Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Determinan pemberian Asi Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Pemerintah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Evi Kristina; Iskandar Syarif; Yuniar Lestari
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 19, No 1 (2019): Februari
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.019 KB) | DOI: 10.33087/jiubj.v19i1.568

Abstract

The role of a mother in maintaining a child's health is very important. Knowledge, attitude, motivation, availability of health care facilities, behavior of health workers influence the formation of health behaviors. This study aims to analyze the factors that are related and the most dominant towards exclusive breastfeeding for mothers working in Government Agencies in Bungo Regency. This study uses a combination of quantitative and qualitative research methods. Quantitative research uses cross sectional design. The sample in the quantitative study was 50 mothers who had babies> 6-12 months, while in qualitative research there were 6 in-depth interviews with the heads of the Bungo District Government Agencies. The results of the study obtained the proportion of exclusive breastfeeding as much as 34%. Factors related to breastfeeding are birth attendants and caregiver / family support and the most dominant in exclusive breastfeeding for working mothers is the support of caregivers / family. The scope of exclusive breastfeeding has not reached the target of 80% of the targets set by the Government due to lack of support from Government Agencies, health workers and from caregivers / families. Various efforts are needed to improve the achievement of coverage of exclusive breastfeeding, especially through supporting facilities to support exclusive breastfeeding and the optimization of the role of the Health Office. 
Pengaruh Tehnik Akupresur dan TENS Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Nelly Karlinah; Joserizal Serudji; Iskandar Syarif
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.395

Abstract

Abstrak Pengelolaan nyeri persalinan membutuhkan asuhan sayang ibu. Diperlukan suatu manajemen nyeri dalam persalinan dengan metode non farmakologi, salah satunya akupresur dan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dengan tujuan meningkatkan rasa aman dan nyaman pada ibu bersalin.Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh tehnik akupresur dan TENS terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif. Penelitian dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kampar Kiri Tengah dan Puskesmas Perhentian Raja. Jenis penelitian eksperimental dengan post test only control group desain dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Jumlah sampel 20 responden setiap kelompok total sampel 60 responden. Data dianalisis univariat dan bivariatmenggunakan uji chi-square. Proporsi intensitas nyeri dengan kategori sedang pada kelompok intervensi akupresur lebih besar dari pada kelompok kontrol pada pembukaan serviks 4 cm.  Berdasarkan uji statistik terdapat pengaruh bermakna dimana nilai p=0,011 (<0,05). Terdapat pengaruh yang bermakna antara kelompok intervensi TENS dankontrol pada pembukaan serviks 8 cm dengan nilai p=0,011 (<0,05). Kesimpulan pengaruh akupresur lebih baik digunakan pada pembukaan 4 cm, sedangkan pengaruh TENS lebih baik digunakan pada pembukaan 8 cm.Kata kunci: intensitas nyeri, akupresur, TENS Abstract Management of pain labor pain needs safe motherhood. It needs a pain management in labor by using nonpharmacological methods, such as acupressure and Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) that may increase safety and comfortable in childbirth. The objective of this study was to determine the effect of acupressure and TENS techniques on pain intensity first stage of labor active phase. This study had been done in Kampar Kiri Tengah and Perhentian Raja health care centres. It was an experimental research study with post test only control group design by using consecutive sampling method. Each group consist of 20 respondents so total sample of 60 respondents. The data analyzed by using univariate and chi-square  test for bivariate analysis. The proportion of the pain intensity with medium category in the acupressure intervention group is better than control group at 4 cm cervical dilation. Statistically, there are significant effect whith a p value= 0,011 (<0,05). There is a significant effect between TENS intervention group and control groups at 8 cm cervical dilation with p value= 0,011 (<0,05).It can be concluded that effect of acupressure is better used at the of 4 cm cervical dilation, while the effect of TENS is better used at 8 cm cervical dilationKeywords: pain intensity, accupressure, TENS
Gambaran Elektrolit dan Gula Darah Pasien Kejang Demam yang Dirawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Periode Januari 2010 - Desember 2012 Khairunnisa Imaduddin; Iskandar Syarif; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v2i3.146

