PEFR between the HIIT and the brisk walking group after statistical testing was p = 0.000 (p <0.005), which shows a significant difference. Conclusion: There is a significant difference in the PEFR between HIIT group and brisk walk in early adults that could describe a person's lung function.Keywords : Lung Function, PEFR, HIIT, Brisk walking.
ANALISIS KOMPONEN WAKTU REAKSI ATLET BULUTANGKIS (STUDI PADA ATLET BULUTANGKIS DI SEMARANG) Amitya Ekacitta Anindita; Tanjung Ayu Sumekar; Yuswo Supatmo
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.319 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18541

Abstract

Latar Belakang: Latihan rutin yang dilakukan oleh para atlet bulutangkis akan meningkatkan komponen fisik yaitu kecepatan yang ditunjukkan melalui waktu reaksi. Metode yang digunakan untuk mengukur waktu reaksi yaitu ruler drop test, ruler drop test dengan selubung dan computerized reaction time.Tujuan: Membuktikan latihan bulutangkis berpengaruh terhadap waktu reaksi atlet.Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan belah lintangdilaksanakan di Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran Umum Universitas Diponegoro dan UKM Bulutangkis Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Sampel penelitian terdapat dua kelompok yang terdiri dari atlet dan non-atlet yang berjumlah 16 orang pada masing-masing kelompok. Dua kelompok diukur waktu reaksinya menggunakan metode pemeriksaan ruler drop test, ruler drop test  dengan selubung dan computerized reaction time.Hasil: Rerata waktu reaksi kelompok non-atlet yang diukur dengan ruler drop test  adalah 0,1 ± 0,03 detik, sedangkan kelompok atlet adalah 0,1 ± 0,04 detik. Diukur dengan ruler drop test dengan selubung rerata waktu reaksi kelompok non atlet sebesar 0,2 ± 0,03 detik dan rerata kelompok atlet 0,2 ± 0,03 detik. Rerata waktu reaksi kelompok non atlet yang diukur dengan computerized reaction time adalah 0,3 ± 0,03 detik, sedangkan kelompok atlet adalah 0,2 ± 0,05 detik. Berdasarkan hasil tersebut hanya metode computerized reaction time yang memiliki perbedaan bermakna p=0,03 (p<0,05).Kesimpulan: Latihan dapat meningkatkan waktu reaksi secara bermakna. Tidak terdapat perbedaan waktu reaksi bermakna yang diukur dengan metode pemeriksaan ruler drop test, ruler drop test dengan selubung dan computerized reaction time.
PENGARUH LATIHAN ZUMBA TERHADAP MASSA OTOT TUBUH PADA WANITA USIA MUDA Rina Prihatingrum; Tanjung Ayu Sumekar; Hardian Hardian
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 2 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.126 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i2.11601

Abstract

Background : Body weight consists of  water, fat degree, bone, and body muscle mass. Body muscle mass is total weight degree of human’s muscle. Recently, Zumba is an exercise  that is interested by women that is believed to build an ideal body weight.Purpose : To observe the effect  of Zumba exercise on body muscle mass in young females.Method: This study was an analytical observational research with cross sectional design. The subjects were young females aged 19-24 years (n=18) who took a routine Zumba exercise. Muscle mass was measured using Bioelectric Impedance Analysis (Glass Body Analyzer 835) weight scale. . Correlation between the period of Zumba exercise and  body muscle mass was analyzed using Spearman’s rho correlation test.Result: From the 18 subjects, we foundthat the muscle mass average of Zumba participants who took this exercise for ≥8 weeks was higher than the participants who tookthis exercise for <8 weeks. Muscle mass average in the subjects who experienced Zumba exercise for < 8 weeks was 38,9% , andthe average  in participants who experienced this exercise  for ≥ 8 weeks was  42,1%. In the Spearman’s rho correlation test there was a medium degree positive correlation between muscle mass and Zumba exercise (r=0,52; p=0,032).Conclusion : The study found the differences between the average of body muscle mass in subjects who experienced Zumba exercise for <8 weeks and ≥8 weeks. This study also showed a positive correlation with moderate degree between body muscle mass and Zumba exercise period. Zumba has influences in young women’s body muscle mass.