Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dari Kekerasan Seksual : Suatu Kajian Yuridis Empiris Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Sumatera Barat Efren Nova; Edita Elda
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 4 (2024): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2024)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i4.444

Abstract

Perlindungan hukum terhadap perempuan dari tindak pidana kekerasan dan bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia merupakan hak semua warga negara yang merupakan hak kontitusional yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kekerasan seksual adalah isu penting dan rumit dari seluruh peta kekerasan terhadap perempuan karena adanya dimensi yang sangat khas dari perempuan, ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban adalah akar kekerasan seksual terhadap perempuan Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini (2017-2022) berdasarkan data dari Sistim Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA terungkap bahwa sepanjang tahun 2022 terjadi sejumlah 25.050 kasus kekerasan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat pada tahun 2020 sebanyak 94 kasus, tahun 2021 ada sebanyak 104 kasus dan tahun 2022 sebanyak 300 kasus. Dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini merupakan upaya pembaharuan hukum serta mengatasi permasalahan dalam perlindungan hukum terhadap perempuan dari Tindak  Kekerasan Seksual  yaitu  sebagai  beriku: mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasaan seksual, dan menjamin ketidak berulangan kekerasan seksual. Hasil Penelitian menunjukan kebijakan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah (DP3AP2KB) Propinsi Sumatera Barat dalam rangka perlindungan hukum terhadap perempuan pasca keluarnya UUTPKS adalah pembentukan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang merupakan amanah dari UU TPKS, di Sumatera Barat baru terbentuk di 7 (tujuh) Kabupaten /Kota, 3 ( tiga) masih dalam proses akademis dan 7 (tujuh) masih belum terbentuk sama sekali, mengadakan sosialisasi UUTPKS dan aparat penegak hukum di Sumatera Barat belum mengimplementasikan UUTPKS dalam rangka perlindungan hukum terhadap perempuan dalam kasus kekerasan seksual dengan alasan ragu karena belum adanya aturan pelaksanaan dan tetap memakai aturan yang ada.
Impact of Criminal Code’s Articles 263 & 264: A Critical Look at Press Freedom and Human Rights Efren Nova; Zico Junius Fernando; Panca Sarjana Putra; Agusalim Agusalim
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 24, No 2 (2024): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/dejure.2024.V24.133-146

Abstract

The public, human rights advocates, and media practitioners have engagedin significant debate regarding Articles 263 and 264 of the new CriminalCode (KUHP). These articles establish laws that criminalize spreadingfalse news that could cause social unrest. The punishments for spreadingsuch information vary depending on the severity and intention behind itsdissemination. Articles 263(1) and (2) differentiate between intentionallyspreading false information that the perpetrator knows is untrue andspreading information that is reasonably believed to be false. The punishmentfor this offense can be imprisonment for up to six years or a maximumfine of category V. Article 264 specifically addresses the act of spreadingfalse information that the perpetrator knows is untrue. Meanwhile, Article264 specifically addresses the act of spreading ambiguous, exaggerated,or incomplete news. Those found guilty can face a maximum penalty oftwo years in prison or a category III fine. This study utilizes normativelegal methodologies, which include statutory, conceptual, comparative,and futuristic approaches. The research design is characterized by bothdescriptive and prescriptive elements. Content analysis was conductedto evaluate the collected data. The study’s findings illustrate that theprimary objective of Articles 263 and 264 of the new Criminal Code is tomaintain public order and deter riots that may arise as a consequence of thedissemination of incorrect information. Nevertheless, these provisions havebeen criticized for their potential to be used as a means to suppress pressfreedom and limit public expression, both of which are fundamental aspectsof democracy and the protection of human rights. Concerns have beenraised about the potential impact of the implementation of these articles onthe protection of press freedom as guaranteed by the Press Law.