Abstract

AbstrakKejang demam merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada saat anak demam akibat proses ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada suhu rektal >38 C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran elektrolit dan gula darah pada pasien kejang demam yang dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode retrospektif dengan mengambil data dari bagian rekam medis RSUP Dr. M.Djamil. Sampel penelitian adalah seluruh pasien kejang demam yang dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil periode Januari 2010 - Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 173 kasus kejang demam, terdapat 51 kasus yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Sebagian besar sampel merupakan kejang demam pertama (76,5%). Kejang demam kompleks didapatkan sebesar 64,7%. Kasus kejang demam terbanyak terjadi pada kelompok usia ≥6 bulan < 2 tahun yaitu sebesar 51%. Kejang demam lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1. Penelitian menunjukkan penurunan nilai natrium serum (n=46, 80,4%), dan kalsium serum (n=30, 63,3%), nilai kalium serum normal (n=46, 76,1%), dan peningkatan nilai gula darah sewaktu (n=45, 57,8%). Pada pasien kejang demam ditemukan penurunan nilai natrium dan kalsium serum, nilai kalium serum normal, dan peningkatan nilai gula darah sewaktu. Diharapkan penelitian yang akan datang memiliki jumlah sampel yang lebih besar untuk mengetahui gambaran elektrolit dan gula darah pada pasien kejang demam.Kata kunci: kejang demam, natrium serum, kalium serum, kalsium serum, gula darah sewaktuAbstractFebrile seizure is the most common neurological disorder found in children. Febrile seizure is seizure that occurs while the children have fever caused by extracranial process. It occurs in rectal temperature >38 C. This research aim to describe the electrolytes and blood glucose in patients with febrile seizure who were treated at the pediatric's ward of Dr. M. Djamil general hospital. From 173 cases of febrile seizures, there are 51 cases that meet the criterias of the research sample. Most of the research samples are first febrile seizure (76.5%). Complex febrile seizure occurred in 64.7%. Most cases of febrile seizures occurred in the age group ≥ 6 months - <2 years, about 51%. Febrile seizures are more common in males than females with the ratio 1.4:1. The research shows decrease serum sodium (n = 46, 80.4%), and serum calcium (n = 30, 63.3%), normal serum potassium (n = 46, 76.1%), and increase non-fasting blood glucose level (n = 45, 57.8%). The patients with febrile seizure show decrease serum sodium and calcium, normal serum potassium, and increase non-fasting blood glucose level. Expected future studies have a lot of samples in determining the electrolytes and blood glucose in patients with febrile seizure.Keywords: febrile seizures, serum sodium, serum potassium, serum calcium, non-fasting blood glucose level
Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012 Vivit Erdina Yunita; Afdal Afdal; Iskandar Syarif
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i3.605

Abstract

 AbstrakKejang demam merupakan kejang paling sering pada anak yang kemungkinan berulang. Pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan kejang demam berulang perlu diketahui demi ketepatan tatalaksana. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran faktor yang berhubungan dengan kejang demam berulang. Penelitian ini merupakan deskriptif dengan desain cross sectional. Jumlah sampel ditentukan dengan total sampling yaitu 40 pasien. Penelitian dilakukan dari Desember 2013 hingga Mei 2014. Data diambil dari berkas rekam medis pasien kejang demam berulang dari Januari 2010 sampai Desember 2012 di Poliklinik Anak RS. Dr. M. Djamil Padang. Variabel dependen adalah kejang demam berulang sedangkan variabel independen terdiri dari usia kejang demam pertama, jenis kelamin, riwayat kejang demam keluarga, riwayat epilepsi keluarga, dan tipe kejang demam pertama. Data yang diperoleh diolah dengan program komputer. Kejang demam berulang lebih banyak terjadi pada pasien yang kejang demam pertama pada usia 11 – 20 bulan (47,5%), pasien perempuan (62,5%), pasien dengan riwayat kejang demam keluarga (72,5%), pasien tanpa riwayat epilepsi keluarga (97,5%), dan kejang demam sederhana pada bangkitan kejang demam pertama (60%). Sebagian besar kejang demam berulang terjadi pada pasien yang berusia 11 – 20 bulan ketika kejang demam pertama, berjenis kelamin perempuan, memiliki riwayat kejang demam keluarga, tidak memiliki riwayat epilepsi keluarga, atau kejang demam sederhana pada bangkitan kejang demam pertama.Kata kunci: faktor yang berhubungan, kejang demam berulang AbstractRecurrent  febrile seizure is the most common seizure in young children.  Although having good prognosis, it is very frightening for parents. Knowledge about recurrent febrile seizure is important to determine accuracy of treatment. The objective of this study was to describe knowledge about recurrent febrile seizures related to descriptive features. This descriptive cross sectional study was done in M. Djamil General Hospital by using medical record of recurrent febrile seizure from January 2010 to December 2012. Sample was  40 patients. Data was taken from 2013 December to 2014 May. Recurrent febrile seizures are dependent variable meanwhile age of initial seizure, sex, family febrile seizure history, family epilepsy history, and type of initial febrile seizure are independent variables. Collected data was proceed by using computer program.  It was found that most patients who develop recurrent febrile seizures had their first attack in age of 11 – 20 months old (47.5%), female sex (62.5%), had febrile seizure family history (72.5%), had no epilepsy family history (97.5%), and had simple febrile seizure on their first attack (60%). Most recurrent febrile seizure occur in 11 – 20 months old in age, female in gender, having family febrile seizure history, having no family epilepsy history, or had simple febrile seizure as the first attack.              Keywords: descriptive features, recurrent febrile seizure
FIBRILLARY ASTROCYTOMA Iskandar Syarif; Rismalisa Fitri
Majalah Kedokteran Andalas Vol 33, No 1: April 2009
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.949 KB) | DOI: 10.22338/mka.v33.i1.p%p.2009

Abstract

AbstrakSeorang anak berumur 6,5 tahun yang menderita Fibrilary astrositoma dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama kaki kanan lemah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, diplopia, dan kejang. Diagnosis berdasarkan CT-scan dan biopsy. Terapi suportif dilakukan sebelum pembedahan. Pembedahan terdiri dari 2 tahap, pertama berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial dengan VP-shunt dan kedua untuk pengangkatan tumor. Reseksi tidak dapat dilakukan sehubungan dengan lokasi tumor. Tatalaksana dilanjutkan dengan radioterapi sebanyak 20 kali dengan dosis total 5000 Gy. Pasien meninggal 1 minggu setelah diperbolehkan pulang, hal ini disebabkan oleh herniasi. Kesimpulan, Fibrillary astrocytoma mempunyai prognosis buruk, karena sifatnya yang cenderung ganas walaupun mendapatkan terapi yang adekuat. Kata kunci : Fibrillary astrocytoma, VP-shunt, radioterapi.Abstract A girl 6.5 years old with Fibrillary astrocytoma was taken to hospital with chief complain right leg weakness since 2 weeks before admission, headache, diplopia and seizure. Diagnosis based on CT-scan imaging and biopsy. Supportive therapy was given to maintain before and after surgery. The surgery contained 2 phase, the first is VP-shunt to decrease intracranial pressure and the second is tumor resection. Tumor resection did not completely because of tumor location. The patient died caused by herniation after 1 week, when the patient allowed go home. Conclusion. Fibrillary astrocytoma was poor prognosis, because it is likely to be malignant despite adequate treatment. Keywords : Fibrillary astrocytoma, Vp-shunt, radiotherapyLAPORAN KASUS
PERUBAHAN NEUROANATOMI SEBAGAI PENYEBAB ADHD Yanofiandi Yanofiandi; Iskandar Syarif
Majalah Kedokteran Andalas Vol 33, No 2: Agustus 2009
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.167 KB) | DOI: 10.22338/mka.v33.i2.p%p.2009

Abstract

AbstrakAttention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu kelainan tingkah laku, dan bersifat heterogen yang ditandai dengan gambaran tidak dapat memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsif sehingga menimbulkan gangguan baik secara akademis maupun interaksi sosial. Penyakit ini dimulai dari masa anak dan dapat terus berkembang sampai dewasa.Sering dengan perkembangan teknologi kedokteran diagnostik dan kedokteran molecular telah ikut membantu pemahaman yang lebih baik mengenai penyakit ini. Pemeriksaan yang dilakukan dengan Computed Tomography-Scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) memperlihatkan perubahan volume otak terutama area kortek frontalis, ganglia basalis dan serebrum yang mengecil pada penderita ADHD. Pemeriksaan neurotansmiter otak pada penderita ADHD juga memperlihatkan perubahan. Kadar nor epineprin dan dopamine pada penderita ADHD berkurang dibandingkan dengan individu normal.ADHD diduga melibatkan multifaktorial seperti genetik, lingkungan dan neuroanatomis. Karena itu didalam penanganan terhadap ADHD perlu dilakukan secara komprehensif, berupa pemberian obat-obatan dan intervensi tingkah laku dan nutrisi. Penanganan yang terpadu tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan jika hanya mengunakan obat- obatan saja.Tujuan penanganan ADHD meliputi peningkatan daya akademik, kemandirian, perbaikan dalam interaksi, dan peningkatan kontrol diri dan sedapat mungkin ditujukan kausa ADHD tersebut.Kata kunci : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)AbstractAttention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is a common neurobiologic disorder characterized by developmentally inappropriate levels of inattention, hyperactivity, and impulsivity and disrupted academically and socially. This disorder begin in childhood and continue to adulthood.Diagnostic imaging and molecular development has contributed to more understanding of this disease. Computed Tomography-Scan (CT-scan) or Magnetic Resonance Imaging (MRI) examination reveal decreased brain volume especially at frontalis cortec, basal ganglia and cerebrum in ADHD. neurotransmitter change also seen in ADHD, norepineprin and dopamine decreased in ADHD compare to normal persons.ARTIKEL PENELITIAN180ADHD is suggested has multi-factorial etiology, genetic, environment and neuroanatomy change. Comprehensive management is needed which include drugs, behavioral intervention, and nutrition. Compare with only drug therapy, this comprehensive management has better outcome in management ADHD.Goal of management ADHD patient is an increased maximal academic achievement, independency, good social interaction, self control and if possible, it directed to main etiologic factor.Key Words: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
PERDARAHAN INTRAKRANIAL PADA BAYI DI RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL Amirah Zatil Izzah; Iskandar Syarif
Majalah Kedokteran Andalas Vol 32, No 1: April 2008
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22338/mka.v32.i1.p93-97.2008

Abstract

AbstrakPemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir di Indonesia belum rutin dilakukan. Hampir 2/3 dari bayi dengan perdarahan akibat defisiensi vitamin K mengalami perdarahan intrakranial. Di RS DR. M. Djamil Padang belum ada profil perdarahan intrakranial pada bayi yang dirawat. Untuk melihat profil klinis bayi yang mengalami perdarahan intrakranial yang dirawat di bangsal Anak RS DR. M. Djamil Padang, data bayi berusia lebih dari tujuh hari dengan perdarahan intrakranial yang yang dirawat dari tahun 2004-2007 dikumpulkan dan ditelaah secara retrospektif. Perdarahan intrakranial dipastikan berdasarkan hasil CT scan. Di samping itu dicatat juga umur, jenis kelamin, riwayat persalinan, jenis susu yang dikonsumsi, manifestasi klinis, data hematologi, jenis perdarahan, riwayat pemberian vitamin K, dan status ketika pulang. Dari 15 bayi yang diteliti, 11 (73,3%) adalah laki-laki, dan mayoritas (80%) berusia antara 4-8 minggu. Empat (26,7%) bayi lahir di rumah sakit, dan bidan merupakan penolong persalinan terbanyak (73,3%). Vitamin K tidak diberikan pada semua bayi saat lahir, sedangkan ASI diberikan pada 14 (93,3%) bayi. Gejala yang sering dikeluhkan adalah kejang (86,7%), pucat (80%) dan muntah (73,3%). Ubun-ubun besar yang tegang dan membonjol terdapat pada 86,7% bayi. Jenis perdarahan paling banyak adalah ganda (46,7%), dan tiga (20%) bayi meninggal dalam perawatan. Sebagai kesimpulan, perdarahan intrakranial sering ditemukan pada bayi laki-laki berusia antara 4–8 minggu, dengan perdarahan ganda paling banyak ditemukan. Vitamin K tidak diberikan pada semua bayi termasuk bayi yang lahir di rumah sakit. Sangat perlu untuk mensosialisasikan tentang pentingnya pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir untuk mencegah terjadinya perdarahan intrakranial.Kata kunci: perdarahan intrakranial, defisiensi vitamin K, bayiAbstractVitamin K prophylaxis of the newborn has not been routinely administered in Indonesia. Almost two third of late hemorrhage in infants due to vitamin K deficiency have intracranial hemorrhage. There is no data about intracranial hemorrhage of infant at DR. M. Djamil hospital. The aim of this study is to comprehend the clinical profile of infants with intracranial hemorrhage at Pediatric ward of DR. M. Djamil hospital. Cases of intracranial hemorrhage in infants aged seven days or more from 2004-2007 were collected. Diagnosis of intracranial hemorrhage was confirmed by CT scanning. Age, sex, vitamin K administration, feeding history, history of trauma, delivery history, placeARTIKEL PENELITIAN94of birth, clinical signs, hematologic data, bleeding type, and discharge status were examined. Of 15 infant, 12 (73.3%) were boys, majority (80%) were in the age group of 4–8 weeks. None received vitamin K at birth. Breastfeeding was given in 14 (93.3%) infants. The most delivery helper was midwive (73.3%). Convulsion (86.7%), pallor (80%), and vomiting (73.3%) were the common presenting symptoms. Anterior fontanel was tense and bulging in 86.7% infants. The most common bleeding type was multiple hemorrhage (46.7%), and three (20%) infants died during hospitalization. Intracranial hemorrhage was more prevalent in boys and more frequent at 4–8 th weeks. It is imperative to sosialize the importance of vitamin K prophylaxis to prevent hemorrhages of the newborn.Keywords: intracranial hemorrhage, vitamin K deficiency, infants
DISTROFI MUSKULAR DUCHENNE Iskandar Syarif; Widiasteti Widiasteti
Majalah Kedokteran Andalas Vol 33, No 2: Agustus 2009
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.202 KB) | DOI: 10.22338/mka.v33.i2.p%p.2009

Abstract

AbstrakAnak laki-laki umur 10 tahun 9 bulan dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan sukar berdiri sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat penyakit sekarang adalah pasien sering kram otot betis dan jika mau berdiri, berjongkok terlebih dahulu, kedua tangan bertumpu pada kedua lutut (manuver Gowers) sejak usia 3 tahun. Pasien sering jatuh ketika berjalan sejak usia 5 tahun dan dada mulai tampak membusung ke depan. Sejak usia 8 tahun harus di bantu untuk berdiri dan berjalan dengan posisi kaki berjinjit. Riwayat keluarga dengan kelainan otot tidak ada. Pemeriksaan fisik ditemukan lordosis, pseudohipertropi m.gastrocnemeus, kekuatan otot ekstremitas inferior berkurang dari normal. pemeriksaan kadar creatine kinase meningkat yaitu 1860 U/L (normal : 24- 170 U/L). elektromiogram menyokong untuk miopati dengan gambaran gelombang positif, fibrilasi, amplitudo rendah dan pontensial polifasik. Biopsi otot tidak dilakukan karena keluarga menolak. Pada pasien ini diberikan prednison 0,75 mg/kg BB/hari, suplemen kalsium dan vitamin D.Kata kunci : distrofi muskular duchenne, manuver Gowers, creatine kinaseAbstractA 10 years and 9 months old boy was hospitalized in Pediatric Department of Dr.M. Djamil Hospital Padang with chief complaint need help for standing since 2 years ago. The Symptons were he had recurrent cramps and needing to turn onto his front and rise to standing from the floor using a broad-based stance with the support of his hand on his thigh (Gowers maneuver) since seven years ago. He often fall when he walked and appearance lordotic posture since five years old. Since eight years old he needed for standing and walking with his toes. The patient was born with vaccum extraction, with body birth weight 2900 grams, full term. No family history of muscle disease. Physical examination founded lordosis, pseudohypertrophy of the calves, weakness of muscles of inferior extremities with sensory was normal. Level of creatine kinase was 1860U/L (normal: 24-170 U/L). Electromyography showed myopathic with characterized fibrillations, positive waves, low amplitudepolyphasic potentials. Muscle biopsy could not be done because his parents not agree. The therapy for this patient was prednisone 0,75 mg/kgbb/day, supplement orally calcium and vitamin D.Key words : Duchenne Muscular Dystrophy, Gowers maneuver, muscle diseaseLAPORAN KASUS